Selamat Tahun Baru Imlek 2560
26 Januari 2009
GONG XI FA CAI
Wishing you prosperity and may everything works out as you wished and be blessed in our LORD
Makna Perayaan Tahun Baru Imlek
Perayaan Tahun Baru Imlek (Sin Cia) atau Tahun Baru Khonghucu 1 Cia Gwee 2560 menurut penanggalan masehi jatuh pada tanggal 26 Januari 2009. Bagi umat Khonghucu, Tahun Baru Imlek dirayakan dengan melaksanakan sembahyang sujud syukur ke hadirat Thian, Tuhan YME yang telah melimpahkan curahan berkat dan rahmat-Nya sepanjang tahun yang telah berlalu hingga dapat memasuki tahun yang baru. Perayaan ini mengandung makna agama yang mendalam karena diikuti berbagai upacara keagamaan/ritual yang dilaksanakan sebelum dan sesudah Tahun Bru Imlek.
Bagi orang Khonghucu Indonesia melakukan sembahyang sujud syukur pada Tahun Baru Imlek merupakan kewajiban pelaksanaan ibadah sesuai keyakinan agamanya. Umat Khonghucu tidak menyatakan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai Thun Baru Cina. Agama Khinghucu da di dunia sudah ribuan tahun sebelum negara Cina diproklamirkan. Oleh karena itu hrus dibedakan dengan orang yang kebetulan etnis Cina lalu ikut merayakannya, maka sesuatu hal yang keliru dan salah kaprah kalau persujudan dan puji syukur kepada Tuhan pada hari itu dikaitkan dengan budaya, adat dan tradisi Cina.
Janganlah menanggapi agama Khonghucu dengan menanggapi secra tradisi Cina. Dlam perkembangn suatu ajaran agama di mana agama itu lahir di suatu tempat, yang sebelumnya telah memiliki suatu tradisi dan budaya yang spesifik, maka ajaran agama ini turut mempengaruhi tradisi dan budaya setempat dan bukan sebaliknya. Namun disadari, dalam perkembangannya kemudian, agama apapun akan turut terbawa tradisi awal di mana tempat agama itu terlahir. Adalah suatu kebetulan agama Khonghucu lahir di Tiongkok, tetapi agama Lhonghucu tidak membicarakan tentang trdisi Cin namun membicarakan tentang Tuhan, Firman, Iman, Kebijakan, dan sebagainya. Dalam siftnya yang universal dan global, agama Khonghucu di Indonesia, baik dalam Kitab Sucinya, kebaktinnya, ritualnya menggunakan bahasa Indonesia tapi mengangkut hal-hal yang prinsip tentang keimanan tetap memakai bahasa Kitabnya.
Di RRC sendiri, Thun Baru Imlek dirayakan sebagai perayaan musim semi, demikian juga berlainan dengan masyarakat Cina lain yang merayakannya sebagai menyambut tahun "kelinci".
Kehadiran tulisan ini mencoba menjelaskan sepintas kilas tentang makna agama yang terkandung di dalam perayaan Tahun Baru Khongcu/Imlek, dengan maksud agar dapat menambah pengertian bagi umat Khonghucu dan segenap simpatisannya, juga umat beragama lain agar lebih dapat diketahui khalayak masyarakat guna menghindari salah persepsi.
Penanggalan Imlek
Perhitungan penanggalan Imlek semula didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar calender), dan telah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Uniknya perhitungan penanggalan ini juga didasarkan atas peredaran bumi mengelilingi matahari (solar calender), seperti penanggalan masehi. Maka terjadi penyesuaian yaitu melalui mekanisme yang dikenal sebagai 'Lun Gwee' (bulan ulang) atau penyisipan 2 (dua) bulan tambahan setiap 5 (lima) tahun. Dengan adanya penyesuaian ini maka lebih tepat disebut penanggalan Imyanglek (sistem lunisolar).
Dalam sejarah tercatat, penanggalan Imlek dimulai sejak tahun 2637 SM, sewaktu Kaisar Oet Tee / Huang Ti (2698-2598 SM) mengeluarkan siklus pertama pada tahun ke-61 masa pemerintahannya. Penanggalan Imlek sebutan asalnya adalah He Lek, yakni Penanggalan Dinasti Ke / Hsia (2205-1766 SM), di mana pertama kali mengenalkan penanggalan berdasarkan solar, dan penetapan tahun barunya bertepatan dengan tibanya musim semi. Dinasti Sing/Ien (1766-1122 SM) menetapkan tahun barunya mengikuti Dinasti He, yakni akhir musin dingin. Nabi Khongcu yang hidup pada zaman Dinasti Cou / Chin (1122-255 SM) merasakan bahwa sistem penanggalan yang dipakai Dinasti Ciu kurang mempunyai nilai praktis, yaitu karena tahun baru jtuh jatuh pada hari Tangcik (Tung Ze).Saat itu hari tengah musim dingin maka pendapat Nbi Khongcu, penanggalan Dinasti He yang paling tepat, hal itu dapat diketahui dari Sabda Nabi Khongcu : "Pakailah penanggalan Dinasti He ..." Kitab Sabda Suci (Lun Gi / Lun Yu) jilid XV : 11.
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan Nabi Khongcu adalah kesejahateraan umat manusia. Pada kehidupan zaman dahulu, penetapan saat tahun baru memegang peranan yang amat penting, karena penetapan tersebut menjadi pedoman bagi semua orang untuk mempersiapkan segala pekerjaan untuk tahun yang berjalan, terutama para petani yang akan mulai bercocok tanam pada saat akhir musim dingin dan memasuki musim semi. Penanggalan ini sangat cocok bagi petani karena penanggalan tersebut perhitungan musim, peredaran matahari, serta uraian penjelasan mengenai iklim, maka penanggalan tersebut jadi populer dan disebut juga Long Lek (penanggalan petani).
Kaisar Han Bu Tee (140-86 SM) dari Dinasti Han (206 SM-220) menetapkan agama Khonghucu sebagai agama negara, dan penanggalan yang dianjurkan oleh Nabi Khongcu, yaitu He Lek resmi dipakai semua orang, baik masyarakat maupun pemerintahan dan tahun pertamanya dihitung dari tahun kelahiran Nabi Khongcu, yaitu tahun 551 SM, dengan demikian penanggalan Imlek dan penanggalan masehi berselisih 551 tahun. Oleh karenanya jika tahun masehi saat ini 1999, maka tahun Imleknya menjadi 1999 + 551 = 2550. Karena dihitung sejak Nabi Khongcu lahir maka tahun Imlek lazim disebut sebagai Khongculek.
Sistem penanggalan Imlek ini digunakan juga dalam kehidupan keagamaan di antara umatnya di Jepang, Korea, Vietnm, Taiwan, Burma, dan negara lainnya meskipun dengan nama yang diucapkan berbeda-beda tetapi merayakan hari tahun barunya sama. Bahkan di lingkungan agama Budha Sekte Mahayana yang berkembang di kawasan Asia Timur juga menggunakan penanggalan Imlek guna menentukan hari-hari suci keagamaannya.
Tahun Baru Khongcu (Imlek) selalu jatuh pada bulan baru (Chee It / Chu Yi) setelah memasuki Tai Han (T Kan) 21 Januari (Great Cold - saat terdingin), sampai dengan tibanya Hi Swi (Yi Suei) 19 Februari (spring showers - hujan musim semi). Tapi masih dapat ditolerir paling awal 3 hari sebelumnya seperti tahun 1969 jatuh pada hari Sabtu, 18 Januari 1969.
Makna Religius
Pergantian tahun yang baru merupakan suatu penyesuaian terhadap gejala alam semesta, yang dilambangkan berkah-Nya melimpah bagi semua mahluk hidup. Di dalam kehidupan manusia, tahun baru merupakan suatu masa tentang keharmonisan dalam tata kehidupan, semua umat bergembira menyambut kehadiran tahun yang baru ini dengan penuh harap. Sesungguhny pa bedanya tahun kemarin dengan tahun baru, malam kemarin dengan malam tahun baru? Mengapakah pergantian tahun disertai dengan makna yang sarat, sehingga sanggup menghimpun manusia untuk merayakannya?
Pergantian tahun merupakan suatu momentum untuk menyadari secara mendalam, bahwa kita terikat oleh waktu. Bersamaan dengan itu gejala perubahan alam dalam masa pergntian tahun, manusia diingtkan bahwa ia hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Keterikatan perjalanan hidup terhadap ruang dan waktu menyadarkan kita sebagai makhluk yang kecil dan lemah di hadapan Tuhan, kekuasaan yang mengatur alam semesta ini. Sekurang-kurangnya manusia mengucapkan syukur, berterima kasih karena masih diberi kesempatan menjalani kehidupan dalam ruang dan waktu ini. Karunia Thian, Tuhan YME berlimpah dicurahkan kepada umat manusia. Oleh karena itu sudah sewajarnya manusia sadar untuk berusaha menengadah mengucapkan puji syukur. Pada saat ini kita berusaha memperbaiki diri dan mengakhiri semua permusuhan, kebencian, dan kejahatan.
"Sungguh Maha Besarlah Kebijakan Kwi Sien (Tuhan dalam sifat-Nya Yang Maha Rokh). Dilihat tiada tampak, didengar tiada terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia. Demikianlah menjadikan umat manusia di dunia berpuasa membersihkan hati dan mengenakan pakaian lengkap sujud bersembahyang kepada-Nya. Sungguh Maha Besarlah Dia, sehingga terasakan di atas dan di kanan kiri kita. Adapun kenyataan Tuhan Yang Maha Rokh itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan. Maka sungguh jelas sifat-Nya yang halus itu, sehingga tidak dapat disembunyikan dari iman kita, demikianlah Dia." Kitab Tengah Sempurna (Tiong Yong / Chung Yung) Bab XV.
Pada hari pertama tahun baru Imlek semua umat Khonghucu bertingkah laku dengan cara yang berlainan dari biasanya. Rumah dibersihkan, orang menghias diri dengan pakaian yang baru, menyediakan makanan yang enak. Kesemuanya itu, seluruh kehidupan jasmani rohaninya diliputi rasa gembira dan bahagia, yang dibarengi dengan rasa dan suasana cinta kasih kepada sesama manusia, rasa syukur kepada Tuhan YME.
Pada Tahun Baru Khongcu/Imlek ini, umat Khonghucu melaksanakan sembahyang sujud ke hadirat Tuhan sesuai dengan apa yang diperintahkan agama, sebagaimana yang disabdakan Nabi Khongcu : "Pada permulaan tahun (Liep Chun), jadikanlah sebagai hari agung untuk bersembahyang besar ke hadirat Tuhan." Kitab Lee Ki / Li Chi bagian Gwat Ling.
Berkaitan dengan perayaan Imlek pada tahun 1999 ini, maka Badan Pengurus MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) mengeluarkan seruan kepada segenap umat Khonghucu dan segenap simpatisan di seluruh tanah air, agar perayaan tersebut hendaknya dilakukan secara sederhana. Karena hakekat tahun baru bukan untuk berhura-hura atau berpesta pora, melainkan untuk merenung, berkontemplasi, bersujud syukur ke hadirat Tuhan, 'sungkem' kepada orang tua, melakukan introspeksi dan membina diri, serta memperbaiki tali silaturahmi dan tali persaudaraan sesama manusia. Perayaan Tahun Baru Imlek di kala keadaan krisis seperti saat ini, akan lebih tepat bila digunakan untuk lebih meningkatkan kepedulian sosial kita terhadap lingkungan. Tindakan berpesta pora pada saat krisis, tidak saja kurang etis namun juga bisa menambah berat beban perekonomian secara makro karena bisa memancing kenaikan harga.
Rangkaian Kegiatan Keagamaan
Perayaan Tahun Baru Imlek sudah mulai dipersiapkan ritual keagamaannya sejak 7 hari menjelang tahun baru dengan melaksanakan sembahyang menghantar Malaikat Dapur (Co Kun Kong), dan bagi umat Khonghucu yang penghidupannya sudah mapan saat ini berkesempatan untuk memberi santunan kepada mereka yang berkekurangan. Maka hari itu disebut juga sebagai Hari Persaudaraan (Ji Si Siang Ang).
Selanjutnya sehari sebelum tahun baru, sembahyang penutup tahun sekaligus menyambut tibanya tahun baru yang dilakukan persujudan rasa syukur ke hadirat Tuhan yang berkenan melindungi dan memberkahi sepanjang tahun yang akan ditinggalkan dan memohon agar tahun yang akan dimasuki dapat menghantar kepada kondisi kehidupan yang lebih baik daripadaa tahun lalu. Dalam sembahyang ini disampaikan pula hormat kepada orang tua yang sudah meninggal dunia juga kepada leluhur sebagai perwujudan bakti dan rasa terima kasih atas asuhannya. Hari itu juga biasanya para keluarga memperindah rumah, membuat kue, dan melaksanakan perayaan ini secara sederhana, tulus dan penuh hikmah tanpa kesan berlebihan.
Pada saat memasuki detik-detik tahun baru, sembahyang dilaksanakan lagi dengan penuh hikmat, khusuk dan gembira kemudian saling memberi hormat dan mendoakan semoga panjang umut, murah rejeki dan sehat sejahtera sambil memohon ampunan kepada orang tua dengan melakukan sungkem/hormat (Kui Ping Sien). Sedangkan kepada saudara saling memaafkan lalu saling mengunjungi sanak keluarga dan sehabat untuk menyampaikan hormat dan saling mendoakan diiringi maaf memaafkan.
Hari keempat di tahun yang baru dilakukan sembahyang untuk menyambut turunnya Malaikat Dapur (Co Kun Kong). Dapur merupakan salah satu bagian penting dari sebuah rumah tangga, karena di tempat ini semua kegiatan mengolah makanan untuk santapan keluarga dilakukan. Oleh karenanya dapur perlu dipelihara dengan baik, selain perlu selalu dijaga kebersihannya.
Kemudian hari kedelapan menjelang hari kesembilan (dilaksanakan pada Si/jam pertama), sembahyang beesar kepada Tuhan (King Thi Kong). Sesuai dengan amanat suci dalam Kitab Lee Ki (kitab kesusilaan), dilaksanakan dengan mempersiapkan diri secara khusus berpantang makanan (berpuasa/vegetaris) sejak hari ketiga sampai berakhirnya sembahyang King Thi Kong. Sembahyang ini merupakan sembahyang besar dengan peyerahan diri secara total kepada Tuhan yang bermakna betapa manusia demikian kecilnya di hadapan-Nya.
Pada hari ketigabelas, dilaksanakan upacara suci memperingati kemuliaan Kwan Kong (Dewa yang melambangkan sikap Ksatria, Setia, Berani, Bijaksana, dan taat pada agama).
Pada hari kelimabelas dilaksanakan upacara Purnama Raya (Cap Go Meh/Goan Siau) hari yang penuh makna, dan sarat dengan upacara keagamaan dalam istilah masyarakat Manado adalah "pesiar Toapekong".
Merayakan Tahun Baru Imlek : Boleh atau Tidak?
Ada apa dan bagaimana sebenarnya hingga tahun baru Imlek senantiasa mendapat tanggapan negatif serta mengundang anggapan bahwa menghambat pembauran, mengancam persatuan dan kesatuan bangsa?
Imlek di Indonesia
Aslinya Imlek atau Sin Tjia adalah sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Cina yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru. Perayaan ini juga berkaitan dengan pesta para petani untuk menyambut musim semi. Perayaan ini dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama. Acaranya meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari persembahyangan ini adalah sebagai wujud syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.
Karena perayaan Imlek berasal dari kebudayaan petani, maka segala bentuk persembahannya adalah berupa berbagai jenis makanan. Idealnya, pada setiap acara sembahyang Imlek disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili lambang-lambang shio yang berjumlah 12. Di Cina, hidangan yang wajib adalah mie panjang umur (siu mi) dan arak. Di Indonesia, hidangan yang dipilih biasanya hidangan yang mempunyai arti "kemakmuran," "panjang umur," "keselamatan," atau "kebahagiaan," dan merupakan hidangan kesukaan para leluhur.
Kue-kue yang dihidangkan biasanya lebih manis daripada biasanya. Diharapkan, kehidupan di tahun mendatang menjadi lebih manis. Di samping itu dihidangkan pula kue lapis sebagai perlambang rezeki yang berlapis-lapis. Kue mangkok dan kue keranjang juga merupakan makanan yang wajib dihidangkan pada waktu persembahyangan menyambut datangnya tahun baru Imlek. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.
Ada juga makanan yang dihindari dan tidak dihidangkan, misalnya bubur. Bubur tidak dihidangkan karena makanan ini melambangkan kemiskinan.
Kedua belas hidangan itu lalu disusun di meja sembahyang yang bagian depannya digantungi dengan kain khusus yang biasanya bergambar naga berwarna merah. Pemilik rumah lalu berdoa memanggil para leluhurnya untuk menyantap hidangan yang disuguhkan.
Di malam tahun baru orang-orang biasanya bersantap di rumah atau di restoran. Setelah selesai makan malam mereka bergadang semalam suntuk dengan pintu rumah dibuka lebar-lebar agar rezeki bisa masuk ke rumah dengan leluasa. Pada waktu ini disediakan camilan khas Imlek berupa kuaci, kacang, dan permen.
Pada waktu Imlek, makanan yang tidak boleh dilupakan adalah lapis legit, kue nastar, kue semprit, kue mawar, serta manisan kolang-kaling. Agar pikiran menjadi jernih, disediakan agar-agar yang dicetak seperti bintang sebagai simbol kehidupan yang terang.
Tujuh hari sesudah Imlek dilakukan persembahyangan kepada Sang Pencipta. Tujuannya adalah sujud kepadaNya dan memohon kehidupan yang lebih baik di tahun yang baru dimasuki.
Lima belas hari sesudah Imlek dilakukan sebuah perayaan yang disebut dengan Cap Go Meh. Masyarakat keturunan Cina di Semarang merayakannya dengan menyuguhkan lontong Cap Go Meh yang terdiri dari lontong, opor ayam, lodeh terung, telur pindang, sate abing, dan sambal docang. Sementara di Jakarta, menunya adalah lontong, sayur godog, telur pindang, dan bubuk kedelai.
Pada waktu perayaan Imlek juga dirayakan berbagai macam keramaian yang menyuguhkan atraksi barongsai dan kembang api.
Imlek Perayaan Agama atau Budaya?
Pada 26 Januari 2009 masyarakat Tionghoa di Indonesia kembali akan merayakan Tahun Baru Imlek 2560 secara terbuka dan meriah, yang pada masa rezim Orde Baru mustahil dilakukan karena adanya larangan dari pihak penguasa yang sangat otoriter dan represif.
Seiring dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan berlangsungnya reformasi maka saat ini hampir seluruh peraturan yang mendiskriminasi etnis Tionghoa, termasuk kesempatan untuk menjadi presiden dan pelarangan ritual kepercayaan, agama, tradisi, bahasa, dan aksara Tionghoa boleh dikatakan hampir seluruhnya telah dieliminasi.
Yang tersisa adalah peraturan-peraturan dalam Staatsblad yang mengatur Catatan Sipil yang mudah-mudahan dengan Undang-undang mengenai Administrasi Kependudukan yang RUU-nya sedang digodok di DPR akan lenyap untuk selama-lamanya.
Selaras dengan dihapuskannya pelarangan-pelarangan tersebut, Tahun Baru Imlek yang telah dinyatakan sebagai hari libur nasional dengan sendirinya bebas untuk dirayakan secara terbuka.
Tahun Baru Imlek yang semasa Orde Baru dijauhi dan dianggap haram oleh sebagian kalangan masyarakat Tionghoa karena takut kepada penguasa, sekarang telah menjadi bahan rebutan dan klaim-klaiman dari sebagian kalangan Tionghoa tersebut.
Imlek bagi sekelompok “tokoh” Tionghoa tersebut telah menjadi komoditi yang perlu dikuasai. Argumentasi kelompok ini perayaan Imlek adalah perayaan budaya yang menjadi milik seluruh masyarakat Tionghoa dan bukan milik sekelompok Tionghoa saja.
Di sisi lain bagi Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) yang mewadahi umat Khonghucu di Indonesia, Tahun Baru Imlek adalah puncak dari ritual keyakinannya, namun walau begitu mereka tentunya tidak berhak untuk mengklaim bahwa Tahun Baru Imlek hanya milik umat Khonghucu saja dan memang selama ini belum pernah ada pernyataan yang berisi klaim tersebut.
Dengan jujur kita harus mengakui bahwa karena keyakinannya, di masa rezim Orde Baru umat Khonghucu tetap konsisten merayakan Tahun Baru Imlek dengan ritual Sembahyang Tahun Baru, Sembahyang Tuhan Allah, Capgomeh dan sembahyang ke litang-litang atau kelenteng-kelenteng.
Keluarga umat Khonghucu tetap menyambut Tahun Baru Imlek dengan berpakaian baru, makan bersama, saling mengucapkan selamat dan membagi angpao.
Yang menjadi masalah bagi sekelompok “tokoh” Tionghoa tersebut mereka penasaran dan tidak merasa nyaman bahwa perayaan Imlek nasional yang diselenggarakan umat Khonghucu yang pada umumnya kalangan peranakan menengah ke bawah setiap tahun dihadiri oleh presiden yang dimulai oleh Presiden Abdurrahman Wahid kemudian diteruskan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan terakhir oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Penghapusan Pelarangan
Di setiap perayaan Imlek itulah presiden-presiden tersebut mengeluarkan pernyataan yang menyangkut penghapusan pelarangan-pelarangan terhadap tradisi, agama, dan budaya Tionghoa di Indonesia. Presiden Yudhoyono pada saat menghadiri perayaan Imlek 2006 menyatakan bahwa Khonghucu adalah agama yang sah di Indonesia.
Sebagian golongan yang merasa tidak nyaman itu juga lupa atau tidak menyadari bahwa presiden-presiden tersebut menghadiri perayaan Imlek yang diselenggarakan Matakin seperti juga menghadiri perayaan Natal, Waisak dan Galungan.
Apakah presiden pernah menghadiri perayaan tahun baru Masehi atau tahun baru internasional (Gregorian)? Apakah perayaan Natal yang diselenggarakan oleh gabungan umat Kristen/Katolik yang dihadiri Presiden hanya satu-satunya perayaan Natal yang diselenggarakan umat Kristen/Katolik?
Tahun ini sekelompok golongan itu berusaha membuat perayaan tandingan dan berusaha mengundang Presiden Yudhoyono untuk menghadirinya, padahal dalam setiap perayaan Imlek yang diselenggarakan Matakin wajah-wajah merekalah yang muncul di media masa.
Kalau tujuannya memang mau merayakan Imlek, rayakan saja dan tidak usah iri kalau Presiden menghadiri perayaan Imlek yang diselenggarakan umat Khonghucu. Sekali lagi kalau memang mau merayakan Imlek, rayakan saja dengan atau tanpa kehadiran Presiden.
Sungguh ironis sekali ketika Imlek sekarang telah menjadi hari libur nasional dan bebas dirayakan, malah ditebarkan bibit perpecahan di kalangan masyarakat Tionghoa karena memperebutkan kehadiran Presiden! Numpang Tanya, ketika Imlek dilarang di manakah mereka?
Imlek seperti juga Natal, Tahun Baru, dan Idul Fitri sekarang telah menjadi komoditi bisnis. Toko-toko, mal, restoran, café, media massa baik cetak maupun elektronik berlomba-lomba menjual produknya.
Di samping itu banyak keluarga Tionghoa yang beragama baik itu Kristen, Katolik, dan Budha, sekarang juga telah kembali merayakan Imlek dengan makan bersama, membakar kembang api dan membagikan angpao tanpa melakukan sembahyang Tahun Baru tentunya.
Seluruh Masyarakat
Jadi memang Imlek di samping dirayakan oleh umat Khonghucu sebagai ritual agama sekarang telah kembali menjadi milik seluruh masyarakat Tionghoa di Indonesia. Di daratan Tiongkok sendiri Imlek dirayakan dengan luar biasa meriah sebagai pesta menyambut musim semi.
Demikian juga di Korea dan Jepang dirayakan sebagai Lunar New Year. Di Vietnam dirayakan sebagai Tahun Baru Tet. Imlek tahun ini didahului dengan berbagai bencana yang menimpa negeri kita. Gempa bumi, tsunami, banjir bandang, longsor, tragedi Lumpur Lapindo, dan puncaknya banjir besar yang merendam hampir seluruh Jakarta.
Berjuta-juta rakyat Indonesia hidup menderita, kedinginan, kelaparan, kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, dan anak-anak kehilangan kesempatan untuk bersekolah. Daripada uang bermiliar-miliar dihamburkan untuk rebutan perayaan Imlek, lebih baik kalau uang tersebut disumbangkan untuk korban bencana tersebut sebagai bentuk peduli dan empati kita sebagai sesama anak bangsa.
Marilah kita rayakan Imlek dengan sederhana dan penuh keprihatinan sebagai momen mawas diri dan bukan untuk pesta-pesta menghambur-hamburkan uang di tengah-tengah penderitaan sebagian besar rakyat kita.
Janganlah kita menyakiti hati rakyat yang sedang menderita! Marilah kita rayakan Imlek sebagai momen untuk persatuan bangsa terutama di kalangan masyarakat Tionghoa dan bukan menjadi sumber perpecahan!
Perayaan Tahun Baru Imlek
Dalam jutaan orang Tionghoa yang ada di dunia ini, ternyata yang mengetahui sejarah dan asal usul Tahun Baru Imlek memang tidak banyak. Biasanya mereka hanya merayakannya dari tahun ke tahun bila kalender penanggalan Imlek telah menunjukan tanggal satu bulan satu. Jenis dan cara merayakannya pun bisa berbeda dari satu suku dengan yang lain.
Hal ini dikarenakan luasnya daratan Tiongkok dengan beraneka ragamnya kondisi alam, lingkungan baik secara geografis maupun demografis, belum lagi secara etnis. Ada yang dimulai dengan sembahyang kepada Thian dan para Dewa, serta leluhur, ada pula yang dimulai dengan makan ronde, maupun kebiasaan-kebiasaan lain sebelum saling berkunjung antar sanak saudara sambil tidak lupa membagi-bagi “Ang Pau” untuk anak-anak, yang tentu saja menerimanya dengan penuh kegembiraan.
Sebenarnya penanggalan Tionghoa dipengaruhi oleh 2 system kalender, yaitu sistem Gregorian dan sistem Bulan-Matahari, dimana satu tahun terbagi rata menjadi 12 bulan sehingga tiap bulannya terdiri dari 29 ½ hari. Penanggalan ini masih dilengkapi dengan pembagian 24 musim yang amat erat hubungannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada alam, sehingga pembagian musim ini terbukti amat berguna bagi pertanian dalam menentukan saat tanam maupun saat panen.
Di bawah ini adalah beberapa contoh dari pembagian 24 musim tersebut:
- Permulaan musim semi
Hari pertama pada musim ini adalah hari pertama Perayaan Tahun Baru, atau saat dimulainya Perayaan Musim Semi (Chun Jie).
- Musim hujan
Di mana hujan mulai turun.
- Musim serangga
Serangga mulai tampak setelah tidur panjangnya selama musim dingin.
- dll (Masih terdapat 21 musim lain yang terlalu panjang untuk dibahas satu persatu)
Selain dari pembagian musim di atas, dalam penanggalan Tionghoa juga dikenal istilah Tian Gan dan Di Zhi yang merupakan cara unik dalam membagi tahun-tahun dalam hitungan siklus 60 tahunan. Masih ada lagi hitungan siklus 12 tahunan, yang kita kenal dengan “Shio”, yaitu Tikus, Sapi, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing, Babi.
Kesimpulannya, penanggalan Tionghoa tidak hanya mengikuti satu sistem saja, tetapi juga ada beberapa unsur yang mempengaruhi, yaitu musim, 5 unsur, angka langit, shio, dll. Walaupun demikian, semua perhitungan hari ini dapat terangkum dengan baik menjadi satu sistem “Penanggalan Tionghoa” yang baik, lengkap dan harmonis bahkan hampir bisa dikatakan sempurna karena sudah mencakup “Koreksi” -nya juga, sebagai contoh adalah “Lun Gwe”, merupakan bulan untuk mengkoreksi setelah satu periode tertentu.
Perayaan Tahun Baru Imlek merupakan sebuah perayaan besar bagi masyarakat Tionghoa. Menggantung lentera merah, membunyikan petasan dan menyembunyikan sapu adalah salah satu keunikan dari perayaan ini. Disamping itu, masyarakat Tionghoa juga akan mulai menempel gambar Dewa Penjaga Pintu pada hari-hari perayaan ini.
Menyembunyikan sapu
Menurut legenda, pada jaman dahulu kala terdapat seorang pedagang bernama Ou Ming yang selalu berpergian menggunakan perahu untuk menjalankan usahanya.
Suatu hari Ou sedang naik perahu di Danau Pengze. Tiba-tiba badai menghadang, sehingga perahu terdampar pada sebuah pulau. Ditengah kebingungan karena perahu rusak berat dan tidak dapat dipakai untuk meneruskan perjalanan, datang seorang bernama Qing Hongjun, pemilik dari pulau tersebut.
Qing mengundang Ou ke kediamannya dan menjamu Ou dengan hangat. Sebagai kenang-kenangan atas kunjungan Ou, Qing berminat memberikan sebuah tanda mata. Ou dipersilahkan memilih barang yang disukainya dari begitu banyak barang permata yang ada di rumah Qing.
Pada saat seorang pelayan Qing menghidangkan teh bagi Ou, secara tidak sadar terucap bahwa Ru Yuan adalah harta yang paling berharga.
Ou mendengarkan hal itu dan berpikir siapakah Ru Yuan itu. Namun dia memastikan bahwa Ru Yuan sangat berharga.
Akhirnya Ou meminta Ru Yuan kepada Qing. Meskipun pada awalnya Qing ragu, namun akhirnya Ru Yuan diberikan kepada Ou. Ternyata Ru Yuan adalah seorang pembantu wanita di rumah Qing yang sangat cantik.
Qing lalu mempersiapkan perahu untuk Ou. Pada saat perpisahan, Qing memberikan satu peti permata kepada Ru Yuan. Melihat permata yang sangat banyak, timbul pikiran jahat pada Ou untuk memiliki permata tersebut bagi dirinya sendiri.
Setibanya di rumah, Ou melayani Ru Yuan sangat baik. Sehingga lama kelamaan Ru Yuan terlena dan memberikan kunci peti permata kepada Ou.
Begitu mendapatkan kunci peti permata, sifat Ou langsung berubah total. Ru Yuan diperlakukan secara buruk dan disuruh bekerja keras siang dan malam. Menghidangkan teh, memasak, mencuci pakaian, dan banyak lainnya.
Suatu hari pada hari pertama Perayaan Tahun Baru Imlek, Ou berpikir bahwa Ru Yuan terlalu malas, karena baru bangun pada saat ayam berkokok, sehingga memukuli Ru Yuan.
Tidak tahan, Ru Yuan lari. Ou tidak tinggal diam, dia mengejar.
Melihat sebuah sapu tersandar pada pohon, Ru Yuan memutuskan untuk menghilang kedalam sapu. Bersamaan dengan menghilangnya Ru Yuan, semua harta benda dan permata yang ada di rumah Ou turut terbang dan menghilang ke dalam sapu.
Ou hanya bisa terpaku menyaksikan semuanya. Melaratlah Ou sejak saat itu.
Sesudah itu, setelah membersihkan rumah untuk menyambut Tahun Baru Imlek, orang-orang menyembunyikan sapu, dan segala macam pembersih lainnya, untuk menghindari segala hal yang diharapkan hilang tersapu.
Membunyikan Petasan
Legenda mengatakan bahwa pada jaman dahulu diatas rumpun pohon bambu hidup sekelompok makhluk aneh yang dinamakan Makhluk Gunung. Mereka pendek dan hanya memiliki satu kaki.
Pada suatu hari, di sebuah hutan bambu lewatlah satu orang desa yang membawa banyak buah-buahan dan sayur-sayuran.
Secara tiba-tiba, muncul para Makhluk Gunung dan langsung berebut mengambil buah dan sayur yang ada. Orang desa itu tidak hanya diam, ia langsung berusaha menangkap para makhluk aneh itu, dan akhirnya berhasil menangkap satu.
Ia berencana untuk membawa makhluk aneh itu kepada hakim daerah.
Saat melanjutkan perjalanan, orang desa itu berjumpa dengan sekelompok pemburu yang sedang memasak.
Mereka memberitahu kepada orang desa itu bahwa yang ditangkapnya adalah Makhluk Gunung. Makhluk itu dapat membuat orang menjadi demam dan sakit. Makhluk itu akan selalu turun pada setiap tahun baru untuk mencari makan. Siapa pun yang berhubungan dengan makhluk itu akan jatuh sakit.
Karena orang desa itu mulai merasa kedinginan, para pemburu menambahkan potongan-potongan bambu ke perapian agar udara semakin hangat.
Tiba-tiba muncul banyak Makhluk Gunung, lalu menyerang para pemburu dan orang desa itu.
Di tengah kekacauan itu, potongan bambu yang berada di perapian meletus. Letusan-letusan itu membuat para Makhluk Gunung terkejut dan lari ketakutan.
Sejak saat itu rakyat membakar potongan bambu untuk menakuti Makhluk Gunung.
Di kemudian hari, ini menjadi sebuah kebiasaan yang selalu dilakukan pada setiap Perayaan Tahun Baru Imlek.
Tahun Baru Imlek
Lampion merah digantung selama perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan
Tahun Baru Imlek adalah salah satu hari raya Tionghoa tradisional, yang dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender Tionghoa, yang jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari terjadinya hari terpendek musim dingin (Latin: solstitium, bahasa Inggris: solstice). Namun, jika ada bulan kabisat kesebelas atau kedua belas menuju tahun baru, tahun baru Imlek akan jatuh pada bulan ketiga setelah hari terpendek. Pada tahun 2005 hal ini terjadi dan baru akan terjadi lagi pada tahun 2033.
Hari raya ini juga dikenal sebagai 春節 Chūnjié (Festival Musim Semi), 農曆新年 Nónglì Xīnnián (Tahun Baru), atau 過年 Guònián.
Imlek dirayakan di seluruh dunia, termasuk di Pecinan di berbagai negara, dan merupakan hari raya terpenting bagi bangsa Tionghoa, dan banyak bangsa Asia Timur seperti bangsa Korea dan Vietnam (Tết) yang memiliki hari raya yang jatuh pada hari yang sama.
Sekitar masa tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat:
Aksara Tionghoa Sederhana: 恭喜发财 - Aksara Tionghoa Tradisional: 恭喜發財 = "selamat dan semoga banyak rejeki", dibaca:
"Gōngxǐ fācái" (bahasa Mandarin)
"Kung hei fat choi" (bahasa Kantonis)
"Kiong hi huat cai" (bahasa Hokkien)
"Kiong hi fat choi" {bahasa Hakka)
"Xīnián kuàilè" (新年快樂) = "Selamat Tahun Baru"
Tahun Baru Imlek di Indonesia
Di Indonesia, selama 1965-1998, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.
26 Januari 2009
GONG XI FA CAI
Wishing you prosperity and may everything works out as you wished and be blessed in our LORD
Makna Perayaan Tahun Baru Imlek
Perayaan Tahun Baru Imlek (Sin Cia) atau Tahun Baru Khonghucu 1 Cia Gwee 2560 menurut penanggalan masehi jatuh pada tanggal 26 Januari 2009. Bagi umat Khonghucu, Tahun Baru Imlek dirayakan dengan melaksanakan sembahyang sujud syukur ke hadirat Thian, Tuhan YME yang telah melimpahkan curahan berkat dan rahmat-Nya sepanjang tahun yang telah berlalu hingga dapat memasuki tahun yang baru. Perayaan ini mengandung makna agama yang mendalam karena diikuti berbagai upacara keagamaan/ritual yang dilaksanakan sebelum dan sesudah Tahun Bru Imlek.
Bagi orang Khonghucu Indonesia melakukan sembahyang sujud syukur pada Tahun Baru Imlek merupakan kewajiban pelaksanaan ibadah sesuai keyakinan agamanya. Umat Khonghucu tidak menyatakan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai Thun Baru Cina. Agama Khinghucu da di dunia sudah ribuan tahun sebelum negara Cina diproklamirkan. Oleh karena itu hrus dibedakan dengan orang yang kebetulan etnis Cina lalu ikut merayakannya, maka sesuatu hal yang keliru dan salah kaprah kalau persujudan dan puji syukur kepada Tuhan pada hari itu dikaitkan dengan budaya, adat dan tradisi Cina.
Janganlah menanggapi agama Khonghucu dengan menanggapi secra tradisi Cina. Dlam perkembangn suatu ajaran agama di mana agama itu lahir di suatu tempat, yang sebelumnya telah memiliki suatu tradisi dan budaya yang spesifik, maka ajaran agama ini turut mempengaruhi tradisi dan budaya setempat dan bukan sebaliknya. Namun disadari, dalam perkembangannya kemudian, agama apapun akan turut terbawa tradisi awal di mana tempat agama itu terlahir. Adalah suatu kebetulan agama Khonghucu lahir di Tiongkok, tetapi agama Lhonghucu tidak membicarakan tentang trdisi Cin namun membicarakan tentang Tuhan, Firman, Iman, Kebijakan, dan sebagainya. Dalam siftnya yang universal dan global, agama Khonghucu di Indonesia, baik dalam Kitab Sucinya, kebaktinnya, ritualnya menggunakan bahasa Indonesia tapi mengangkut hal-hal yang prinsip tentang keimanan tetap memakai bahasa Kitabnya.
Di RRC sendiri, Thun Baru Imlek dirayakan sebagai perayaan musim semi, demikian juga berlainan dengan masyarakat Cina lain yang merayakannya sebagai menyambut tahun "kelinci".
Kehadiran tulisan ini mencoba menjelaskan sepintas kilas tentang makna agama yang terkandung di dalam perayaan Tahun Baru Khongcu/Imlek, dengan maksud agar dapat menambah pengertian bagi umat Khonghucu dan segenap simpatisannya, juga umat beragama lain agar lebih dapat diketahui khalayak masyarakat guna menghindari salah persepsi.
Penanggalan Imlek
Perhitungan penanggalan Imlek semula didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar calender), dan telah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Uniknya perhitungan penanggalan ini juga didasarkan atas peredaran bumi mengelilingi matahari (solar calender), seperti penanggalan masehi. Maka terjadi penyesuaian yaitu melalui mekanisme yang dikenal sebagai 'Lun Gwee' (bulan ulang) atau penyisipan 2 (dua) bulan tambahan setiap 5 (lima) tahun. Dengan adanya penyesuaian ini maka lebih tepat disebut penanggalan Imyanglek (sistem lunisolar).
Dalam sejarah tercatat, penanggalan Imlek dimulai sejak tahun 2637 SM, sewaktu Kaisar Oet Tee / Huang Ti (2698-2598 SM) mengeluarkan siklus pertama pada tahun ke-61 masa pemerintahannya. Penanggalan Imlek sebutan asalnya adalah He Lek, yakni Penanggalan Dinasti Ke / Hsia (2205-1766 SM), di mana pertama kali mengenalkan penanggalan berdasarkan solar, dan penetapan tahun barunya bertepatan dengan tibanya musim semi. Dinasti Sing/Ien (1766-1122 SM) menetapkan tahun barunya mengikuti Dinasti He, yakni akhir musin dingin. Nabi Khongcu yang hidup pada zaman Dinasti Cou / Chin (1122-255 SM) merasakan bahwa sistem penanggalan yang dipakai Dinasti Ciu kurang mempunyai nilai praktis, yaitu karena tahun baru jtuh jatuh pada hari Tangcik (Tung Ze).Saat itu hari tengah musim dingin maka pendapat Nbi Khongcu, penanggalan Dinasti He yang paling tepat, hal itu dapat diketahui dari Sabda Nabi Khongcu : "Pakailah penanggalan Dinasti He ..." Kitab Sabda Suci (Lun Gi / Lun Yu) jilid XV : 11.
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan Nabi Khongcu adalah kesejahateraan umat manusia. Pada kehidupan zaman dahulu, penetapan saat tahun baru memegang peranan yang amat penting, karena penetapan tersebut menjadi pedoman bagi semua orang untuk mempersiapkan segala pekerjaan untuk tahun yang berjalan, terutama para petani yang akan mulai bercocok tanam pada saat akhir musim dingin dan memasuki musim semi. Penanggalan ini sangat cocok bagi petani karena penanggalan tersebut perhitungan musim, peredaran matahari, serta uraian penjelasan mengenai iklim, maka penanggalan tersebut jadi populer dan disebut juga Long Lek (penanggalan petani).
Kaisar Han Bu Tee (140-86 SM) dari Dinasti Han (206 SM-220) menetapkan agama Khonghucu sebagai agama negara, dan penanggalan yang dianjurkan oleh Nabi Khongcu, yaitu He Lek resmi dipakai semua orang, baik masyarakat maupun pemerintahan dan tahun pertamanya dihitung dari tahun kelahiran Nabi Khongcu, yaitu tahun 551 SM, dengan demikian penanggalan Imlek dan penanggalan masehi berselisih 551 tahun. Oleh karenanya jika tahun masehi saat ini 1999, maka tahun Imleknya menjadi 1999 + 551 = 2550. Karena dihitung sejak Nabi Khongcu lahir maka tahun Imlek lazim disebut sebagai Khongculek.
Sistem penanggalan Imlek ini digunakan juga dalam kehidupan keagamaan di antara umatnya di Jepang, Korea, Vietnm, Taiwan, Burma, dan negara lainnya meskipun dengan nama yang diucapkan berbeda-beda tetapi merayakan hari tahun barunya sama. Bahkan di lingkungan agama Budha Sekte Mahayana yang berkembang di kawasan Asia Timur juga menggunakan penanggalan Imlek guna menentukan hari-hari suci keagamaannya.
Tahun Baru Khongcu (Imlek) selalu jatuh pada bulan baru (Chee It / Chu Yi) setelah memasuki Tai Han (T Kan) 21 Januari (Great Cold - saat terdingin), sampai dengan tibanya Hi Swi (Yi Suei) 19 Februari (spring showers - hujan musim semi). Tapi masih dapat ditolerir paling awal 3 hari sebelumnya seperti tahun 1969 jatuh pada hari Sabtu, 18 Januari 1969.
Makna Religius
Pergantian tahun yang baru merupakan suatu penyesuaian terhadap gejala alam semesta, yang dilambangkan berkah-Nya melimpah bagi semua mahluk hidup. Di dalam kehidupan manusia, tahun baru merupakan suatu masa tentang keharmonisan dalam tata kehidupan, semua umat bergembira menyambut kehadiran tahun yang baru ini dengan penuh harap. Sesungguhny pa bedanya tahun kemarin dengan tahun baru, malam kemarin dengan malam tahun baru? Mengapakah pergantian tahun disertai dengan makna yang sarat, sehingga sanggup menghimpun manusia untuk merayakannya?
Pergantian tahun merupakan suatu momentum untuk menyadari secara mendalam, bahwa kita terikat oleh waktu. Bersamaan dengan itu gejala perubahan alam dalam masa pergntian tahun, manusia diingtkan bahwa ia hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Keterikatan perjalanan hidup terhadap ruang dan waktu menyadarkan kita sebagai makhluk yang kecil dan lemah di hadapan Tuhan, kekuasaan yang mengatur alam semesta ini. Sekurang-kurangnya manusia mengucapkan syukur, berterima kasih karena masih diberi kesempatan menjalani kehidupan dalam ruang dan waktu ini. Karunia Thian, Tuhan YME berlimpah dicurahkan kepada umat manusia. Oleh karena itu sudah sewajarnya manusia sadar untuk berusaha menengadah mengucapkan puji syukur. Pada saat ini kita berusaha memperbaiki diri dan mengakhiri semua permusuhan, kebencian, dan kejahatan.
"Sungguh Maha Besarlah Kebijakan Kwi Sien (Tuhan dalam sifat-Nya Yang Maha Rokh). Dilihat tiada tampak, didengar tiada terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia. Demikianlah menjadikan umat manusia di dunia berpuasa membersihkan hati dan mengenakan pakaian lengkap sujud bersembahyang kepada-Nya. Sungguh Maha Besarlah Dia, sehingga terasakan di atas dan di kanan kiri kita. Adapun kenyataan Tuhan Yang Maha Rokh itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan. Maka sungguh jelas sifat-Nya yang halus itu, sehingga tidak dapat disembunyikan dari iman kita, demikianlah Dia." Kitab Tengah Sempurna (Tiong Yong / Chung Yung) Bab XV.
Pada hari pertama tahun baru Imlek semua umat Khonghucu bertingkah laku dengan cara yang berlainan dari biasanya. Rumah dibersihkan, orang menghias diri dengan pakaian yang baru, menyediakan makanan yang enak. Kesemuanya itu, seluruh kehidupan jasmani rohaninya diliputi rasa gembira dan bahagia, yang dibarengi dengan rasa dan suasana cinta kasih kepada sesama manusia, rasa syukur kepada Tuhan YME.
Pada Tahun Baru Khongcu/Imlek ini, umat Khonghucu melaksanakan sembahyang sujud ke hadirat Tuhan sesuai dengan apa yang diperintahkan agama, sebagaimana yang disabdakan Nabi Khongcu : "Pada permulaan tahun (Liep Chun), jadikanlah sebagai hari agung untuk bersembahyang besar ke hadirat Tuhan." Kitab Lee Ki / Li Chi bagian Gwat Ling.
Berkaitan dengan perayaan Imlek pada tahun 1999 ini, maka Badan Pengurus MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) mengeluarkan seruan kepada segenap umat Khonghucu dan segenap simpatisan di seluruh tanah air, agar perayaan tersebut hendaknya dilakukan secara sederhana. Karena hakekat tahun baru bukan untuk berhura-hura atau berpesta pora, melainkan untuk merenung, berkontemplasi, bersujud syukur ke hadirat Tuhan, 'sungkem' kepada orang tua, melakukan introspeksi dan membina diri, serta memperbaiki tali silaturahmi dan tali persaudaraan sesama manusia. Perayaan Tahun Baru Imlek di kala keadaan krisis seperti saat ini, akan lebih tepat bila digunakan untuk lebih meningkatkan kepedulian sosial kita terhadap lingkungan. Tindakan berpesta pora pada saat krisis, tidak saja kurang etis namun juga bisa menambah berat beban perekonomian secara makro karena bisa memancing kenaikan harga.
Rangkaian Kegiatan Keagamaan
Perayaan Tahun Baru Imlek sudah mulai dipersiapkan ritual keagamaannya sejak 7 hari menjelang tahun baru dengan melaksanakan sembahyang menghantar Malaikat Dapur (Co Kun Kong), dan bagi umat Khonghucu yang penghidupannya sudah mapan saat ini berkesempatan untuk memberi santunan kepada mereka yang berkekurangan. Maka hari itu disebut juga sebagai Hari Persaudaraan (Ji Si Siang Ang).
Selanjutnya sehari sebelum tahun baru, sembahyang penutup tahun sekaligus menyambut tibanya tahun baru yang dilakukan persujudan rasa syukur ke hadirat Tuhan yang berkenan melindungi dan memberkahi sepanjang tahun yang akan ditinggalkan dan memohon agar tahun yang akan dimasuki dapat menghantar kepada kondisi kehidupan yang lebih baik daripadaa tahun lalu. Dalam sembahyang ini disampaikan pula hormat kepada orang tua yang sudah meninggal dunia juga kepada leluhur sebagai perwujudan bakti dan rasa terima kasih atas asuhannya. Hari itu juga biasanya para keluarga memperindah rumah, membuat kue, dan melaksanakan perayaan ini secara sederhana, tulus dan penuh hikmah tanpa kesan berlebihan.
Pada saat memasuki detik-detik tahun baru, sembahyang dilaksanakan lagi dengan penuh hikmat, khusuk dan gembira kemudian saling memberi hormat dan mendoakan semoga panjang umut, murah rejeki dan sehat sejahtera sambil memohon ampunan kepada orang tua dengan melakukan sungkem/hormat (Kui Ping Sien). Sedangkan kepada saudara saling memaafkan lalu saling mengunjungi sanak keluarga dan sehabat untuk menyampaikan hormat dan saling mendoakan diiringi maaf memaafkan.
Hari keempat di tahun yang baru dilakukan sembahyang untuk menyambut turunnya Malaikat Dapur (Co Kun Kong). Dapur merupakan salah satu bagian penting dari sebuah rumah tangga, karena di tempat ini semua kegiatan mengolah makanan untuk santapan keluarga dilakukan. Oleh karenanya dapur perlu dipelihara dengan baik, selain perlu selalu dijaga kebersihannya.
Kemudian hari kedelapan menjelang hari kesembilan (dilaksanakan pada Si/jam pertama), sembahyang beesar kepada Tuhan (King Thi Kong). Sesuai dengan amanat suci dalam Kitab Lee Ki (kitab kesusilaan), dilaksanakan dengan mempersiapkan diri secara khusus berpantang makanan (berpuasa/vegetaris) sejak hari ketiga sampai berakhirnya sembahyang King Thi Kong. Sembahyang ini merupakan sembahyang besar dengan peyerahan diri secara total kepada Tuhan yang bermakna betapa manusia demikian kecilnya di hadapan-Nya.
Pada hari ketigabelas, dilaksanakan upacara suci memperingati kemuliaan Kwan Kong (Dewa yang melambangkan sikap Ksatria, Setia, Berani, Bijaksana, dan taat pada agama).
Pada hari kelimabelas dilaksanakan upacara Purnama Raya (Cap Go Meh/Goan Siau) hari yang penuh makna, dan sarat dengan upacara keagamaan dalam istilah masyarakat Manado adalah "pesiar Toapekong".
Merayakan Tahun Baru Imlek : Boleh atau Tidak?
Ada apa dan bagaimana sebenarnya hingga tahun baru Imlek senantiasa mendapat tanggapan negatif serta mengundang anggapan bahwa menghambat pembauran, mengancam persatuan dan kesatuan bangsa?
Imlek di Indonesia
Aslinya Imlek atau Sin Tjia adalah sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Cina yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru. Perayaan ini juga berkaitan dengan pesta para petani untuk menyambut musim semi. Perayaan ini dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama. Acaranya meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari persembahyangan ini adalah sebagai wujud syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.
Karena perayaan Imlek berasal dari kebudayaan petani, maka segala bentuk persembahannya adalah berupa berbagai jenis makanan. Idealnya, pada setiap acara sembahyang Imlek disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili lambang-lambang shio yang berjumlah 12. Di Cina, hidangan yang wajib adalah mie panjang umur (siu mi) dan arak. Di Indonesia, hidangan yang dipilih biasanya hidangan yang mempunyai arti "kemakmuran," "panjang umur," "keselamatan," atau "kebahagiaan," dan merupakan hidangan kesukaan para leluhur.
Kue-kue yang dihidangkan biasanya lebih manis daripada biasanya. Diharapkan, kehidupan di tahun mendatang menjadi lebih manis. Di samping itu dihidangkan pula kue lapis sebagai perlambang rezeki yang berlapis-lapis. Kue mangkok dan kue keranjang juga merupakan makanan yang wajib dihidangkan pada waktu persembahyangan menyambut datangnya tahun baru Imlek. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.
Ada juga makanan yang dihindari dan tidak dihidangkan, misalnya bubur. Bubur tidak dihidangkan karena makanan ini melambangkan kemiskinan.
Kedua belas hidangan itu lalu disusun di meja sembahyang yang bagian depannya digantungi dengan kain khusus yang biasanya bergambar naga berwarna merah. Pemilik rumah lalu berdoa memanggil para leluhurnya untuk menyantap hidangan yang disuguhkan.
Di malam tahun baru orang-orang biasanya bersantap di rumah atau di restoran. Setelah selesai makan malam mereka bergadang semalam suntuk dengan pintu rumah dibuka lebar-lebar agar rezeki bisa masuk ke rumah dengan leluasa. Pada waktu ini disediakan camilan khas Imlek berupa kuaci, kacang, dan permen.
Pada waktu Imlek, makanan yang tidak boleh dilupakan adalah lapis legit, kue nastar, kue semprit, kue mawar, serta manisan kolang-kaling. Agar pikiran menjadi jernih, disediakan agar-agar yang dicetak seperti bintang sebagai simbol kehidupan yang terang.
Tujuh hari sesudah Imlek dilakukan persembahyangan kepada Sang Pencipta. Tujuannya adalah sujud kepadaNya dan memohon kehidupan yang lebih baik di tahun yang baru dimasuki.
Lima belas hari sesudah Imlek dilakukan sebuah perayaan yang disebut dengan Cap Go Meh. Masyarakat keturunan Cina di Semarang merayakannya dengan menyuguhkan lontong Cap Go Meh yang terdiri dari lontong, opor ayam, lodeh terung, telur pindang, sate abing, dan sambal docang. Sementara di Jakarta, menunya adalah lontong, sayur godog, telur pindang, dan bubuk kedelai.
Pada waktu perayaan Imlek juga dirayakan berbagai macam keramaian yang menyuguhkan atraksi barongsai dan kembang api.
Imlek Perayaan Agama atau Budaya?
Pada 26 Januari 2009 masyarakat Tionghoa di Indonesia kembali akan merayakan Tahun Baru Imlek 2560 secara terbuka dan meriah, yang pada masa rezim Orde Baru mustahil dilakukan karena adanya larangan dari pihak penguasa yang sangat otoriter dan represif.
Seiring dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan berlangsungnya reformasi maka saat ini hampir seluruh peraturan yang mendiskriminasi etnis Tionghoa, termasuk kesempatan untuk menjadi presiden dan pelarangan ritual kepercayaan, agama, tradisi, bahasa, dan aksara Tionghoa boleh dikatakan hampir seluruhnya telah dieliminasi.
Yang tersisa adalah peraturan-peraturan dalam Staatsblad yang mengatur Catatan Sipil yang mudah-mudahan dengan Undang-undang mengenai Administrasi Kependudukan yang RUU-nya sedang digodok di DPR akan lenyap untuk selama-lamanya.
Selaras dengan dihapuskannya pelarangan-pelarangan tersebut, Tahun Baru Imlek yang telah dinyatakan sebagai hari libur nasional dengan sendirinya bebas untuk dirayakan secara terbuka.
Tahun Baru Imlek yang semasa Orde Baru dijauhi dan dianggap haram oleh sebagian kalangan masyarakat Tionghoa karena takut kepada penguasa, sekarang telah menjadi bahan rebutan dan klaim-klaiman dari sebagian kalangan Tionghoa tersebut.
Imlek bagi sekelompok “tokoh” Tionghoa tersebut telah menjadi komoditi yang perlu dikuasai. Argumentasi kelompok ini perayaan Imlek adalah perayaan budaya yang menjadi milik seluruh masyarakat Tionghoa dan bukan milik sekelompok Tionghoa saja.
Di sisi lain bagi Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) yang mewadahi umat Khonghucu di Indonesia, Tahun Baru Imlek adalah puncak dari ritual keyakinannya, namun walau begitu mereka tentunya tidak berhak untuk mengklaim bahwa Tahun Baru Imlek hanya milik umat Khonghucu saja dan memang selama ini belum pernah ada pernyataan yang berisi klaim tersebut.
Dengan jujur kita harus mengakui bahwa karena keyakinannya, di masa rezim Orde Baru umat Khonghucu tetap konsisten merayakan Tahun Baru Imlek dengan ritual Sembahyang Tahun Baru, Sembahyang Tuhan Allah, Capgomeh dan sembahyang ke litang-litang atau kelenteng-kelenteng.
Keluarga umat Khonghucu tetap menyambut Tahun Baru Imlek dengan berpakaian baru, makan bersama, saling mengucapkan selamat dan membagi angpao.
Yang menjadi masalah bagi sekelompok “tokoh” Tionghoa tersebut mereka penasaran dan tidak merasa nyaman bahwa perayaan Imlek nasional yang diselenggarakan umat Khonghucu yang pada umumnya kalangan peranakan menengah ke bawah setiap tahun dihadiri oleh presiden yang dimulai oleh Presiden Abdurrahman Wahid kemudian diteruskan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan terakhir oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Penghapusan Pelarangan
Di setiap perayaan Imlek itulah presiden-presiden tersebut mengeluarkan pernyataan yang menyangkut penghapusan pelarangan-pelarangan terhadap tradisi, agama, dan budaya Tionghoa di Indonesia. Presiden Yudhoyono pada saat menghadiri perayaan Imlek 2006 menyatakan bahwa Khonghucu adalah agama yang sah di Indonesia.
Sebagian golongan yang merasa tidak nyaman itu juga lupa atau tidak menyadari bahwa presiden-presiden tersebut menghadiri perayaan Imlek yang diselenggarakan Matakin seperti juga menghadiri perayaan Natal, Waisak dan Galungan.
Apakah presiden pernah menghadiri perayaan tahun baru Masehi atau tahun baru internasional (Gregorian)? Apakah perayaan Natal yang diselenggarakan oleh gabungan umat Kristen/Katolik yang dihadiri Presiden hanya satu-satunya perayaan Natal yang diselenggarakan umat Kristen/Katolik?
Tahun ini sekelompok golongan itu berusaha membuat perayaan tandingan dan berusaha mengundang Presiden Yudhoyono untuk menghadirinya, padahal dalam setiap perayaan Imlek yang diselenggarakan Matakin wajah-wajah merekalah yang muncul di media masa.
Kalau tujuannya memang mau merayakan Imlek, rayakan saja dan tidak usah iri kalau Presiden menghadiri perayaan Imlek yang diselenggarakan umat Khonghucu. Sekali lagi kalau memang mau merayakan Imlek, rayakan saja dengan atau tanpa kehadiran Presiden.
Sungguh ironis sekali ketika Imlek sekarang telah menjadi hari libur nasional dan bebas dirayakan, malah ditebarkan bibit perpecahan di kalangan masyarakat Tionghoa karena memperebutkan kehadiran Presiden! Numpang Tanya, ketika Imlek dilarang di manakah mereka?
Imlek seperti juga Natal, Tahun Baru, dan Idul Fitri sekarang telah menjadi komoditi bisnis. Toko-toko, mal, restoran, café, media massa baik cetak maupun elektronik berlomba-lomba menjual produknya.
Di samping itu banyak keluarga Tionghoa yang beragama baik itu Kristen, Katolik, dan Budha, sekarang juga telah kembali merayakan Imlek dengan makan bersama, membakar kembang api dan membagikan angpao tanpa melakukan sembahyang Tahun Baru tentunya.
Seluruh Masyarakat
Jadi memang Imlek di samping dirayakan oleh umat Khonghucu sebagai ritual agama sekarang telah kembali menjadi milik seluruh masyarakat Tionghoa di Indonesia. Di daratan Tiongkok sendiri Imlek dirayakan dengan luar biasa meriah sebagai pesta menyambut musim semi.
Demikian juga di Korea dan Jepang dirayakan sebagai Lunar New Year. Di Vietnam dirayakan sebagai Tahun Baru Tet. Imlek tahun ini didahului dengan berbagai bencana yang menimpa negeri kita. Gempa bumi, tsunami, banjir bandang, longsor, tragedi Lumpur Lapindo, dan puncaknya banjir besar yang merendam hampir seluruh Jakarta.
Berjuta-juta rakyat Indonesia hidup menderita, kedinginan, kelaparan, kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, dan anak-anak kehilangan kesempatan untuk bersekolah. Daripada uang bermiliar-miliar dihamburkan untuk rebutan perayaan Imlek, lebih baik kalau uang tersebut disumbangkan untuk korban bencana tersebut sebagai bentuk peduli dan empati kita sebagai sesama anak bangsa.
Marilah kita rayakan Imlek dengan sederhana dan penuh keprihatinan sebagai momen mawas diri dan bukan untuk pesta-pesta menghambur-hamburkan uang di tengah-tengah penderitaan sebagian besar rakyat kita.
Janganlah kita menyakiti hati rakyat yang sedang menderita! Marilah kita rayakan Imlek sebagai momen untuk persatuan bangsa terutama di kalangan masyarakat Tionghoa dan bukan menjadi sumber perpecahan!
Perayaan Tahun Baru Imlek
Dalam jutaan orang Tionghoa yang ada di dunia ini, ternyata yang mengetahui sejarah dan asal usul Tahun Baru Imlek memang tidak banyak. Biasanya mereka hanya merayakannya dari tahun ke tahun bila kalender penanggalan Imlek telah menunjukan tanggal satu bulan satu. Jenis dan cara merayakannya pun bisa berbeda dari satu suku dengan yang lain.
Hal ini dikarenakan luasnya daratan Tiongkok dengan beraneka ragamnya kondisi alam, lingkungan baik secara geografis maupun demografis, belum lagi secara etnis. Ada yang dimulai dengan sembahyang kepada Thian dan para Dewa, serta leluhur, ada pula yang dimulai dengan makan ronde, maupun kebiasaan-kebiasaan lain sebelum saling berkunjung antar sanak saudara sambil tidak lupa membagi-bagi “Ang Pau” untuk anak-anak, yang tentu saja menerimanya dengan penuh kegembiraan.
Sebenarnya penanggalan Tionghoa dipengaruhi oleh 2 system kalender, yaitu sistem Gregorian dan sistem Bulan-Matahari, dimana satu tahun terbagi rata menjadi 12 bulan sehingga tiap bulannya terdiri dari 29 ½ hari. Penanggalan ini masih dilengkapi dengan pembagian 24 musim yang amat erat hubungannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada alam, sehingga pembagian musim ini terbukti amat berguna bagi pertanian dalam menentukan saat tanam maupun saat panen.
Di bawah ini adalah beberapa contoh dari pembagian 24 musim tersebut:
- Permulaan musim semi
Hari pertama pada musim ini adalah hari pertama Perayaan Tahun Baru, atau saat dimulainya Perayaan Musim Semi (Chun Jie).
- Musim hujan
Di mana hujan mulai turun.
- Musim serangga
Serangga mulai tampak setelah tidur panjangnya selama musim dingin.
- dll (Masih terdapat 21 musim lain yang terlalu panjang untuk dibahas satu persatu)
Selain dari pembagian musim di atas, dalam penanggalan Tionghoa juga dikenal istilah Tian Gan dan Di Zhi yang merupakan cara unik dalam membagi tahun-tahun dalam hitungan siklus 60 tahunan. Masih ada lagi hitungan siklus 12 tahunan, yang kita kenal dengan “Shio”, yaitu Tikus, Sapi, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing, Babi.
Kesimpulannya, penanggalan Tionghoa tidak hanya mengikuti satu sistem saja, tetapi juga ada beberapa unsur yang mempengaruhi, yaitu musim, 5 unsur, angka langit, shio, dll. Walaupun demikian, semua perhitungan hari ini dapat terangkum dengan baik menjadi satu sistem “Penanggalan Tionghoa” yang baik, lengkap dan harmonis bahkan hampir bisa dikatakan sempurna karena sudah mencakup “Koreksi” -nya juga, sebagai contoh adalah “Lun Gwe”, merupakan bulan untuk mengkoreksi setelah satu periode tertentu.
Perayaan Tahun Baru Imlek merupakan sebuah perayaan besar bagi masyarakat Tionghoa. Menggantung lentera merah, membunyikan petasan dan menyembunyikan sapu adalah salah satu keunikan dari perayaan ini. Disamping itu, masyarakat Tionghoa juga akan mulai menempel gambar Dewa Penjaga Pintu pada hari-hari perayaan ini.
Menyembunyikan sapu
Menurut legenda, pada jaman dahulu kala terdapat seorang pedagang bernama Ou Ming yang selalu berpergian menggunakan perahu untuk menjalankan usahanya.
Suatu hari Ou sedang naik perahu di Danau Pengze. Tiba-tiba badai menghadang, sehingga perahu terdampar pada sebuah pulau. Ditengah kebingungan karena perahu rusak berat dan tidak dapat dipakai untuk meneruskan perjalanan, datang seorang bernama Qing Hongjun, pemilik dari pulau tersebut.
Qing mengundang Ou ke kediamannya dan menjamu Ou dengan hangat. Sebagai kenang-kenangan atas kunjungan Ou, Qing berminat memberikan sebuah tanda mata. Ou dipersilahkan memilih barang yang disukainya dari begitu banyak barang permata yang ada di rumah Qing.
Pada saat seorang pelayan Qing menghidangkan teh bagi Ou, secara tidak sadar terucap bahwa Ru Yuan adalah harta yang paling berharga.
Ou mendengarkan hal itu dan berpikir siapakah Ru Yuan itu. Namun dia memastikan bahwa Ru Yuan sangat berharga.
Akhirnya Ou meminta Ru Yuan kepada Qing. Meskipun pada awalnya Qing ragu, namun akhirnya Ru Yuan diberikan kepada Ou. Ternyata Ru Yuan adalah seorang pembantu wanita di rumah Qing yang sangat cantik.
Qing lalu mempersiapkan perahu untuk Ou. Pada saat perpisahan, Qing memberikan satu peti permata kepada Ru Yuan. Melihat permata yang sangat banyak, timbul pikiran jahat pada Ou untuk memiliki permata tersebut bagi dirinya sendiri.
Setibanya di rumah, Ou melayani Ru Yuan sangat baik. Sehingga lama kelamaan Ru Yuan terlena dan memberikan kunci peti permata kepada Ou.
Begitu mendapatkan kunci peti permata, sifat Ou langsung berubah total. Ru Yuan diperlakukan secara buruk dan disuruh bekerja keras siang dan malam. Menghidangkan teh, memasak, mencuci pakaian, dan banyak lainnya.
Suatu hari pada hari pertama Perayaan Tahun Baru Imlek, Ou berpikir bahwa Ru Yuan terlalu malas, karena baru bangun pada saat ayam berkokok, sehingga memukuli Ru Yuan.
Tidak tahan, Ru Yuan lari. Ou tidak tinggal diam, dia mengejar.
Melihat sebuah sapu tersandar pada pohon, Ru Yuan memutuskan untuk menghilang kedalam sapu. Bersamaan dengan menghilangnya Ru Yuan, semua harta benda dan permata yang ada di rumah Ou turut terbang dan menghilang ke dalam sapu.
Ou hanya bisa terpaku menyaksikan semuanya. Melaratlah Ou sejak saat itu.
Sesudah itu, setelah membersihkan rumah untuk menyambut Tahun Baru Imlek, orang-orang menyembunyikan sapu, dan segala macam pembersih lainnya, untuk menghindari segala hal yang diharapkan hilang tersapu.
Membunyikan Petasan
Legenda mengatakan bahwa pada jaman dahulu diatas rumpun pohon bambu hidup sekelompok makhluk aneh yang dinamakan Makhluk Gunung. Mereka pendek dan hanya memiliki satu kaki.
Pada suatu hari, di sebuah hutan bambu lewatlah satu orang desa yang membawa banyak buah-buahan dan sayur-sayuran.
Secara tiba-tiba, muncul para Makhluk Gunung dan langsung berebut mengambil buah dan sayur yang ada. Orang desa itu tidak hanya diam, ia langsung berusaha menangkap para makhluk aneh itu, dan akhirnya berhasil menangkap satu.
Ia berencana untuk membawa makhluk aneh itu kepada hakim daerah.
Saat melanjutkan perjalanan, orang desa itu berjumpa dengan sekelompok pemburu yang sedang memasak.
Mereka memberitahu kepada orang desa itu bahwa yang ditangkapnya adalah Makhluk Gunung. Makhluk itu dapat membuat orang menjadi demam dan sakit. Makhluk itu akan selalu turun pada setiap tahun baru untuk mencari makan. Siapa pun yang berhubungan dengan makhluk itu akan jatuh sakit.
Karena orang desa itu mulai merasa kedinginan, para pemburu menambahkan potongan-potongan bambu ke perapian agar udara semakin hangat.
Tiba-tiba muncul banyak Makhluk Gunung, lalu menyerang para pemburu dan orang desa itu.
Di tengah kekacauan itu, potongan bambu yang berada di perapian meletus. Letusan-letusan itu membuat para Makhluk Gunung terkejut dan lari ketakutan.
Sejak saat itu rakyat membakar potongan bambu untuk menakuti Makhluk Gunung.
Di kemudian hari, ini menjadi sebuah kebiasaan yang selalu dilakukan pada setiap Perayaan Tahun Baru Imlek.
Tahun Baru Imlek
Lampion merah digantung selama perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan
Tahun Baru Imlek adalah salah satu hari raya Tionghoa tradisional, yang dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender Tionghoa, yang jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari terjadinya hari terpendek musim dingin (Latin: solstitium, bahasa Inggris: solstice). Namun, jika ada bulan kabisat kesebelas atau kedua belas menuju tahun baru, tahun baru Imlek akan jatuh pada bulan ketiga setelah hari terpendek. Pada tahun 2005 hal ini terjadi dan baru akan terjadi lagi pada tahun 2033.
Hari raya ini juga dikenal sebagai 春節 Chūnjié (Festival Musim Semi), 農曆新年 Nónglì Xīnnián (Tahun Baru), atau 過年 Guònián.
Imlek dirayakan di seluruh dunia, termasuk di Pecinan di berbagai negara, dan merupakan hari raya terpenting bagi bangsa Tionghoa, dan banyak bangsa Asia Timur seperti bangsa Korea dan Vietnam (Tết) yang memiliki hari raya yang jatuh pada hari yang sama.
Sekitar masa tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat:
Aksara Tionghoa Sederhana: 恭喜发财 - Aksara Tionghoa Tradisional: 恭喜發財 = "selamat dan semoga banyak rejeki", dibaca:
"Gōngxǐ fācái" (bahasa Mandarin)
"Kung hei fat choi" (bahasa Kantonis)
"Kiong hi huat cai" (bahasa Hokkien)
"Kiong hi fat choi" {bahasa Hakka)
"Xīnián kuàilè" (新年快樂) = "Selamat Tahun Baru"
Tahun Baru Imlek di Indonesia
Di Indonesia, selama 1965-1998, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.
Comments