Pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto Senin (30/10/2016) menyejukkan suasana jelang demo 4 November 2016. Menko Kemaritiman Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap kisah di balik pertemuan itu, lengkap dengan kesepakatan Jokowi dan Prabowo. Simak kisahnya selengkapnya.
Luhut menuliskan kisah itu lewat akun Facebook resminya, Selasa (1/11/2016). Berikut kisah di balik pertemuan Jokowi dan Prabowo yang dituliskan secara lengkap oleh Luhut:
Saya kenal Pak Prabowo sejak dari pangkat Letnan. Sudah lebih dari 30 tahun kami berteman, walaupun kadang kami berbeda pendapat. Tapi kalau kami sudah bicara tentang NKRI, kami jadi sepakat, kami jadi satu dan kokoh. Kami tidak mau ditawar soal itu.
Perbedaan pendapat itu juga mewarnai momen makan siang bersama kami beberapa waktu lalu, sebelum kunjungan Presiden ke Hambalang. Siang itu saya menyampaikan maksud Presiden untuk memenuhi janji yang diucapkannya 2014 silam, yakni untuk mengunjungi kediaman Pak Prabowo di Hambalang. Karena humble dan sangat menghargai sistem, Pak Prabowo awalnya menyampaikan kesanggupannya untuk menghadap ke Istana Negara. Tapi akhirnya beliau sepakat juga bahwa Pak Jokowi yang akan pergi ke Hambalang.
Pertemuan kedua tokoh nasional kemarin di Hambalang berlangsung dalam suasana yang sangat cair, meskipun dulu mereka merupakan rival ketat. Banyak guyonan di sana-sini meski tetap ada diskusi-diskusi serius. Topik pembicaraan adalah seputar masalah keamanan, ekonomi nasional, sampai tentang berkuda.
Ada 1 titik di mana mereka bersepakat bahwa negara ini harus dikelola dengan demokrasi yang baik, tanpa perpecahan. Boleh saja kita berbeda pendapat, tapi jangan sampai kita saling mengeluarkan sumpah serapah.
Saya pikir pertemuan kemarin merupakan contoh kematangan berdemokrasi. Bahwa rivalitas boleh saja, tapi persahabatan harus tetap dipegang sehingga tidak melahirkan perasaan dendam. Yang paling penting, pada pertemuan kemarin mereka memberikan contoh kepada elit-elit Indonesia tentang bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang benar.
Jangan lupa bahwa kita hidup di negara yang majemuk.
Luhut menuliskan kisah itu lewat akun Facebook resminya, Selasa (1/11/2016). Berikut kisah di balik pertemuan Jokowi dan Prabowo yang dituliskan secara lengkap oleh Luhut:
Saya kenal Pak Prabowo sejak dari pangkat Letnan. Sudah lebih dari 30 tahun kami berteman, walaupun kadang kami berbeda pendapat. Tapi kalau kami sudah bicara tentang NKRI, kami jadi sepakat, kami jadi satu dan kokoh. Kami tidak mau ditawar soal itu.
Perbedaan pendapat itu juga mewarnai momen makan siang bersama kami beberapa waktu lalu, sebelum kunjungan Presiden ke Hambalang. Siang itu saya menyampaikan maksud Presiden untuk memenuhi janji yang diucapkannya 2014 silam, yakni untuk mengunjungi kediaman Pak Prabowo di Hambalang. Karena humble dan sangat menghargai sistem, Pak Prabowo awalnya menyampaikan kesanggupannya untuk menghadap ke Istana Negara. Tapi akhirnya beliau sepakat juga bahwa Pak Jokowi yang akan pergi ke Hambalang.
Pertemuan kedua tokoh nasional kemarin di Hambalang berlangsung dalam suasana yang sangat cair, meskipun dulu mereka merupakan rival ketat. Banyak guyonan di sana-sini meski tetap ada diskusi-diskusi serius. Topik pembicaraan adalah seputar masalah keamanan, ekonomi nasional, sampai tentang berkuda.
Ada 1 titik di mana mereka bersepakat bahwa negara ini harus dikelola dengan demokrasi yang baik, tanpa perpecahan. Boleh saja kita berbeda pendapat, tapi jangan sampai kita saling mengeluarkan sumpah serapah.
Saya pikir pertemuan kemarin merupakan contoh kematangan berdemokrasi. Bahwa rivalitas boleh saja, tapi persahabatan harus tetap dipegang sehingga tidak melahirkan perasaan dendam. Yang paling penting, pada pertemuan kemarin mereka memberikan contoh kepada elit-elit Indonesia tentang bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang benar.
Jangan lupa bahwa kita hidup di negara yang majemuk.
Comments