Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen PolBudi Waseso mengaku pernah mengajukan program sosialisasi bahaya narkoba lewat kurikulum SD, SMP, SMA kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun sayangnya, usulan itu pernah terealisasikan selama Anies Baswedan masih menjabat.
"Produk saya banyak. Mohon izin pak (Menko Polhukam Wiranto) sudah membuat buku untuk dimasukkan ke kurikulum SD, SMP, SMA. Sudah jadi semenjak saya tiga bulan jadi kepala BNN dan sudah saya serahkan pada Menteri Pendidikan lama ( Anies Baswedan) dan Menteri PMK (Puan Maharani), tapi 2016 tidak masuk kurikulum," kata Waseso saat acara diskusi di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha Jakarta, Rabu (27/10).
Acara diskusi capaian dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bidang politik, hukum dan keamanan ini dihadiri Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Menko Polhukam Wiranto, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Kepala BNN Budi Waseso, Kepala BNPT Suhardi Alius.
Kepala BNN mengatakan, sosialisasi terhadap anak didik ini sangat penting dan bisa dimasukkan dalam kurikulum 2017. Waseso menjelaskan sosialisasi antinarkoba sedini mungkin sangat penting karena bandar narkoba sudah mulai meregenerasi pasarnya dengan menyasar anak TK dan SD.
"Sekarang yang sangat miris adalah kegiatan jaringan narkoba itu sudah meregenerasi pasar. Korbannya sudah anak TK, anak SD. Kami temukan kasus itu dibiayai oleh jaringan (narkoba). Setelah pangsa pasarnya saat ini habis, mereka menciptakan pasar selanjutnya, ini jahat," ungkapnya.
Waseso juga menjelaskan banyak pemakai barang haram ini karena ketidaktahuan masyarakat bahwa yang dikonsumsinya itu narkoba. Hal itu terjadi saat terungkapnya kasus penggunaan aspat alias sabu yang dipakai Gatot Bradjamusti dan pengikutnya.
"Jadi kita belajar dari (kasus) AA Gatot (Bradjamusti), murid-muridnya tidak tahu kalau aspat itu adalah sabu, yang diplesetkan bahwa itu makanan jin yang harus dipakai," kata Waseso.
Kepala BNN ini juga mengungkap kejadian di pesantren lain para santrinya menggunakan pil ekstasi yang dianggap vitamin. Di mana obat tersebut diyakini bisa menambah kuat untuk berzikir semalam suntuk.
"Ekstasi dianggap sebagai obat kuat untuk zikir. Mereka tak mengerti kalau itu ekstasi, bahkan muridnya bilang ke kiainya bahwa ada vitamin kalau tahan zikir sampai pagi dan celakanya kiainya pakai karena tidak tahu juga," kata Waseso.
Menurut Waseso, ketidaktahuan masyarakat ini karena kurangnya sosialisasi dan ini menjadi tanggung jawab dirinya dan instansi lain yang terkait serta masyarakat. "Sebenarnya (BNN) sudah membuat website untuk sosialisasi bahaya narkoba, tetapi ini dianggap tidak menarik," kata Waseso.
"Produk saya banyak. Mohon izin pak (Menko Polhukam Wiranto) sudah membuat buku untuk dimasukkan ke kurikulum SD, SMP, SMA. Sudah jadi semenjak saya tiga bulan jadi kepala BNN dan sudah saya serahkan pada Menteri Pendidikan lama ( Anies Baswedan) dan Menteri PMK (Puan Maharani), tapi 2016 tidak masuk kurikulum," kata Waseso saat acara diskusi di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha Jakarta, Rabu (27/10).
Acara diskusi capaian dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bidang politik, hukum dan keamanan ini dihadiri Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Menko Polhukam Wiranto, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Kepala BNN Budi Waseso, Kepala BNPT Suhardi Alius.
Kepala BNN mengatakan, sosialisasi terhadap anak didik ini sangat penting dan bisa dimasukkan dalam kurikulum 2017. Waseso menjelaskan sosialisasi antinarkoba sedini mungkin sangat penting karena bandar narkoba sudah mulai meregenerasi pasarnya dengan menyasar anak TK dan SD.
"Sekarang yang sangat miris adalah kegiatan jaringan narkoba itu sudah meregenerasi pasar. Korbannya sudah anak TK, anak SD. Kami temukan kasus itu dibiayai oleh jaringan (narkoba). Setelah pangsa pasarnya saat ini habis, mereka menciptakan pasar selanjutnya, ini jahat," ungkapnya.
Waseso juga menjelaskan banyak pemakai barang haram ini karena ketidaktahuan masyarakat bahwa yang dikonsumsinya itu narkoba. Hal itu terjadi saat terungkapnya kasus penggunaan aspat alias sabu yang dipakai Gatot Bradjamusti dan pengikutnya.
"Jadi kita belajar dari (kasus) AA Gatot (Bradjamusti), murid-muridnya tidak tahu kalau aspat itu adalah sabu, yang diplesetkan bahwa itu makanan jin yang harus dipakai," kata Waseso.
Kepala BNN ini juga mengungkap kejadian di pesantren lain para santrinya menggunakan pil ekstasi yang dianggap vitamin. Di mana obat tersebut diyakini bisa menambah kuat untuk berzikir semalam suntuk.
"Ekstasi dianggap sebagai obat kuat untuk zikir. Mereka tak mengerti kalau itu ekstasi, bahkan muridnya bilang ke kiainya bahwa ada vitamin kalau tahan zikir sampai pagi dan celakanya kiainya pakai karena tidak tahu juga," kata Waseso.
Menurut Waseso, ketidaktahuan masyarakat ini karena kurangnya sosialisasi dan ini menjadi tanggung jawab dirinya dan instansi lain yang terkait serta masyarakat. "Sebenarnya (BNN) sudah membuat website untuk sosialisasi bahaya narkoba, tetapi ini dianggap tidak menarik," kata Waseso.
Comments