Massa buruh dari berbagai aliansi mengancam akan berunjuk rasa memprotes kebijakan Pemprov DKI yang menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2017 sebesar Rp Rp 3.355.750. Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Sumarsono mengatakan, penetapan tersebut sudah sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015.
Sumarsono mempersilakan para buruh untuk memprotes dan berunjuk rasa. Namun, penyampaian aspirasi tersebut harus tertib dan tidak anarkis.
"Demonstrasi itu bagian dari demokrasi. Jadi di negara demokrasi seperti ini boleh saja, saya hargai. Cuma saya mengimbau supaya jangan anarkis dan tertib, disilakan saja. Itu bagian dari pernak-pernik demokrasi yang kita hargai," kata Sumarsono di Balai Kota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2016).
Terkait UMP DKI 2017 yang sudah ditetapkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebesar Rp Rp 3.355.750, Sumarsono mengatakan hal itu sudah sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015. Pemprov DKI tidak bisa mengeluarkan perda yang bertentangan dengan PP tersebut.
"Soal UMP ya sudah ditandatangani. Saya kira sesuai dengan PP yang keluar tahun 2015, dan pemerintah daerah tidak bisa mengeluarkan perda yang bertentangan pada PP. Intinya karena peraturan yang lebih bawah harus mengacu pada peraturan yang lebih tinggi. Tapi dalam konteks demokrasi kita hargai," katanya.
Lalu, bagaimana dengan tuntutan buruh yang meminta agar UMP DKI 2017 menjadi Rp 3,8 juta?
"Saya sesuai pemerintah. Pemerintah daerah tidak boleh melanggar apalagi menyimpang dari kebijakan yang ada di atasnya, tu prinsip kami. Ketemu formulanya itu yang kita pegang," jawab pria yang akrab disapa Soni ini.
Sebelumnya, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) memprotes penetapan UMP DKI 2017 sebesar Rp 3.355.750. Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat menyebut angka ideal Rp 3.800.000 sekitar Rp 700.000 dari kenaikan UMP tahun 2016.
Untuk menentukan UMP, Mirah menuturkan, pemerintah seharusnya menggunakan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan bukan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015. Menurutnya, dengan itu pemerintah mengabaikan undang-undang tentang ketenagakerjaan.
Sumarsono mempersilakan para buruh untuk memprotes dan berunjuk rasa. Namun, penyampaian aspirasi tersebut harus tertib dan tidak anarkis.
"Demonstrasi itu bagian dari demokrasi. Jadi di negara demokrasi seperti ini boleh saja, saya hargai. Cuma saya mengimbau supaya jangan anarkis dan tertib, disilakan saja. Itu bagian dari pernak-pernik demokrasi yang kita hargai," kata Sumarsono di Balai Kota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2016).
Terkait UMP DKI 2017 yang sudah ditetapkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebesar Rp Rp 3.355.750, Sumarsono mengatakan hal itu sudah sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015. Pemprov DKI tidak bisa mengeluarkan perda yang bertentangan dengan PP tersebut.
"Soal UMP ya sudah ditandatangani. Saya kira sesuai dengan PP yang keluar tahun 2015, dan pemerintah daerah tidak bisa mengeluarkan perda yang bertentangan pada PP. Intinya karena peraturan yang lebih bawah harus mengacu pada peraturan yang lebih tinggi. Tapi dalam konteks demokrasi kita hargai," katanya.
Lalu, bagaimana dengan tuntutan buruh yang meminta agar UMP DKI 2017 menjadi Rp 3,8 juta?
"Saya sesuai pemerintah. Pemerintah daerah tidak boleh melanggar apalagi menyimpang dari kebijakan yang ada di atasnya, tu prinsip kami. Ketemu formulanya itu yang kita pegang," jawab pria yang akrab disapa Soni ini.
Sebelumnya, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) memprotes penetapan UMP DKI 2017 sebesar Rp 3.355.750. Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat menyebut angka ideal Rp 3.800.000 sekitar Rp 700.000 dari kenaikan UMP tahun 2016.
Untuk menentukan UMP, Mirah menuturkan, pemerintah seharusnya menggunakan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan bukan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015. Menurutnya, dengan itu pemerintah mengabaikan undang-undang tentang ketenagakerjaan.
Comments