Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) berniat menghapus swastanisasi air. Melalui cara pendekatan business to business, Ahok berharap perusahaan swasta yang memiliki kontrak dengan PAM Jaya untuk mengelola air di Jakarta, yakni PT PAM Lyonaisse Jaya (Palyja) dan Aetra bisa terselesaikan dengan baik tahun ini.
"Kita akan nego karena Hungaria semua selesai business to business. Kalau kamu gugat menggugat sampai 10 tahun, silakan saja," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (30/6/2015).
"Saya bilang sama PAM, kita bisa kan bikin sendiri kalau dia nggak bisa supply air. Kayak Marunda, contoh dia ambil air di Banjir Kanal Timur (BKT). Kok kita di Duren Sawit bisa nggak ada air. Kenapa PAM nggak nancapin mesin juga nih? Konyol saja dia," sambungnya.
Ahok memang berulang kali meminta PAM menggugat pihak pengelola air di Jakarta. Namun gugatan ini, menurut dia, belum bisa membuat Pemprov DKI Jakarta mengambil alih pengelolaan air di Jakarta dari tangan swasta. Hal tersebut bisa menjadi bahan untuk pengadilan tingkat banding.
"Masalahnya panjang, itu masalah pidana sama orang mencuri, yang masalah ini beda. Itu bisa jadi alasan sih di pengadilan, jadi bahan," ujar Ahok.
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) memenangkan gugatan privatisasi air yang merupakan kerja sama pemerintah dengan 2 perusahaan pengelola air bersih, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra.
Sebagai salah satu tergugat, Palyja pun mengaku akan mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.
Ketua Majelis Hakim PN Jakpus Iim Nurokhim mengabulkan gugatan warga terhadap 14 pihak, termasuk Presiden dan Gubernur DKI Jakarta pada 24 Maret lalu.
Dalam keputusan tersebut, hakim juga menyatakan pengelolaan air di DKI dikembalikan ke pemerintah.
Senang atas putusan itu, warga lantas meminta agar Ahok mengusir Palyja dan Aetra yang dinilai sebagai perusahaan asing yang menjajah air di tanah Indonesia.
"Kita akan nego karena Hungaria semua selesai business to business. Kalau kamu gugat menggugat sampai 10 tahun, silakan saja," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (30/6/2015).
"Saya bilang sama PAM, kita bisa kan bikin sendiri kalau dia nggak bisa supply air. Kayak Marunda, contoh dia ambil air di Banjir Kanal Timur (BKT). Kok kita di Duren Sawit bisa nggak ada air. Kenapa PAM nggak nancapin mesin juga nih? Konyol saja dia," sambungnya.
Ahok memang berulang kali meminta PAM menggugat pihak pengelola air di Jakarta. Namun gugatan ini, menurut dia, belum bisa membuat Pemprov DKI Jakarta mengambil alih pengelolaan air di Jakarta dari tangan swasta. Hal tersebut bisa menjadi bahan untuk pengadilan tingkat banding.
"Masalahnya panjang, itu masalah pidana sama orang mencuri, yang masalah ini beda. Itu bisa jadi alasan sih di pengadilan, jadi bahan," ujar Ahok.
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) memenangkan gugatan privatisasi air yang merupakan kerja sama pemerintah dengan 2 perusahaan pengelola air bersih, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra.
Sebagai salah satu tergugat, Palyja pun mengaku akan mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.
Ketua Majelis Hakim PN Jakpus Iim Nurokhim mengabulkan gugatan warga terhadap 14 pihak, termasuk Presiden dan Gubernur DKI Jakarta pada 24 Maret lalu.
Dalam keputusan tersebut, hakim juga menyatakan pengelolaan air di DKI dikembalikan ke pemerintah.
Senang atas putusan itu, warga lantas meminta agar Ahok mengusir Palyja dan Aetra yang dinilai sebagai perusahaan asing yang menjajah air di tanah Indonesia.
Comments