Sejak menjabat di DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dikenal dengan ketegasannya. Dia tak segan marah bahkan memecat anak buah yang tak bisa kerja maksimal.
Bukan tanpa sebab Ahok, sapaan Basuki, berbuat demikian. Pernah menjadi bupati di Belitung Timur membuatnya paham betul bagaimana kelakuan PNS.
Dalam berbagai kesempatan, Ahok selalu menyebut berbagai kasus korupsi di lingkungan pemerintahan daerah pasti ada andil pejabat setempat. Apalagi di Jakarta yang memiliki anggaran besar, potensi nilai proyek untuk diselewengkan makin besar.
Itu sebabnya, Ahok tak mau ada tawar menawar dengan PNS nakal. Bila ketahuan ditegur, lalu diberi sanksi. Tapi jika tak jera juga, bersiaplah Ahok pastinya memecatnya.
Rupanya, ketegasan Ahok itu tak membuat semua PNS jera. Masih aja ada yang coba memainkan nilai proyek.
Kasus terbaru soal pembangunan Terminal Rawamangun. Setelah direnovasi, kondisi terminal malah kacau balau.
Sopir bus luar kota mengeluhkan kesusahan saat akan masuk terminal. Sebab jalur yang dilalui ada yang belok tajam dan menanjak.
Selain itu, lahan parkir mereka sempit. Belum lagi pembatas antar bus dibuat begitu tinggi sehingga bodi bus mereka sering terbaret.
"Ini menyulitkan bus besar untuk lewat karena tempat pemberhentian bus sempit. Tempat pemberhentian bus juga buat penumpang untuk masuk. Bus saya juga banyak kebaret," terang sopir bus Damri Jurusan Bandara Soekarno Hatta, Joko Purwanto saat ditemui merdeka.com di Terminal Rawamangun.
Ahok kaget mendengar keluhan itu. Niat renovasi agar terminal lebih baik malah jadi bermasalah. Saking kesalnya, dia sempat mengancam akan menggugat konsultan proyek itu.
"Kalau mau gugat ya konsultannya dong, bus enggak bisa naek sempit, ini apa-apaan. Konsultan keenakan enggak pernah digugat. Pengawasan juga konsultan, Dishub jawabnya semua konsultan," tegas Ahok.
Tapi belum sempat hal itu dilakukan, Ahok mendapatkan kabar terbaru. Dia menduga proyek ini dimark up. Siapa yang melakukan?
Kecurigaan itu muncul saat Ahok yang ditemani anggota biro hukumnya mendatangi Dinas Perhubungan (Dishub). Dan ternyata memang banyak sekali nilai anggaran yang dianggap digelembungkan.
"Kalau tadi kan arahan Bapak Gubernur itu mencurigai nilainya sampai segitu besar. Apakah itu benar hasil gambar, yang dikerjakan seperti apa? Jadi yang mungkin nanti paling tidak membuktikan sesuai dengan ketentuan, misalnya tidak ada mark up atau hal-hal yang lain," kata Kepala Bagian Pelayanan Hukum Provinsi DKI Jakarta, Solafide Sihite di Balai Kota DKI Jakarta.
Saat itu, dikatakan Ahok kalau dirinya akan mempelajari anggaran penghancuran gedung. Mengingat anggaran yang digelontorkan masih terlalu mahal.
"Ini ada apasih kok sampai menurut perhitungan saya lebih mahal. Apalagi ini belum bisa langsung digunakan," ujar Solafide meniru perkataan Ahok.
Selain itu, Solafide mengatakan kalau Ahok pun berencana membuat susunan anggaran guna membuat tolak ukur terkait anggaran itu. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui dugaan adanya mark up.
"Pak gubernur minta dikasih detail data soal itu, ketika suatu gedung dihapuskan itu kan ada tender misalnya, gedung yang mau dirobohin kan ada nilai ekonomisnya lagi," jelasnya.
Mungkin niat Ahok menyelidiki anggaran membuat pihak bersalah ketar ketir. Akhirnya, pada Ahok pihak Dishub mengakui mereka bersalah dalam proyek yang berujung kesalahan konstruksi.
Dishub mengaku dia yang salah. Gila nggak? Saya sih ketawa-ketawa saja. Dia total bangun 40 M atau berapa gitu, dia enggak selesaiin karena katanya enggak bisa bongkar, kecuali pembebasan lahan. Termasuk
Pulo Gebang juga sama enggak bisa dibebasin," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota Jakarta, Jumat (29/5).
Ahok menyayangkan pengakuan itu baru diterimanya saat itu. Kalau dari awal dia tahu ada beberapa lahan tak bisa dibebaskan, maka renovasi tak perlu dilakukan.
"Kalau minta izin penghapusan ya hapus saja dulu, enggak usah izin. Kenapa enggak bisa, terus lapor saya? Lalu udah gitu enggak selesai. Itu kontraktornya sudah diatur ya? Coba kalau kalian, mau nggak membangun sesuatu data enggak selesai? Rela didenda? Kenapa mereka rela didenda? Karena untungnya pasti gede. Ini mah markup," tegasnya.
Meski sudah sering marah dan berkata kasar pada anak buahnya, ternyata masih ada PNS yang berani main anggaran.
Bukan tanpa sebab Ahok, sapaan Basuki, berbuat demikian. Pernah menjadi bupati di Belitung Timur membuatnya paham betul bagaimana kelakuan PNS.
Dalam berbagai kesempatan, Ahok selalu menyebut berbagai kasus korupsi di lingkungan pemerintahan daerah pasti ada andil pejabat setempat. Apalagi di Jakarta yang memiliki anggaran besar, potensi nilai proyek untuk diselewengkan makin besar.
Itu sebabnya, Ahok tak mau ada tawar menawar dengan PNS nakal. Bila ketahuan ditegur, lalu diberi sanksi. Tapi jika tak jera juga, bersiaplah Ahok pastinya memecatnya.
Rupanya, ketegasan Ahok itu tak membuat semua PNS jera. Masih aja ada yang coba memainkan nilai proyek.
Kasus terbaru soal pembangunan Terminal Rawamangun. Setelah direnovasi, kondisi terminal malah kacau balau.
Sopir bus luar kota mengeluhkan kesusahan saat akan masuk terminal. Sebab jalur yang dilalui ada yang belok tajam dan menanjak.
Selain itu, lahan parkir mereka sempit. Belum lagi pembatas antar bus dibuat begitu tinggi sehingga bodi bus mereka sering terbaret.
"Ini menyulitkan bus besar untuk lewat karena tempat pemberhentian bus sempit. Tempat pemberhentian bus juga buat penumpang untuk masuk. Bus saya juga banyak kebaret," terang sopir bus Damri Jurusan Bandara Soekarno Hatta, Joko Purwanto saat ditemui merdeka.com di Terminal Rawamangun.
Ahok kaget mendengar keluhan itu. Niat renovasi agar terminal lebih baik malah jadi bermasalah. Saking kesalnya, dia sempat mengancam akan menggugat konsultan proyek itu.
"Kalau mau gugat ya konsultannya dong, bus enggak bisa naek sempit, ini apa-apaan. Konsultan keenakan enggak pernah digugat. Pengawasan juga konsultan, Dishub jawabnya semua konsultan," tegas Ahok.
Tapi belum sempat hal itu dilakukan, Ahok mendapatkan kabar terbaru. Dia menduga proyek ini dimark up. Siapa yang melakukan?
Kecurigaan itu muncul saat Ahok yang ditemani anggota biro hukumnya mendatangi Dinas Perhubungan (Dishub). Dan ternyata memang banyak sekali nilai anggaran yang dianggap digelembungkan.
"Kalau tadi kan arahan Bapak Gubernur itu mencurigai nilainya sampai segitu besar. Apakah itu benar hasil gambar, yang dikerjakan seperti apa? Jadi yang mungkin nanti paling tidak membuktikan sesuai dengan ketentuan, misalnya tidak ada mark up atau hal-hal yang lain," kata Kepala Bagian Pelayanan Hukum Provinsi DKI Jakarta, Solafide Sihite di Balai Kota DKI Jakarta.
Saat itu, dikatakan Ahok kalau dirinya akan mempelajari anggaran penghancuran gedung. Mengingat anggaran yang digelontorkan masih terlalu mahal.
"Ini ada apasih kok sampai menurut perhitungan saya lebih mahal. Apalagi ini belum bisa langsung digunakan," ujar Solafide meniru perkataan Ahok.
Selain itu, Solafide mengatakan kalau Ahok pun berencana membuat susunan anggaran guna membuat tolak ukur terkait anggaran itu. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui dugaan adanya mark up.
"Pak gubernur minta dikasih detail data soal itu, ketika suatu gedung dihapuskan itu kan ada tender misalnya, gedung yang mau dirobohin kan ada nilai ekonomisnya lagi," jelasnya.
Mungkin niat Ahok menyelidiki anggaran membuat pihak bersalah ketar ketir. Akhirnya, pada Ahok pihak Dishub mengakui mereka bersalah dalam proyek yang berujung kesalahan konstruksi.
Dishub mengaku dia yang salah. Gila nggak? Saya sih ketawa-ketawa saja. Dia total bangun 40 M atau berapa gitu, dia enggak selesaiin karena katanya enggak bisa bongkar, kecuali pembebasan lahan. Termasuk
Pulo Gebang juga sama enggak bisa dibebasin," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota Jakarta, Jumat (29/5).
Ahok menyayangkan pengakuan itu baru diterimanya saat itu. Kalau dari awal dia tahu ada beberapa lahan tak bisa dibebaskan, maka renovasi tak perlu dilakukan.
"Kalau minta izin penghapusan ya hapus saja dulu, enggak usah izin. Kenapa enggak bisa, terus lapor saya? Lalu udah gitu enggak selesai. Itu kontraktornya sudah diatur ya? Coba kalau kalian, mau nggak membangun sesuatu data enggak selesai? Rela didenda? Kenapa mereka rela didenda? Karena untungnya pasti gede. Ini mah markup," tegasnya.
Meski sudah sering marah dan berkata kasar pada anak buahnya, ternyata masih ada PNS yang berani main anggaran.
Comments