Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono sudah mendengar kabar soal warga negara Swiss Toni Ruttiman yang membangun puluhan jembatan di Indonesia selama tiga tahun terakhir.
Namun upaya Toni Ruttiman terhambat karena lambatnya birokrasi untuk mengimpor bahan jembatan seperti (wirerope) kabel pancang, Ruttiman lalu dikenai denda demurrage (batas waktu kontainer) hingga Rp 195.650.000.
"Kami baru dapat kemarin beritanya dari Pak Teten (Kepala Staf Kepresidenan), dia dari Pak Imam Prasodjo. Butuh Rp 264 (miliar) untuk (pengurusan impor). Itu akan kita bayar," ucap Menteri Basuki di sela kunjungan Presiden di Makorem 062, Garut, Kamis (29/9/2016).
Baca juga: Kisah Miris Toni Ruttiman, WN Swiss yang Bangun Puluhan Jembatan Gantung di RI
Basuki menyebut Ruttiman sudah membangun puluhan jembatan dan masih akan membangun lagi, hanya saja ada masalah impor tadi. Bea cukai sudah menggratiskan, tinggal denda penimbunan akibat proses mengeluarkan kontainer yang akan dibantu KemenPU-PERA.
Soal upaya Ruttiman, Basuki menghargai upaya-upaya yang dilakukan pihak manapun untuk membantu Indonesia, selama tidak ada kepentingan di belakang itu. "Kalau nggak ada Ikatan apa salah?" tutur Basuki.
Dia menyebut bantuan dari luar seperti Ruttiman bukan yang pertama. Sebelumnya ada bantuan Perancis untuk proyek air bersih di Flores, kemudian bantuan pihak lain untuk infrastruktur lain.
"Ya namanya orang bantu apa nggak boleh, apa salah, apa baru itu yang lain ngga ada. Kecuali kalau dia bantu tapi harus begini begini kita yang nggak mau," ujarnya.
"Jadi selama dia bantuan tanpa ikatan saya kira itu humanitarian help, apa salah?" imbuh Basuki.
Kisah Toni Ruttiman ini diceritakan sosiolog Imam Prasodjo di akun Facebooknya seperti dikutip detikcom, Kamis (29/9/2016) atas seizin beliau.
Dikisahkan Imam, Ruttiman datang ke Indonesia karena rasa kepeduliannya yang tinggi. Dari berbagai pemberitaan di media massa, dia melihat begitu banyak anak-anak yang bergelantungan di jembatan yang rusak atau menyebrangi sungai berarus deras demi berangkat ke sekolah.
Melihat keadaan itu, hati Ruttiman pun tergerak dan memutuskan berangkat ke Indonesia. Diam-diam dia sudah tiga tahun ini keluar masuk kampung di wilayah terpencil di tanah air. Dia bergerak mengajak warga bergotong-royong membangun jembatan gantung untuk menyambung akses jalan yang terputus.
Namun upaya Toni Ruttiman terhambat karena lambatnya birokrasi untuk mengimpor bahan jembatan seperti (wirerope) kabel pancang, Ruttiman lalu dikenai denda demurrage (batas waktu kontainer) hingga Rp 195.650.000.
"Kami baru dapat kemarin beritanya dari Pak Teten (Kepala Staf Kepresidenan), dia dari Pak Imam Prasodjo. Butuh Rp 264 (miliar) untuk (pengurusan impor). Itu akan kita bayar," ucap Menteri Basuki di sela kunjungan Presiden di Makorem 062, Garut, Kamis (29/9/2016).
Baca juga: Kisah Miris Toni Ruttiman, WN Swiss yang Bangun Puluhan Jembatan Gantung di RI
Basuki menyebut Ruttiman sudah membangun puluhan jembatan dan masih akan membangun lagi, hanya saja ada masalah impor tadi. Bea cukai sudah menggratiskan, tinggal denda penimbunan akibat proses mengeluarkan kontainer yang akan dibantu KemenPU-PERA.
Soal upaya Ruttiman, Basuki menghargai upaya-upaya yang dilakukan pihak manapun untuk membantu Indonesia, selama tidak ada kepentingan di belakang itu. "Kalau nggak ada Ikatan apa salah?" tutur Basuki.
Dia menyebut bantuan dari luar seperti Ruttiman bukan yang pertama. Sebelumnya ada bantuan Perancis untuk proyek air bersih di Flores, kemudian bantuan pihak lain untuk infrastruktur lain.
"Ya namanya orang bantu apa nggak boleh, apa salah, apa baru itu yang lain ngga ada. Kecuali kalau dia bantu tapi harus begini begini kita yang nggak mau," ujarnya.
"Jadi selama dia bantuan tanpa ikatan saya kira itu humanitarian help, apa salah?" imbuh Basuki.
Kisah Toni Ruttiman ini diceritakan sosiolog Imam Prasodjo di akun Facebooknya seperti dikutip detikcom, Kamis (29/9/2016) atas seizin beliau.
Dikisahkan Imam, Ruttiman datang ke Indonesia karena rasa kepeduliannya yang tinggi. Dari berbagai pemberitaan di media massa, dia melihat begitu banyak anak-anak yang bergelantungan di jembatan yang rusak atau menyebrangi sungai berarus deras demi berangkat ke sekolah.
Melihat keadaan itu, hati Ruttiman pun tergerak dan memutuskan berangkat ke Indonesia. Diam-diam dia sudah tiga tahun ini keluar masuk kampung di wilayah terpencil di tanah air. Dia bergerak mengajak warga bergotong-royong membangun jembatan gantung untuk menyambung akses jalan yang terputus.
Comments