Skip to main content

Sadisnya Pembunuhan Abdul Ghani, Eks Pengikut 'Pembongkar' Kedok Dimas Kanjeng

 Abdul Ghani (43), eks pengikuti Dimas Kanjeng Taat Pribadi ditemukan menjadi mayat di Wonogiri, Jawa Tengah. Berdasarkan pengusutan, ia dibunuh di Padepokan Dimas Kanjeng. Eksekutor berjumlah 10 orang, otaknya Dimas Kanjeng. 

Kasubdit III/Jatanras Polda Jatim AKBP Taufik Herdiansyah menjelaskan, pembunuhan berawal saat Abdul Ghani butuh uang dan Dimas Kanjeng siap meminjamkan uang sebesar Rp 130 juta. Korban yang merupakan warga Semampir, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo itu dipanggil ke padepokan pada 13 April 2016 dan datang dengan mengendarai mobil Avanza warna putih sekitar pukul 08.00 WIB. 

"Korban ditemui tersangka Wahyu Wijaya (WW), pecatan Letkol TNI AD, di ruang tamu tim pelindung padepokan," jelas Taufik di Mapolda Jatim, Jl A Yani Surabaya, Kamis (29/9/2016).

WW menyampaikan uang Rp 130 juta ada di kamar. Tersangka WW mengajak korban ke ruang tim pelindung yang di ruang tersebut telah disiapkan batu di atas lemari-tujuannya untuk memukul korban, tali maupun lakban dan plastik.

Pada saat uang Rp 130 juta itu akan diserahkan, tersangka Kusnadi (KD) memukul bagian tengkuk korban dengan pipa besi, hingga korban terjatuh. KD langsung menindih tubuh korban. Sedangkan tersangka lainnya, Boyran (BR) menjerat leher korban dengan memasukan kolong tali, kemudian menarik ke atas dari arah depan sampai korban tidak bergerak. Tersangka BR memasukkan tas kresek ke kepala korban.

Tersangka WW melakban dari leher sampai hidung, dan korban ditelanjangi dimasukkan ke dalam kotak box plastik ukuran 90 sentimeter (cm) x 70 cm. .

Setelah ditutup, dimasukkan ke dalam mobil yang telah dipersiapkan tersangka Wahyudi (WD)-pensiunan pangkat Letkol. Mobil tersebut melaju ke arah Wonogiri yang dikemudikan oleh tersangka Rahmat Dewaji-anggota TNI AU, dan di dalam mobil tersebut juga terdapat tersangka KD, dan tersangka BR.

Kasubdit III/Jatanras Polda Jatim AKBP Taufik Herdiansyah menunjukkan foto-foto penemuan korban (Foto: Rois Jajeli/detikcom)Kasubdit III/Jatanras Polda Jatim AKBP Taufik Herdiansyah menunjukkan foto-foto penemuan korban (Foto: Rois Jajeli/detikcom)
Tersangka WD dan Muryad (MY) menumpang mobil sendiri untuk mengawal mobil yang membawa mayat korban Abdul Gani yang dimasukkan di boks. Sedangkan tersangka Ahmad Suryono (AS) pecatan TNI dengan pangkat Kapten, bersama Erik Yuliga (EY) membawa mobil korban Avanza warna putih nopol N 1216 NQ dan membuangnya ke Wonogiri.

Tersangka lainnya, WW dan AP membersihkan tempat atau berkas bercak darah korban, pakaian korban Abdul Gani, dibakar oleh APU. Sedangkan handphone milik korban dibuang di sungai di kawasan Kraksaan oleh WW.

"Uang Rp 130 juta tidak diberikan ke korban. Malah tersangka Taat (Dimas Kanjeng Taat Pribadi) menambah lagi Rp 190 juta, menjadi Rp 320 juta dan dibagikan ke para pelaku pembunuhan. Jumlahnya per pelaku berbeda-beda, ada yang Rp 50 juta ada yang Rp 30 juta," terangnya.

Taufik menambahkan, sebelum korban dieksekusi, selama dua hari mulai 11 dan 12 April, para pelaku sering melakukan pertemuan dengan Dimas Kanjeng. Pertemuan itu untuk membahas 'menghabisi' korban.

"Keterangan yang kita dapat, rencana pembunuhan itu sepengetahuan Dimas Kanjang Taat Pribadi. Yang memerintah membunuh Taat. Yang memberikan uangnya juga Taat," ujarnya.

Tapi pada saat eksekusi, Taat tidak melihat langsung proses pembunuhan Abdul Gani yang menjadi Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng. "Saat pembunuhan, Taat tidak ada di ruang tim pelindung," tutupnya. 

Abdul Ghani merupakan saksi kunci dalam kasus penipuan yang dilakukan Dimas Kanjeng. Dia sudah berulang kali dipanggil penyidik Bareskrim, tapi tak pernah datang. Ternyata dia tewas dibunuh. 

Comments

Popular Posts

"Pak Ahok, 'You Will Never Walk Alone'..."

Kurnia Sari Aziza/KOMPAS.com Warga menandatangani dan memberi kalimat dukungan kepada Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, di area Car Free Day, Jakarta, Minggu (16/11/2014). JAKARTA, KOMPAS.com  — "Saya Muslim, dan saya dukung Ahok," begitu kata Friska Lubis (28), warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, memberikan dukungan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Minggu (16/11/2014) pagi, Friska bersama kedua temannya sedang berlari pagi saat  car free day . Namun, aktivitas mereka terhenti saat melihat dua spanduk berukuran 1,5 x 5 meter terbentang di pelataran halaman Hotel Kempinski, Jakarta. Spanduk itu berasal dari Barisan Relawan Indonesia. Dalam spanduk itu terdapat foto Basuki mengenakan baju kotak-kotak. Friska dan kedua temannya langsung mengambil spidol dan menandatangani spanduk sebagai bentuk dukungan kepada Basuki. "Pak Ahok,  you will never walk alone ," tulis Friska di spanduk itu. Pegawai salah satu p...

Hujan Deras Mengguyur Ibu Kota, Sejumlah Ruas Jalan Digenangi Air

 Hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah Jakarta, Senin (1/11/2016), menimbulkan genangan air di sejumlah lokasi. Imbasnya, arus lalu lintas menjadi tersendat. Berdasarkan informasi dari Akun Twitter Resmi TMC Polda Metro Jaya, @TMCPoldaMetro, genangan air tampak di sebagian wilayah Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Salah satunya di Jalan DI Panjaitan. Di lokasi tersebut, air menggenangi ruas jalan setinggi 20 sentimeter. Akibat genangan air tersebut kendaraan terpaksa melintas di jalur Transjakarta. View image on Twitter  Follow TMC Polda Metro Jaya   ✔ @TMCPoldaMetro 15.38 Genangan air sekitar 30 cm di Jl Pangeran Jayakarta lalin terpantau padat @ kolammedan 3:38 PM - 1 Nov 2016     2 2 Retweets     5 5 likes "15.33 WIB genangan air sekitar 20cm depan Wika Jalan DI Panjaitan, Jaktim, hati-hati bila melintas," tulis akun twitter @TMCPoldaMetro. Selain di Jalan DI Pan...

Indonesiaku Kini

Indonesia , Bangsa yang pernah jaya dimasa lalu, pernah pula dijajah berabad-abad lamanya, kemudian menggapai kemerdekaannya pada tanggal 17 agustus 1945, namun hingga kini setelah sekian puluh tahun merdeka , kini Indonesia seolah kehilangan arah dan tujuan dari para pendiri bangsa ini dulu ketika memproklamirkan kemerdekaannya, di lapisan atas para elite sibuk berperang memperebutkan kekuasaan sedangkan dilapisan bawah rakyat kehilangan pegangan dan harapan, di lapisan tengah rakyat harus berjuang sendiri dan di goyang atas bawah pusing mengikuti entah mau kemana. Indonesia, Bangsa yang pernah Jaya dimasa lalu, dimana nenek moyang kita dikenal sebagai pelaut ulung, ditakuti dan disegani para musuh, dihormati para sahabat kini seperti bayi yang baru belajar merangkak, butuh bimbingan dan pengawasan dari para musuh serta sahabat.  Indonesia, Bangsa yang pernah Jaya dimasa lalu, tidak pernah membedakan suku dan agama, saling bahu membahu mempertahankan kejayaannya, tid...