Kawasan Kalijodo kini sudah hampir rata dengan tanah. Bangunan lain telah diruntuhkan dan menjadi puing-puing. Ketika masuk malam, kesibukan tak lantas hilang dari kawasan ini.
Rezeki bahkan bisa datang dari sini. Puluhan warga mengumpulkan rezeki dari puing yang tersisa.
Seperti Busri, ia bersama empat kawan lainnya datang membawa mobil bak terbuka. Dengan gunting besi, ia potong tulang pondasi.
Sementara teman yang lain memukul puing untuk melepaskan besi. Setelah terlepas, mereka mengoper ke teman yang lain untuk melemparkan ke bak mobil.
"Sama mah cuma cari sesuap nasi," ucap Busri sambil memotong besi, di Kalijodo, Senin (29/1/2016) malam.
Busri sudah datang setelah Maghrib. Baginya, besi-besi ini adalah rezeki yang tak datang setiap hari.
"Kaya gini kan kesempatan. Jarang-jarang, gak setiap hari bisa dapet (puing-puing). Biasanya saya membeli," ujar Busri.
Menggunakan mobil bak, Busri mengaku bisa membawa besi seberat 1,5 ton. Sekilonya, besi tersebut dihargai Rp 2.800. Dan Busri masih akan datang setelah mengantarkan muatan pertamanya ini.
"Saya di sini semaleman. Kalau nanti masih ada yang tidak muat, saya akan ke sini lagi," ucap Busri.
Di kawasan yang sama, ada Iwan dan Data. Dia datang bertiga membawa gerobaknya masing-masing. Mereka hanya berencana membawa barang untuk sekali jalan. Sebab jarak yang ditempuhnya lumayan jauh.
"Besi ini nanti akan dibawa ke Taman Ratu, Kedoya, daerah Kebon Jeruk. Di sana ada pengepul. Saya taunya yang di sana, emang sih kata orang di sini banyak juga ada yang nampung. Cuma saya gak tau tempatnya," ujar Iwan.
Keduanya mengaku mendapatkan kabar rezeki ini dari berita yang ada di televisi. Satu gerobak, menurut Data bisa memuat besi seberat 50kg.
Dari puluhan warga yang mengangkut besi, anak-anak juga tak mau ketinggalan. Dua bocah memanggul besi-besi dengan bantuan sebilah bambu dan sebuah tong plastik.
"Ini dibawa untuk dijual, Om," jawab mereka kompak.
Juga ada lalu lalang sepeda gowes dan sepeda motor. Selain warga, ada juga yang menawarkan kopi.
Kring... Kring... Kring...
"Kopi, kopi," sahut Yono memanggil penjual. Ia sedang menunggu supir yang juga temannya untuk mengantar besi dari puing bangunan.
Sementara di luar kawasan, warga masih ramai melihat kawasan yang dulu ramai ketika matahari hilang. Kalijodo belum, dan mungkin tak akan mati.
Rezeki bahkan bisa datang dari sini. Puluhan warga mengumpulkan rezeki dari puing yang tersisa.
Seperti Busri, ia bersama empat kawan lainnya datang membawa mobil bak terbuka. Dengan gunting besi, ia potong tulang pondasi.
Sementara teman yang lain memukul puing untuk melepaskan besi. Setelah terlepas, mereka mengoper ke teman yang lain untuk melemparkan ke bak mobil.
"Sama mah cuma cari sesuap nasi," ucap Busri sambil memotong besi, di Kalijodo, Senin (29/1/2016) malam.
Busri sudah datang setelah Maghrib. Baginya, besi-besi ini adalah rezeki yang tak datang setiap hari.
"Kaya gini kan kesempatan. Jarang-jarang, gak setiap hari bisa dapet (puing-puing). Biasanya saya membeli," ujar Busri.
Menggunakan mobil bak, Busri mengaku bisa membawa besi seberat 1,5 ton. Sekilonya, besi tersebut dihargai Rp 2.800. Dan Busri masih akan datang setelah mengantarkan muatan pertamanya ini.
"Saya di sini semaleman. Kalau nanti masih ada yang tidak muat, saya akan ke sini lagi," ucap Busri.
Di kawasan yang sama, ada Iwan dan Data. Dia datang bertiga membawa gerobaknya masing-masing. Mereka hanya berencana membawa barang untuk sekali jalan. Sebab jarak yang ditempuhnya lumayan jauh.
"Besi ini nanti akan dibawa ke Taman Ratu, Kedoya, daerah Kebon Jeruk. Di sana ada pengepul. Saya taunya yang di sana, emang sih kata orang di sini banyak juga ada yang nampung. Cuma saya gak tau tempatnya," ujar Iwan.
Keduanya mengaku mendapatkan kabar rezeki ini dari berita yang ada di televisi. Satu gerobak, menurut Data bisa memuat besi seberat 50kg.
Dari puluhan warga yang mengangkut besi, anak-anak juga tak mau ketinggalan. Dua bocah memanggul besi-besi dengan bantuan sebilah bambu dan sebuah tong plastik.
"Ini dibawa untuk dijual, Om," jawab mereka kompak.
Juga ada lalu lalang sepeda gowes dan sepeda motor. Selain warga, ada juga yang menawarkan kopi.
Kring... Kring... Kring...
"Kopi, kopi," sahut Yono memanggil penjual. Ia sedang menunggu supir yang juga temannya untuk mengantar besi dari puing bangunan.
Sementara di luar kawasan, warga masih ramai melihat kawasan yang dulu ramai ketika matahari hilang. Kalijodo belum, dan mungkin tak akan mati.
Comments