Meski sering digadang-gadang sebagai orang yang mampu menandingi Gubernur DKI JakartaBasuki Tjahaja Purnama, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sampai saat ini belum juga menyatakan diri mau maju atau tidak dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Hal ini dianggap menjadi sebab semakin merosotnya elektabilitas Emil, sapaan Ridwan Kamil.
Peneliti di Cyrus Network, Hasan Nasbi, mengatakan, tak tegasnya Emil menentukan sikap membuat masyarakat Jakarta tak lagi mempertimbangkan Emil sebagai salah satu calon yang akan mereka pilih.
"Coba dari tahun lalu dia bilang, "Insya Allah saya akan maju di Jakarta, tolong doakan". Apa yang dia lakukan di Bandung bisa jadi nilai tambah. Kalau sekarang apa yang dia lakukan tidak jadi nilai tambah. Karena orang tidak menganggap dia sebagai calon," kata Hasan Kepada Kompas.com, Selasa (23/2/2016).
Hasil survei terbaru jelang Pilkada DKI Jakarta 2017 yang dilakukan Populi Center menempatkan Ahok di urutan teratas dengan angka 52,2 persen. Di bawahnya ada Emil, tetapi dengan elektabilitas hanya 12 persen.
Dari catatan Hasan, elektabilitas Ahok dan Emil sebelumnya tidak terlampau jauh, yakni di kisaran 10-15 persen. Hasan menyebut, dari survei yang pernah ia lakukan pada April 2015, selisih elektabilitas antara Ahok dan Emil hanya sekitar 5 persen.
"Tapi sekarang sudah 40 persen, sudah makin lebar. Tapi kalau jaraknya seperti ini, masih berani enggak tuh Kang Emil untuk maju di Jakarta?" ujar Hasan.
Ia menilai Emil bisa saja kembali meningkatkan elektabilitasnya. Namun, Hasan menegaskan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendeklarasikan diri sesegera mungkin.
"Semakin lama dia mendeklarasikan diri sebagai calon definitif, semakin kehilangan banyak waktu dia. Kalau jaraknya (elektabilitas) semakin lebar, akan semakin sulit untuk mengalahkan Ahok," ucap Hasan.
Tidak meniru Jokowi
Hasan menengarai tidak kunjung adanya pernyataan sikap Emil karena ingin mencontoh langkah yang kerap dilakukan Joko Widodo. Dalam setiap pemilihan, Jokowi memang kerap mendeklarasikan diri pada menit-menit akhir. Hal itu ia tunjukkan pada Pilkada DKI 2012 dan Pemilihan Presiden 2014.
Namun, Hasan menyarankan agar Emil tidak melakukan hal serupa. Menurut Hasan, Jokowi memiliki gaya politik yang di luar pakem dan tidak bisa ditiru siapa pun.
"Jokowi itu tidak menerapkan rumus umum. Dari sisi mana pun Jokowi itu sudah keluar dari pakem politik. Saat orang berpenampilan rapi, dia malah terlalu sederhana. Saat orang ingin berpenampilan berwibawa, dia malah berpenampilan kampungan. Orang pengin berkarisma, dia malah pengin terlihat sama dengan masyarakat," tutur Hasan.
Menurut Hasan, gaya politik Jokowi yang di luar pakem dan tidak bisa ditiru siapa pun sudah lama disadari Ahok. Hal itulah yang membuat Ahok tidak pernah sama sekali meniru Jokowi.
"Karena di luar kelaziman, tidak banyak orang yang bisa seperti itu. Karena itu, Ahok tidak pernah mencontoh Jokowi lho. Karena dia sadar dia tidak akan bisa mengikuti cara Jokowi," kata Hasan.
Pilkada DKI Jakarta tahun depan direncanakan akan dihelat pada Februari. Adapun pendaftaran bagi calon yang akan maju akan dilakukan pada Juni tahun ini.
Hal ini dianggap menjadi sebab semakin merosotnya elektabilitas Emil, sapaan Ridwan Kamil.
Peneliti di Cyrus Network, Hasan Nasbi, mengatakan, tak tegasnya Emil menentukan sikap membuat masyarakat Jakarta tak lagi mempertimbangkan Emil sebagai salah satu calon yang akan mereka pilih.
"Coba dari tahun lalu dia bilang, "Insya Allah saya akan maju di Jakarta, tolong doakan". Apa yang dia lakukan di Bandung bisa jadi nilai tambah. Kalau sekarang apa yang dia lakukan tidak jadi nilai tambah. Karena orang tidak menganggap dia sebagai calon," kata Hasan Kepada Kompas.com, Selasa (23/2/2016).
Hasil survei terbaru jelang Pilkada DKI Jakarta 2017 yang dilakukan Populi Center menempatkan Ahok di urutan teratas dengan angka 52,2 persen. Di bawahnya ada Emil, tetapi dengan elektabilitas hanya 12 persen.
Dari catatan Hasan, elektabilitas Ahok dan Emil sebelumnya tidak terlampau jauh, yakni di kisaran 10-15 persen. Hasan menyebut, dari survei yang pernah ia lakukan pada April 2015, selisih elektabilitas antara Ahok dan Emil hanya sekitar 5 persen.
"Tapi sekarang sudah 40 persen, sudah makin lebar. Tapi kalau jaraknya seperti ini, masih berani enggak tuh Kang Emil untuk maju di Jakarta?" ujar Hasan.
Ia menilai Emil bisa saja kembali meningkatkan elektabilitasnya. Namun, Hasan menegaskan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendeklarasikan diri sesegera mungkin.
"Semakin lama dia mendeklarasikan diri sebagai calon definitif, semakin kehilangan banyak waktu dia. Kalau jaraknya (elektabilitas) semakin lebar, akan semakin sulit untuk mengalahkan Ahok," ucap Hasan.
Tidak meniru Jokowi
Hasan menengarai tidak kunjung adanya pernyataan sikap Emil karena ingin mencontoh langkah yang kerap dilakukan Joko Widodo. Dalam setiap pemilihan, Jokowi memang kerap mendeklarasikan diri pada menit-menit akhir. Hal itu ia tunjukkan pada Pilkada DKI 2012 dan Pemilihan Presiden 2014.
Namun, Hasan menyarankan agar Emil tidak melakukan hal serupa. Menurut Hasan, Jokowi memiliki gaya politik yang di luar pakem dan tidak bisa ditiru siapa pun.
"Jokowi itu tidak menerapkan rumus umum. Dari sisi mana pun Jokowi itu sudah keluar dari pakem politik. Saat orang berpenampilan rapi, dia malah terlalu sederhana. Saat orang ingin berpenampilan berwibawa, dia malah berpenampilan kampungan. Orang pengin berkarisma, dia malah pengin terlihat sama dengan masyarakat," tutur Hasan.
Menurut Hasan, gaya politik Jokowi yang di luar pakem dan tidak bisa ditiru siapa pun sudah lama disadari Ahok. Hal itulah yang membuat Ahok tidak pernah sama sekali meniru Jokowi.
"Karena di luar kelaziman, tidak banyak orang yang bisa seperti itu. Karena itu, Ahok tidak pernah mencontoh Jokowi lho. Karena dia sadar dia tidak akan bisa mengikuti cara Jokowi," kata Hasan.
Pilkada DKI Jakarta tahun depan direncanakan akan dihelat pada Februari. Adapun pendaftaran bagi calon yang akan maju akan dilakukan pada Juni tahun ini.
Comments