Beredar salinan faksimili surat permintaan fasilitas untuk putri Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, ke KBRI Washington DC melalui KJRI New York. Dalam surat dengan kop Setjen DPR dan bernomor 27/KSAP/DPR RI/VI/ 2016 itu dikirimkan tanggal 10 Juni 2016 untuk putri Fadli Zon yang bernama Shafa Sabila Fadli.
Di mana dalam surat tersebut juga mencantumkan permintaan untuk putri Fadli Zon yaitu untuk dijemput dan didampingi selama sebulan di New York.
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) Lucius Karus mengatakan, kalau hal ini merupakan kesalahan pribadi yang tidak pantas dicontohkan oleh para anggota lainnya. Namun, hal tersebut tidak luput dari kebiasaan institusi yang melakukan pembiaran.
"Saya mencatat kejadian ini setahun sudah tiga kali. Sepertinya sudah tradisi di institusi kita karena tidak disadari masih berani lakukan simpangan di saat simpangan mudah dilakukan oleh publik. Seharusnya kita kerja untuk masyarakat, apalagi media kini sudah terbuka lebar dalam menyajikan berita dan informasi soal para anggota kita. Ini salah pribadi, sehingga kalau undang-undang harus ditegakkan," ujar Lucius Karus ketika dihubungi merdeka.com, Jakarta, Selasa (28/6).
Di dalam DPR sendiri, kata Lucius, ada namanya Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Namun menurutnya MKD kini dikuasai oleh orang-orang partai politik (Parpol) yang mempunyai keinginan golongan juga pribadi. Seharusnya, MKD bisa menjaring para anggota DPR dari pribadi yang buruk.
"Lembaga itu harusnya kuat dan jauh dari orang-orang berperilaku buruk, namun susah untuk dijaring orang-orang bermental buruk atau perilaku buruk sehingga menjadi pejabat publik. Ini harus hilang, dan di DPR kode etik kurang di MKD masih dikuasi parpol di mana yang bekerja itu, sehingga nantinya pelanggaran itu hilang begitu saja," ujarnya.
"Seharusnya MKD menjadi seleksi sehingga ke depan persoalan ini tidak terjadi kembali. Dan MKD harus bertindak tegas dan kita harus mendorong untuk lebih baik," harapannya.
Bahkan, kata dia, jabatan yang tinggi sering dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, bahkan sering dilakukan. Sehingga hal seperti ini akan memperburuk citra DPR di masyarakat.
"Mental seperti ini yang terus dilakukan, mental ini tidak pernah kapok untuk mengulangi hal yang buruk," tegasnya.
Meskipun Fadli Zon bersedia mengganti kerugian atas hal tersebut, Lucius mengharapkan ada hukuman yang tegas dari MKD guna memberikan efek jera.
"Kalau persoalan ini kita lihat dulu hukumannya. Kalau kata Fadli dia katanya tidak tahu menahu, tapi itu harus dibuktikan. Misalnya terbukti harus dihukum dengan tegas agar ke depan tidak akan terulang seperti ini kembali di DPR," pungkasnya.
Di mana dalam surat tersebut juga mencantumkan permintaan untuk putri Fadli Zon yaitu untuk dijemput dan didampingi selama sebulan di New York.
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) Lucius Karus mengatakan, kalau hal ini merupakan kesalahan pribadi yang tidak pantas dicontohkan oleh para anggota lainnya. Namun, hal tersebut tidak luput dari kebiasaan institusi yang melakukan pembiaran.
"Saya mencatat kejadian ini setahun sudah tiga kali. Sepertinya sudah tradisi di institusi kita karena tidak disadari masih berani lakukan simpangan di saat simpangan mudah dilakukan oleh publik. Seharusnya kita kerja untuk masyarakat, apalagi media kini sudah terbuka lebar dalam menyajikan berita dan informasi soal para anggota kita. Ini salah pribadi, sehingga kalau undang-undang harus ditegakkan," ujar Lucius Karus ketika dihubungi merdeka.com, Jakarta, Selasa (28/6).
Di dalam DPR sendiri, kata Lucius, ada namanya Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Namun menurutnya MKD kini dikuasai oleh orang-orang partai politik (Parpol) yang mempunyai keinginan golongan juga pribadi. Seharusnya, MKD bisa menjaring para anggota DPR dari pribadi yang buruk.
"Lembaga itu harusnya kuat dan jauh dari orang-orang berperilaku buruk, namun susah untuk dijaring orang-orang bermental buruk atau perilaku buruk sehingga menjadi pejabat publik. Ini harus hilang, dan di DPR kode etik kurang di MKD masih dikuasi parpol di mana yang bekerja itu, sehingga nantinya pelanggaran itu hilang begitu saja," ujarnya.
"Seharusnya MKD menjadi seleksi sehingga ke depan persoalan ini tidak terjadi kembali. Dan MKD harus bertindak tegas dan kita harus mendorong untuk lebih baik," harapannya.
Bahkan, kata dia, jabatan yang tinggi sering dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, bahkan sering dilakukan. Sehingga hal seperti ini akan memperburuk citra DPR di masyarakat.
"Mental seperti ini yang terus dilakukan, mental ini tidak pernah kapok untuk mengulangi hal yang buruk," tegasnya.
Meskipun Fadli Zon bersedia mengganti kerugian atas hal tersebut, Lucius mengharapkan ada hukuman yang tegas dari MKD guna memberikan efek jera.
"Kalau persoalan ini kita lihat dulu hukumannya. Kalau kata Fadli dia katanya tidak tahu menahu, tapi itu harus dibuktikan. Misalnya terbukti harus dihukum dengan tegas agar ke depan tidak akan terulang seperti ini kembali di DPR," pungkasnya.
Comments