Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta hari ini menggelar sidang perdana kasus suap reklamasi pantai utara Jakarta dengan terdakwa Bos PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Dalam dakwaannya jaksa penuntut umum pada KPK menyebut Ariesman sengaja menyuap M Sanusi demi memuluskan tujuannya dalam proyek reklamasi tersebut.
Pantauan detikcom di PN Tipikor, Jl Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2016), Ariesman disidang bersama Personal Assistant PT APL, Trinanda Prihantoro, yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan bersama M Sanusi. Keduanya duduk berdampingan sambil mendengarkan dakwaan setebal 21 halaman yang dibacakan Jaksa Haerudin.
"Suap diberikan dengan tujuan agar Mohamad Sanusi membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan terdakwa selaku Presdir PT Agung Podomoro Land dan Dirut PT Muara Wisesa Samudera," ujar jaksa Haerudin saat membacakan dakwaannya.
Suap ini diberikan secara bertahap masing-masing sebesar Rp 1 miliar kepada M Sanusi oleh Ariesman yang menugaskan Trinanda Prihantoro.
"Suap diberikan agar Ariesman memiliki legalitas melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan reklamasi pantai utara Jakarta," kata JPU.
Izin pelaksanaan reklamasi awalnya dibuat untuk Pulau D, yang diterbitkan Gubernur Fauzi Bowo pada tahun 2010 melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1491/2010 tentang pemberian izin pelaksanaan Reklamasi Pulau 2A kepada PT Kapuk Naga Indah pada 6 Agustus 2010.
Setelah itu tahun 2012 Fauzi Bowo juga menerbitkan Persetujuan Prinsip Reklamasi antara lain untuk Pulau A, B, C dan E kepada PT Kapuk Naga Indah. Sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat Persetujuan Prinsip Reklamasi untuk Pulau G melalui Surat Gubernur DKI Jakarta Nomor 1291/-1.794.2 tanggal 21 September 2012. Izin tersebut berlaku hingga tahun 2014, saat Basuki Tjahaja Purnama menjadi Plt Gubernur DKI.
PT Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan Agung Sedayu Grup bersama PT Muara Wisesa Samudera, PT Agung Dinamika Perkasa dan PT Jaladri Kartika Paksi yang sebagian besar sahamnya dimiliki Agung Podomoro Land memerlukan adanya Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara sebagai dasar hukum untuk mendirikan bangunan pada tanah reklamasi itu.
"Trinanda Prihantoro secara khusus ditugaskan terdakwa untuk mengkompilasi masukan dari pengembang reklamasi mengenai draft Raperda dan mengikuti perkembangan proses pembahasannya di DPRD untuk memastikan semua hal yang akan disepakati dalam raperda ini diterima oleh terdakwa," kata jaksa.
Trinanda mengikuti proses pembahasan Raperda tersebut hingga awal Desember 2015, dilakukan pembahasan Raperda oleh Tim Balegda DPRD DKI bersama pihak Pemprov DKI di Taman Golf Timur II/11-12 Pantai Indah Kapuk. Mohamad Taufik yang merupakan Ketua Balegda, Mohamad Sanusi selaku anggota Balegda juga hadir dalam rapat tersebut.
"Selain itu juga ada Prasetyo Edi Marsudi selaku Ketua DPRD DKI Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaji selaku anggota Balegda dan Selamet Nurdin selaku Ketua Fraksi PKS. Mereka melakukan pertemuan dengan Sugianto Kusuma alias Aguan selaku pendiri Agung Sedayu Grup dan terdakwa selaku Presdir PT Agung Podomoro Land," ungkap jaksa.
Suap sendiri diberikan kepada Sanusi pada tanggal 28 Maret 2016 sekitar pukul 11.00 WIB. Saat itu Sanusi meminta Gerry Prastia selaku staf pribadinya mengambil uang dari Trinanda Prihantoro. Uang Rp 1 miliar diserahkan Trinanda kepada Gerry di lantai 46 Agung Podomoro Land Tower.
"Tanggal 30 Maret 2016 sekitar pukul 11.00 WIB Sanusi membali memerintahkan Gerry meminta uang lagi kepada terdakwa melalui Trinanda Prihantoro. Setelah disetujui terdakwa, tanggal 31 Maret 2016 di ruang rapat lantai 46 APL Tower Trinanda menyerahkan uang tunai sejumlah Rp 1 miliar yang dimasukkan ke dalam tas ransel warna hitam kepada Gerry Prastia untuk diberikan kepada Mohamad Sanusi," kata Jaksa Haerudin.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," ucap JPU Ali Fikri.
Pantauan detikcom di PN Tipikor, Jl Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2016), Ariesman disidang bersama Personal Assistant PT APL, Trinanda Prihantoro, yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan bersama M Sanusi. Keduanya duduk berdampingan sambil mendengarkan dakwaan setebal 21 halaman yang dibacakan Jaksa Haerudin.
"Suap diberikan dengan tujuan agar Mohamad Sanusi membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan terdakwa selaku Presdir PT Agung Podomoro Land dan Dirut PT Muara Wisesa Samudera," ujar jaksa Haerudin saat membacakan dakwaannya.
Suap ini diberikan secara bertahap masing-masing sebesar Rp 1 miliar kepada M Sanusi oleh Ariesman yang menugaskan Trinanda Prihantoro.
"Suap diberikan agar Ariesman memiliki legalitas melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan reklamasi pantai utara Jakarta," kata JPU.
Izin pelaksanaan reklamasi awalnya dibuat untuk Pulau D, yang diterbitkan Gubernur Fauzi Bowo pada tahun 2010 melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1491/2010 tentang pemberian izin pelaksanaan Reklamasi Pulau 2A kepada PT Kapuk Naga Indah pada 6 Agustus 2010.
Setelah itu tahun 2012 Fauzi Bowo juga menerbitkan Persetujuan Prinsip Reklamasi antara lain untuk Pulau A, B, C dan E kepada PT Kapuk Naga Indah. Sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat Persetujuan Prinsip Reklamasi untuk Pulau G melalui Surat Gubernur DKI Jakarta Nomor 1291/-1.794.2 tanggal 21 September 2012. Izin tersebut berlaku hingga tahun 2014, saat Basuki Tjahaja Purnama menjadi Plt Gubernur DKI.
PT Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan Agung Sedayu Grup bersama PT Muara Wisesa Samudera, PT Agung Dinamika Perkasa dan PT Jaladri Kartika Paksi yang sebagian besar sahamnya dimiliki Agung Podomoro Land memerlukan adanya Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara sebagai dasar hukum untuk mendirikan bangunan pada tanah reklamasi itu.
"Trinanda Prihantoro secara khusus ditugaskan terdakwa untuk mengkompilasi masukan dari pengembang reklamasi mengenai draft Raperda dan mengikuti perkembangan proses pembahasannya di DPRD untuk memastikan semua hal yang akan disepakati dalam raperda ini diterima oleh terdakwa," kata jaksa.
Trinanda mengikuti proses pembahasan Raperda tersebut hingga awal Desember 2015, dilakukan pembahasan Raperda oleh Tim Balegda DPRD DKI bersama pihak Pemprov DKI di Taman Golf Timur II/11-12 Pantai Indah Kapuk. Mohamad Taufik yang merupakan Ketua Balegda, Mohamad Sanusi selaku anggota Balegda juga hadir dalam rapat tersebut.
"Selain itu juga ada Prasetyo Edi Marsudi selaku Ketua DPRD DKI Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaji selaku anggota Balegda dan Selamet Nurdin selaku Ketua Fraksi PKS. Mereka melakukan pertemuan dengan Sugianto Kusuma alias Aguan selaku pendiri Agung Sedayu Grup dan terdakwa selaku Presdir PT Agung Podomoro Land," ungkap jaksa.
Suap sendiri diberikan kepada Sanusi pada tanggal 28 Maret 2016 sekitar pukul 11.00 WIB. Saat itu Sanusi meminta Gerry Prastia selaku staf pribadinya mengambil uang dari Trinanda Prihantoro. Uang Rp 1 miliar diserahkan Trinanda kepada Gerry di lantai 46 Agung Podomoro Land Tower.
"Tanggal 30 Maret 2016 sekitar pukul 11.00 WIB Sanusi membali memerintahkan Gerry meminta uang lagi kepada terdakwa melalui Trinanda Prihantoro. Setelah disetujui terdakwa, tanggal 31 Maret 2016 di ruang rapat lantai 46 APL Tower Trinanda menyerahkan uang tunai sejumlah Rp 1 miliar yang dimasukkan ke dalam tas ransel warna hitam kepada Gerry Prastia untuk diberikan kepada Mohamad Sanusi," kata Jaksa Haerudin.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," ucap JPU Ali Fikri.
Comments