Skip to main content

Kenapa wakil rakyat harus makan lobster, malu makan di warung?

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta kerap merasa tekor bila uang perjalanan dinas tidak dinaikan. Mereka mengaku selalu nombok bila makan di tempat mewah selama tugas.

Uang perjalanan dinas buat anggota DPRD DKI sebelumnya hanya Rp 430.000. Kini, mereka bisa tersenyum lebar setelah Gubernur Basuki T Purnama alias Ahok menyetujui menjadi menjadi Rp 2 juta atau naik hampir 500 persen.

Alasan tidak bisa makan di tempat mewah menjadi alasan unik anggota dewan. Biasanya makanan kesukaan para elit politik ini adalah makanan laut alias sea food. Lobster menjadi favorit di menu ini.

Fenomena anggota dewan lebih pilih makan di restoran mewah menjadi perhatian serius pelbagai kalangan. Salah satunya Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Mereka melihat kondisi ini menunjukkan belum adanya rasa merakyat meski menjabat sebagai wakit rakyat.

"Saya kira letak ujian bagi kepantasan embel-embel wakil rakyat yang melekat pada DPRD ada pada dimensi sensitivitas mereka kepada situasi rakyat yang diwakili. Nyatanya pendapatan DKI memang sangat besar dibandingkan daerah lain. Pada saat yang sama, jurang kaya dan miskin juga masih sangat besar di Jakarta," kata Peneliti Formappi Lucius Karus kepada merdeka.com, Kamis kemarin.

Lucius juga mengkritisi langkah Ahok setuju menaikkan uang perjalanan dinas buat anggota dewan. Pihaknya tidak melihat adanya kondisi darurat dalam persetujuan itu. Pihaknya menduga kenaikan itu hanya bagian dari gengsi pejabat ibu kota.

Untuk itu, lanjut Lucius, kenaikan tunjangan anggota DPRD DKI perlu juga dikaji secara rasional. "Saya kira mesti ada penjelasan soal urgensi pembiayaan perjalanan dinas yang dinaikkan secara signifikan itu. Jangan sampai kenaikan itu hanya untuk alasan gengsi-gengsian saja, karena misalnya biaya perjalanan dinas gubernur juga sebesar Rp 2,5 juta. Kalau hanya demi gengsi semata, maka kenaikan anggaran perjalanan dinas ini patut disayangkan," tegas dia.

Pihaknya juga melihat keanehan sikap Ahok dalam menyetujui kenaikan uang perjalanan ini. Lucius menduga kuat adanya kongkalingkong antara Gubernur DKI dan DPRD DKI.

Dugaan itu lantaran Ahok selama ini dianggap sosok keras terhadap DPRD DKI. Sehingga merasa ada ketidakberesan bila mendadak orang nomor satu di Jakarta itu mesra karena duit dengan anggota dewan.

"Jika kali ini Ahok tiba-tiba berbaik hati pasti ada penjelasannya. Akan tetapi tetap saja perlu menyampaikan kecurigaan adanya transaksi kepentingan antara gubernur dengan DPRD yang tiba-tiba menjadi sangat pengertian diantara keduanya," tegasnya.

Tak hanya itu, Lucius mengatakan, kenaikan tunjangan dinas ini harus benar-benar sesuai dengan azas manfaat sesuai kepentingannya. Sehingga bila tidak bermanfaat, itu hanya akan menghamburkan uang rakyat.

Atas kenaikan uang perjalanan itu, pihaknya berharap menjadikan anggota dewan justru lebih baik. Sebab, selama ini kebijakan dan inovasi kebanyakan datang dari pemerintah propinsi DKI. 

"Jangan sampai mereka kalah inovatif dari Pemerintah dan hanya bisa membebek pada program-program yang dikreasi pemerintah. Sebagai wakil rakyat harusnya anggota DPRD paling tahu kebutuhan apa yang mendesak bagi rakyat untuk mereka perjuangkan," terangnya.

Keluhan tidak bisa makan di tempat mewah diungkapkan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta M Tauifik, Senin (14/12) lalu. Dia menyebut jumlah uang perjalanan sebelumnya menyusahkan anggota dewan bila ingin makan lobster.

"Ngeluh, karena emang tekor. Kemarin kan Rp 430 ribu, kalau makan pakai lobster lu mesti nombok, gitu loh kira-kira," kata Taufik.

Comments

Popular Posts

"Pak Ahok, 'You Will Never Walk Alone'..."

Kurnia Sari Aziza/KOMPAS.com Warga menandatangani dan memberi kalimat dukungan kepada Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, di area Car Free Day, Jakarta, Minggu (16/11/2014). JAKARTA, KOMPAS.com  — "Saya Muslim, dan saya dukung Ahok," begitu kata Friska Lubis (28), warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, memberikan dukungan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Minggu (16/11/2014) pagi, Friska bersama kedua temannya sedang berlari pagi saat  car free day . Namun, aktivitas mereka terhenti saat melihat dua spanduk berukuran 1,5 x 5 meter terbentang di pelataran halaman Hotel Kempinski, Jakarta. Spanduk itu berasal dari Barisan Relawan Indonesia. Dalam spanduk itu terdapat foto Basuki mengenakan baju kotak-kotak. Friska dan kedua temannya langsung mengambil spidol dan menandatangani spanduk sebagai bentuk dukungan kepada Basuki. "Pak Ahok,  you will never walk alone ," tulis Friska di spanduk itu. Pegawai salah satu p...

Hujan Deras Mengguyur Ibu Kota, Sejumlah Ruas Jalan Digenangi Air

 Hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah Jakarta, Senin (1/11/2016), menimbulkan genangan air di sejumlah lokasi. Imbasnya, arus lalu lintas menjadi tersendat. Berdasarkan informasi dari Akun Twitter Resmi TMC Polda Metro Jaya, @TMCPoldaMetro, genangan air tampak di sebagian wilayah Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Salah satunya di Jalan DI Panjaitan. Di lokasi tersebut, air menggenangi ruas jalan setinggi 20 sentimeter. Akibat genangan air tersebut kendaraan terpaksa melintas di jalur Transjakarta. View image on Twitter  Follow TMC Polda Metro Jaya   ✔ @TMCPoldaMetro 15.38 Genangan air sekitar 30 cm di Jl Pangeran Jayakarta lalin terpantau padat @ kolammedan 3:38 PM - 1 Nov 2016     2 2 Retweets     5 5 likes "15.33 WIB genangan air sekitar 20cm depan Wika Jalan DI Panjaitan, Jaktim, hati-hati bila melintas," tulis akun twitter @TMCPoldaMetro. Selain di Jalan DI Pan...

Indonesiaku Kini

Indonesia , Bangsa yang pernah jaya dimasa lalu, pernah pula dijajah berabad-abad lamanya, kemudian menggapai kemerdekaannya pada tanggal 17 agustus 1945, namun hingga kini setelah sekian puluh tahun merdeka , kini Indonesia seolah kehilangan arah dan tujuan dari para pendiri bangsa ini dulu ketika memproklamirkan kemerdekaannya, di lapisan atas para elite sibuk berperang memperebutkan kekuasaan sedangkan dilapisan bawah rakyat kehilangan pegangan dan harapan, di lapisan tengah rakyat harus berjuang sendiri dan di goyang atas bawah pusing mengikuti entah mau kemana. Indonesia, Bangsa yang pernah Jaya dimasa lalu, dimana nenek moyang kita dikenal sebagai pelaut ulung, ditakuti dan disegani para musuh, dihormati para sahabat kini seperti bayi yang baru belajar merangkak, butuh bimbingan dan pengawasan dari para musuh serta sahabat.  Indonesia, Bangsa yang pernah Jaya dimasa lalu, tidak pernah membedakan suku dan agama, saling bahu membahu mempertahankan kejayaannya, tid...