Kisruh perusahaan taksi konvensional dan yang berbasis aplikasi mendapat perhatian lebih dari pemerintah, pasca protes besar-besaran yang dilakukan sopir taksi reguler. Dalam demo tersebut, beberapa tuntutan pun diminta untuk dipatuhi oleh perusahaan transportasi berbasis aplikasi tersebut, seperti pajak serta aturan tarif.
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat ditemui usai rapat koordinasi dengan Menko perekonomian dan Menteri Perhubungan, Kamis (24/3/2016) mengatakan, tak perlu mengatur tarif terhadap perusahaan transportasi. Menurutnya yang perlu dilakukan adalah menghilangkan aturan kuota taksi.
"Nggak perlu (atur tarif), yang penting jangan ada kuota taksi. Dulu kenapa atur tarif, karena ada kuota," ujar Ahok.
Ahok mengatakan, kuota yang diberlakukan terhadap taksi menyebabkan hanya sebagian pihak yang menikmati untung, sementara kebutuhan taksi di Indonesia belum cukup. "Akhirnya apa yang diakali? bikin perusahaan taksi di pinggiran, seperti di Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi. Yang buat peraturan taksi di luar cuma bisa drop penumpang nggak boleh tarik penumpang. Saya tanya perusahaan mana? grup. Boleh nggak? nggak boleh. Makanya saya bolehin nggak ada kuota," jelasnya.
Ahok memberikan contoh sederhana tentang aturan tarif tanpa kuota. Dia menilai, hukum pasar berperan penting dalam kemajuan hingga kemunduran sebuah perusahaan khususnya di bidang transportasi.
"Dulu (sebelum) ada penerbangan swasta, hampir semua orang nggak bisa naik pesawat, kecuali orang kaya. Begitu perusahaan swasta bisa turun, Garuda (tarifnya) turun nggak? Merpati turun nggak? karena nggak sanggup (menghadapi pasar yang terus berkembang) akhirnya Merpati bangkrut. Kamu mau nggak beli motor made in China, murah toh. Waktu Jepang mau turunkan harga (motor) orang balik lagi. Kalau Blue Bird atau apa, kalau dia konsisten, yang penting tugas kami adminsitrasi keadilan dengan baik, itu hukum pasar," ujarnya memberikan contoh.
Plt Dirjen Perhubungan Darat Sugihardjo memberi sindiran pada operator taksi resmi. Ketika konsumen meninggalkan mereka, ada yang mesti dievaluasi.
"Jadi sebetulnya kompetisinya adalah Organda harus selalu melakukan evaluasi, bagaimana kualitas pelayanannya. Bagaimana muncul istilah argo kuda dan sebagainya, harus ada pembinaan," jelas Sugihardjo (24/3).
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat ditemui usai rapat koordinasi dengan Menko perekonomian dan Menteri Perhubungan, Kamis (24/3/2016) mengatakan, tak perlu mengatur tarif terhadap perusahaan transportasi. Menurutnya yang perlu dilakukan adalah menghilangkan aturan kuota taksi.
"Nggak perlu (atur tarif), yang penting jangan ada kuota taksi. Dulu kenapa atur tarif, karena ada kuota," ujar Ahok.
Ahok mengatakan, kuota yang diberlakukan terhadap taksi menyebabkan hanya sebagian pihak yang menikmati untung, sementara kebutuhan taksi di Indonesia belum cukup. "Akhirnya apa yang diakali? bikin perusahaan taksi di pinggiran, seperti di Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi. Yang buat peraturan taksi di luar cuma bisa drop penumpang nggak boleh tarik penumpang. Saya tanya perusahaan mana? grup. Boleh nggak? nggak boleh. Makanya saya bolehin nggak ada kuota," jelasnya.
Ahok memberikan contoh sederhana tentang aturan tarif tanpa kuota. Dia menilai, hukum pasar berperan penting dalam kemajuan hingga kemunduran sebuah perusahaan khususnya di bidang transportasi.
"Dulu (sebelum) ada penerbangan swasta, hampir semua orang nggak bisa naik pesawat, kecuali orang kaya. Begitu perusahaan swasta bisa turun, Garuda (tarifnya) turun nggak? Merpati turun nggak? karena nggak sanggup (menghadapi pasar yang terus berkembang) akhirnya Merpati bangkrut. Kamu mau nggak beli motor made in China, murah toh. Waktu Jepang mau turunkan harga (motor) orang balik lagi. Kalau Blue Bird atau apa, kalau dia konsisten, yang penting tugas kami adminsitrasi keadilan dengan baik, itu hukum pasar," ujarnya memberikan contoh.
Plt Dirjen Perhubungan Darat Sugihardjo memberi sindiran pada operator taksi resmi. Ketika konsumen meninggalkan mereka, ada yang mesti dievaluasi.
"Jadi sebetulnya kompetisinya adalah Organda harus selalu melakukan evaluasi, bagaimana kualitas pelayanannya. Bagaimana muncul istilah argo kuda dan sebagainya, harus ada pembinaan," jelas Sugihardjo (24/3).
Comments