Neneng Sri Wahyuni istri terdakwa kasus TPPU Nazaruddin bersaksi di depan majelis hakim untuk menjelaskan aset-aset yang dimiliki suaminya. Aset tersebut mulai dari saham, rumah, hingga kebun sawit.
Hal tersebut disampaikan Neneng dalam lanjutan persidangan dugaan pencucian uang Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2016). Aset milik Nazar yang pertama ditanyakan kepada Neneng yaitu mengenai saham di PT Krakatau Steel. Aset kedua berupa pembelian sukuk negara ritel melalui Bank Mandiri pada tahun 2011 silam.
"Ada (juga asuransi), atas nama anak-anak saya. Saya cuma beli Axa Mandiri untuk anak saya tiga-tiganya," tutur Neneng.
"Itu sebenarnya cuma satu asuransi. Harganya cuma Rp 1 juta, Rp 4 juta, tapi dipertanyakan (penyidik). Itu ada di LHKPN," lanjutnya.
Jaksa KPK kemudian mengkonfirmasi kepemilikan aset berupa rumah di Jalan Pejaten Barat nomor 7A, Jakarta Selatan. Neneng membenarkan rumah tersebut dibeli pada Juli 2009.
"Sudah dilakukan transaksi dan bayar DP, dan saya juga telah melampirkannya di LHKPN," jelas Neneng.
Neneng selanjutnya membenarkan adanya aset berupa apartemen di Jalan Muria Dalam Blok 17, Jakarta Selatan, dan sebuah apartemen di Taman Rasuna. Ada pula aset berupa rumah di Jalan Wijaya yang dibeli Nazaruddin namun atas nama Neneng. Serta kepemilikan aset tanah di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Ciawi, yang juga atas nama Neneng.
Neneng juga membenarkan memiliki beberapa rekening di Bank Mandiri. Hanya saja dia lupa berapa nomor rekeningnya.
"Seingat saya sejak tahun 2005," jelas Neneng.
Aset berupa kebun sawit juga ditanyakan jaksa. Neneng menyebut pada rentan tahun 2005-2007, Nazar menjual kebun sawit di Riau dan usaha tambang di Kalimantan. Uangnya kemudian diserahkan ke neneng untuk dibelikan banyak properti.
"Suami minta saya sering beli-beli properti," ungkap Neneng.
Neneng kemudian mencatat setiap aset milik Nazar sebelum akhirnya dilaporkan Nazar ke KPK. Neneng membuat daftar aset sebelum Nazar menjadi anggota DPR pada 2009 silam, namun ia tak tahu kapan Nazar mendaftarkannya kepada KPK.
"Suami melaporkannya kapan, saya tidak tahu. Karena suami memberikan lagi kepada staf ahlinya di DPR (sebelum akhirnya dilaporkan ke KPK)," jelas Neneng.
Hal tersebut disampaikan Neneng dalam lanjutan persidangan dugaan pencucian uang Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2016). Aset milik Nazar yang pertama ditanyakan kepada Neneng yaitu mengenai saham di PT Krakatau Steel. Aset kedua berupa pembelian sukuk negara ritel melalui Bank Mandiri pada tahun 2011 silam.
"Ada (juga asuransi), atas nama anak-anak saya. Saya cuma beli Axa Mandiri untuk anak saya tiga-tiganya," tutur Neneng.
"Itu sebenarnya cuma satu asuransi. Harganya cuma Rp 1 juta, Rp 4 juta, tapi dipertanyakan (penyidik). Itu ada di LHKPN," lanjutnya.
Jaksa KPK kemudian mengkonfirmasi kepemilikan aset berupa rumah di Jalan Pejaten Barat nomor 7A, Jakarta Selatan. Neneng membenarkan rumah tersebut dibeli pada Juli 2009.
"Sudah dilakukan transaksi dan bayar DP, dan saya juga telah melampirkannya di LHKPN," jelas Neneng.
Neneng selanjutnya membenarkan adanya aset berupa apartemen di Jalan Muria Dalam Blok 17, Jakarta Selatan, dan sebuah apartemen di Taman Rasuna. Ada pula aset berupa rumah di Jalan Wijaya yang dibeli Nazaruddin namun atas nama Neneng. Serta kepemilikan aset tanah di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Ciawi, yang juga atas nama Neneng.
Neneng juga membenarkan memiliki beberapa rekening di Bank Mandiri. Hanya saja dia lupa berapa nomor rekeningnya.
"Seingat saya sejak tahun 2005," jelas Neneng.
Aset berupa kebun sawit juga ditanyakan jaksa. Neneng menyebut pada rentan tahun 2005-2007, Nazar menjual kebun sawit di Riau dan usaha tambang di Kalimantan. Uangnya kemudian diserahkan ke neneng untuk dibelikan banyak properti.
"Suami minta saya sering beli-beli properti," ungkap Neneng.
Neneng kemudian mencatat setiap aset milik Nazar sebelum akhirnya dilaporkan Nazar ke KPK. Neneng membuat daftar aset sebelum Nazar menjadi anggota DPR pada 2009 silam, namun ia tak tahu kapan Nazar mendaftarkannya kepada KPK.
"Suami melaporkannya kapan, saya tidak tahu. Karena suami memberikan lagi kepada staf ahlinya di DPR (sebelum akhirnya dilaporkan ke KPK)," jelas Neneng.
Comments