Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara mengatakan, pembangunan fixed broadband atau jaringan internet dengan penanaman kabel bawah tanah memerlukan peran penting pemerintah daerah, terutama untuk urusan galian.
"Berbicara broadband, ada dua solusi yakni fixed solution dan mobile solution. Berbeda dengan mobile solution, di fixed solution salah satu yang penting adalah ekosistem dan itu perlu leadership dari kepala daerahnya," sebutnya, usai deklarasi FTTH Association Summit di Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Rabu (27/4/2016).
Pasalnya, fixed solution berurusan dengan aktivitas galian yang merupakan kewenangan dari pemerintah kota dan kabupaten. "Jadi izin dari dari regional government-nya itu sangat vital bagi berkembangnya fixed broadband," kata Rudiantara lagi.
Menurutnya, proses perizinan biasanya membutuhkan waktu lama. Untuk itu dia mendorong agar pemerintah daerah dan pengembang saling bersinergi untuk dapat mengembangkan kabel optik di seluruh daerah.
Dia juga menyarankan agar pemerintah daerah menyediakan infrastruktur berupa tempat penanaman kabel. Pemerintah dapat meminta BUMD untuk berinvestasi menyediakan tempat penanaman kabel sehingga pengembang tak perlu menggali tanah untuk menanamkan kabel.
Walikota Surabaya Tri Rismaharani punya solusi untuk masalah ini. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyediakan infrastruktur box culvert untuk sarana utilitas.
"Kalau gali-galian begitu kan mengganggu. Misalnya kalau dilakukan di depan rumah orang yang punya usaha toko atau warung. Jadi bagaimana caranya supaya warga kami juga nyaman," kata wanita yang biasa disapa Risma ini.
Saat ini, dikatakan Risma sudah ada 100 kilo meter box culvert di Surabaya yang sudah digunakan para provider untuk menanamkan kabel optiknya. Perizinannya pun diklaim Risma mudah.
"Begitu izin didapat, mereka tinggal pasang kabelnya. Gak hanya untuk fiber optik tapi utilitas lain. Rata-rata ukurannya besar, karena pedestrian di Surabaya lebarnya 4 meter, box-nya itu 2 x 2 meter," jelas Risma.
Kota-kota seperti Surabaya, Banyuwangi, Bandung dan Banda Aceh sudah memiliki basis kuat dan telah menerapkan konsep smart city. Untuk itu, Masyarakat Telematika (Mastel) dan Indonesia Association Fiber to the Home (IFA) melirik peluang untuk meningkatkan jaringan ultra broadband berdasarkan teknologi Fiber to the Home (FTTH).
Bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan perusahaan seperti Huawei, Telkom, Jababeka, dan MyRepublic, mereka akan mengeksplorasi kerja sama strategis dengan kota-kota tersebut untuk menjadi percontohan yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan potensi infrastruktur telekomunikasi dan teknologi informasi oleh semua lapisan masyarakat.
"Berbicara broadband, ada dua solusi yakni fixed solution dan mobile solution. Berbeda dengan mobile solution, di fixed solution salah satu yang penting adalah ekosistem dan itu perlu leadership dari kepala daerahnya," sebutnya, usai deklarasi FTTH Association Summit di Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Rabu (27/4/2016).
Pasalnya, fixed solution berurusan dengan aktivitas galian yang merupakan kewenangan dari pemerintah kota dan kabupaten. "Jadi izin dari dari regional government-nya itu sangat vital bagi berkembangnya fixed broadband," kata Rudiantara lagi.
Menurutnya, proses perizinan biasanya membutuhkan waktu lama. Untuk itu dia mendorong agar pemerintah daerah dan pengembang saling bersinergi untuk dapat mengembangkan kabel optik di seluruh daerah.
Dia juga menyarankan agar pemerintah daerah menyediakan infrastruktur berupa tempat penanaman kabel. Pemerintah dapat meminta BUMD untuk berinvestasi menyediakan tempat penanaman kabel sehingga pengembang tak perlu menggali tanah untuk menanamkan kabel.
Walikota Surabaya Tri Rismaharani punya solusi untuk masalah ini. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyediakan infrastruktur box culvert untuk sarana utilitas.
"Kalau gali-galian begitu kan mengganggu. Misalnya kalau dilakukan di depan rumah orang yang punya usaha toko atau warung. Jadi bagaimana caranya supaya warga kami juga nyaman," kata wanita yang biasa disapa Risma ini.
Saat ini, dikatakan Risma sudah ada 100 kilo meter box culvert di Surabaya yang sudah digunakan para provider untuk menanamkan kabel optiknya. Perizinannya pun diklaim Risma mudah.
"Begitu izin didapat, mereka tinggal pasang kabelnya. Gak hanya untuk fiber optik tapi utilitas lain. Rata-rata ukurannya besar, karena pedestrian di Surabaya lebarnya 4 meter, box-nya itu 2 x 2 meter," jelas Risma.
Kota-kota seperti Surabaya, Banyuwangi, Bandung dan Banda Aceh sudah memiliki basis kuat dan telah menerapkan konsep smart city. Untuk itu, Masyarakat Telematika (Mastel) dan Indonesia Association Fiber to the Home (IFA) melirik peluang untuk meningkatkan jaringan ultra broadband berdasarkan teknologi Fiber to the Home (FTTH).
Bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan perusahaan seperti Huawei, Telkom, Jababeka, dan MyRepublic, mereka akan mengeksplorasi kerja sama strategis dengan kota-kota tersebut untuk menjadi percontohan yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan potensi infrastruktur telekomunikasi dan teknologi informasi oleh semua lapisan masyarakat.
Comments