Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok punya waktu khusus menyigi berita-berita tentang dirinya dan akun Twitter, yakni saat perjalanan pulang dari kantor ke rumahnya setelah magrib. Ahok mengecek berita lalu membaca papan komentar melalui telepon Apple 6.
Perhatiannya tertuju pada komentar negatif. Jika ada yang menghujatnya soal fasilitas publik yang buruk, ia biasanya mengontak kepala dinas yang membawahi bidang tersebut. Jika komentar negatif itu menyerangnya secara pribadi, ia mengontak asisten pribadinya, Sakti Budiono. “Sakti, tolong cek berapa banyak komentar seperti itu,” katanya seperti ia tuturkan ulang kepada Tempo pada Kamis, 26 November 2015.
Tak berapa lama, biasanya Sakti melapor jumlah komentar di sebuah berita. Jika jumlahnya lumayan dan isinya seragam, Ahok meminta Sakti mengeceknya lebih jauh. “Itu akun robot atau orangbeneran? Cek IP-nya,” kata dia merujuk pada Internet Protokol, nomor identitas perangkat pengguna Internet.
Pengecekan itu, kata Ahok, ia pakai untuk mengukur hasil kerjanya di Jakarta. Jika banyak orang mengkritik suatu masalah, ia akan menyelesaikannya saat itu juga. Ahok mengaku tak terlalu mempedulikan komentar negatif yang menyerangnya secara pribadi, bahkan jika itu ditujukan untuk menggerus popularitasnya.
Ahok mengaku tak gentar diserang sana-sini sehingga berakibat melorotnya tingkat popularitas dia untuk maju lagi dalam pemilihan Gubernur pada 2017. “Kalau saya peduli popularitas supaya dipilih lagi, saya paling kerja dua tahun saja, sisanya pencitraan,” katanya.
Karena itu, ia tak mundur menggusur Kampung Pulo untuk mengurangi banjir meski ditentang dan dikritik. Ia tak gentar berhadapan dengan Badan Pemeriksa Keuangan yang menuduhnya merugikan negara saat membeli Rumah Sakit Sumber Waras senilai Rp 755 miliar tahun lalu. Ahok mengaku punya semua bukti untuk mematahkan tuduhan tersebut.
Kini, ia sedang membereskan anggaran Jakarta senilai Rp 66 triliun lewat bujet elektronik. Ia menargetkan 2016 selesai sehingga semua item anggaran bisa dilihat publik dan tak ada lagi anggaran serta proyek siluman. “Saya tak terpilih lagi juga tak apa-apa asal e-budgeting selesai sehingga siapapun gubernurnya tak bisa seenaknya mengutak-atik anggaran,” ujarnya.
Lewat telepon pintar Apple 6 itu pula, Ahok memantau seluruh sudut Jakarta karena teleponnya terhubung dengan semua kamera pengawas. Jika kamera-kamera itu tak memberinya gambar, ia mengontak staf-stafnya agar mengecek ke lokasi dan memeriksa serta membetulkannya.
Perhatiannya tertuju pada komentar negatif. Jika ada yang menghujatnya soal fasilitas publik yang buruk, ia biasanya mengontak kepala dinas yang membawahi bidang tersebut. Jika komentar negatif itu menyerangnya secara pribadi, ia mengontak asisten pribadinya, Sakti Budiono. “Sakti, tolong cek berapa banyak komentar seperti itu,” katanya seperti ia tuturkan ulang kepada Tempo pada Kamis, 26 November 2015.
Tak berapa lama, biasanya Sakti melapor jumlah komentar di sebuah berita. Jika jumlahnya lumayan dan isinya seragam, Ahok meminta Sakti mengeceknya lebih jauh. “Itu akun robot atau orangbeneran? Cek IP-nya,” kata dia merujuk pada Internet Protokol, nomor identitas perangkat pengguna Internet.
Pengecekan itu, kata Ahok, ia pakai untuk mengukur hasil kerjanya di Jakarta. Jika banyak orang mengkritik suatu masalah, ia akan menyelesaikannya saat itu juga. Ahok mengaku tak terlalu mempedulikan komentar negatif yang menyerangnya secara pribadi, bahkan jika itu ditujukan untuk menggerus popularitasnya.
Ahok mengaku tak gentar diserang sana-sini sehingga berakibat melorotnya tingkat popularitas dia untuk maju lagi dalam pemilihan Gubernur pada 2017. “Kalau saya peduli popularitas supaya dipilih lagi, saya paling kerja dua tahun saja, sisanya pencitraan,” katanya.
Karena itu, ia tak mundur menggusur Kampung Pulo untuk mengurangi banjir meski ditentang dan dikritik. Ia tak gentar berhadapan dengan Badan Pemeriksa Keuangan yang menuduhnya merugikan negara saat membeli Rumah Sakit Sumber Waras senilai Rp 755 miliar tahun lalu. Ahok mengaku punya semua bukti untuk mematahkan tuduhan tersebut.
Kini, ia sedang membereskan anggaran Jakarta senilai Rp 66 triliun lewat bujet elektronik. Ia menargetkan 2016 selesai sehingga semua item anggaran bisa dilihat publik dan tak ada lagi anggaran serta proyek siluman. “Saya tak terpilih lagi juga tak apa-apa asal e-budgeting selesai sehingga siapapun gubernurnya tak bisa seenaknya mengutak-atik anggaran,” ujarnya.
Lewat telepon pintar Apple 6 itu pula, Ahok memantau seluruh sudut Jakarta karena teleponnya terhubung dengan semua kamera pengawas. Jika kamera-kamera itu tak memberinya gambar, ia mengontak staf-stafnya agar mengecek ke lokasi dan memeriksa serta membetulkannya.
Comments