Foto: Dikhy Sasra
Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan mempermasalahkan kop surat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang digunakan Menteri ESDM Sudirman Said saat melaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua DPR Setya Novanto. Menurut MKD semestinya yang bisa melaporkan ketua dan anggota DPR ke MKD adalah masyarakat.Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai alasan MKD itu sangat aneh. "Ini aneh, seorang menteri itu kan rakyat juga," kata Refly saat dikonfirmasi detikcom, Senin (23/11/2015).
Menurut Refly soal legal standing, harus dibedakan antara gugatan hukum dengan pengaduan. Dalam hal gugatan hukum, legal standing menjadi salah satu pertimbangan.
Namun untuk soal pengaduan kode etik itu yang menjadi perspektif adalah pihak yang diadukan. "Jadi aneh mestinya kalau pengaduan (kode etik) ya yang diperhatikan yang diadukan," kata Refly.
Terkait penggunaan kop surat Kementerian ESDM, kata Refly, mestinya itu tak dipersoalkan oleh MKD. Dia mencontohkan seorang menteri yang menghadiri sebuah undangan pernikahan menggunakan mobil dinasnya. "Dia (menteri) hadir sebagai masyarakat kan? Hanya saja dia datang menggunakan mobil dinas," papar Refly.
Penggunaan kop surat kementerian saat lapor ke MKD, menurut Refly, hanya soal prosedural yang mestinya tak dipermasalahkan.
Senin sore tadi MKD telah selesai menggelar rapat pleno menindaklanjuti laporan menteri ESDM Sudirman Said atas Ketua DPR Setya Novanto. Hasilnya, MKD malah mempermasalahkan status Sudirman sebagai pelapor.
Ketua MKD Surahman Hidayat mengatakan bahwa belum semua anggota mahkamah sepakat soal digunakannya kop surat kementerian ESDM dalam laporan Sudirman.
"Kita memerlukan opini pakar mengenai legal standing (pelapor) dalam bab 4 pasal 5 tata beracara MKD. Tadi belum bisa disepakati, tidak mungkin diputuskan kalau tidak ada kesepakatan," kata Surahman.
Pasal 5 itu menyebut soal pihak-pihak yang dapat membuat laporan ke MKD yaitu pimpinan DPR, anggota atau masyarakat. MKD mempermasalahkan status Sudirman sebagai menteri yang tak disebut dalam ketentuan itu.
Hasil rapat pleno MKD selain mempermasalahkan legal standing Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pelapor, juga mempermasalahkan durasi rekaman yang belum utuh. MKD hanya menerima 11,38 menit, sementara seluruhnya ada 120 menit.
"Ada masalah lagi, sesungguhnya rekaman 120 menit durasinya. Di flashdisk yang dikirim hanya berdurasi 11 menit 38 detik, masih kurang 100 menit. Tentu 100 menit itu isinya apa," kata Ketua MKD Surahman Hidayat dalam jumpa pers usai rapat di ruang MKD, Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Senin (23/11/2015).
Surahman menyebut jumlah 120 menit itu diperoleh dari keterangan Sudirman Said saat melapor. Menurutnya, data dari 11,38 menit belum bisa disimpulkan karena materinya tidak utuh.
"Kalau transkripnya lebih pendek lagi dari 11,38 menit," ujar politikus PKS itu.
Soal apakah Sudirman perlu menyerahkan secara utuh 120 menit rekaman itu, Surahman menyebut itu masalah teknis prosedural. MKD akan lebih dulu mengkaji legal standing Sudirman Said sebagai pelapor.
"(Rekaman kurang sekitar 100 menit), itulah nambah pertanyaan tentang kurang laiknya sebuah pengaduan," ucap Surahman.
Sebelumnya, MKD mempermasalahkan posisi Sudirman sebagai pelapor ke MKD. Menurut MKD dalam pasal 5 tata beracara, yang bisa disebut sebagai pelapor adalah pimpinan DPR, anggota DPR atau masyarakat.
Sementara Sudirman melapor sebagai menteri, yang menurut sebagaian anggota MKD, tak diatur dalam tata beracara. MKD akan memanggil ahli bahasa dalam rapat lanjutan Selasa (24/11) besok pukul 14.00 WIB.
Comments