Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menolak segala bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers. Pers merupakan pilar ke empat demokrasi yang dilindungi oleh Undang-undang. Karena itu, tidak boleh ada tekanan dalam bentuk apapun terhadap pers.
AJI Jakarta mengecam keras tindakan massa yang menamakan dirinya Gerakan #LawanAhok yang mendatangi kantor redaksi detikcom siang tadi. Tindakan tersebut dinilai mengancam kebebasan pers dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers.
"Menyerukan kepada semua pihak, kelompok masyarakat, perorangan, lembaga negara dan swasta, untuk menggunakan mekanisme yang diatur UU Pers dalam menyelesaikan masalah pemberitaan yakni dengan mengajukan hak jawab dan hak koreksi," demikian pernyataan resmi AJI Jakarta yang disampaikan Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim, melalui siaran pers, Jumat (28/8/2015).
Massa Gerakan #LawanAhok menyatakan protes terkait pemberitaan bahwa sampah berserakan di sekitar lokasi. AJI Jakarta menyatakan ada 50 orang yang mendatangi kantor redaksi detikcom. Ada sekitar 10 orang berupaya masuk ke ruang redaksi detikcom sembari berteriak-teriak mencari-cari reporter yang menulis berita tersebut.
Para demonstran menyatakan telah membersihkan sampah tersebut dengan menunjukkan foto-foto mereka membersihkan sampah dan membawa dua kantong besar sampah ke kantor redaksi detikcom. Para aktivis Gerakan #LawanAhok tersebut pun diterima dengan baik oleh redaksi detikcom. Persoalan ini terselesaikan dengan baik, mereka pun kemudian membubarkan diri.
Namun demikian AJI Jakarta tetap mengecam tindakan tersebut. Karena intimidasi semacam itu adalah preseden buruk bagi kebebasan pers.
"Meski masalah pemberitaan detikcom dianggap telah selesai dengan dilakukannya audiensi antara perwakilan massa dengan pimpinan detikcom dan pemuatan ralat, AJI Jakarta tetap mengecam penggerudukan ini. Peristiwa ini adalah preseden buruk bagi kebebasan pers di tanah air dan menambah daftar panjang intimidasi terhadap pers," kata Ahmad Nurhasim.
"Pers merupakan pilar ke empat demokrasi. Pers berfungsi kontrol sosial di masyarakat dan kontrol terhadap kekuasaan. Karena itu, tidak boleh ada tekanan dalam bentuk apapun terhadap pers," tegasnya.
Pasal 5 UU Pers mewajibkan media yang memberitakan tersebut wajib memuat hak jawab tersebut secara proporsional. Pasal 8 dengan jelas dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Selain itu, UU Pers menyatakan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pers, menurut Pasal 6, berperan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
"Adapun setiap orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi tugas pers terancam dipidana penjara maksimal dua tahun atau denda Rp 500 juta," ingatnya.
Peringatan senada sebelumnya juga disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian. Tito yang sempat menemui para demonstran meminta semua pihak untuk menghormati peran pers dalam berdemokrasi, utamanya sebagai pilar keempat demokrasi yang tidak boleh diintimidasi.
"Lakukan mekanisme yang ada, ada hak jawab, koreksi, dan sampai ke Dewan Pers. Kalau mau dialog enggak perlu ramai-ramai. Minta beberapa perwakilan orang untuk berdialog. Itu lebih elegan. Kalau banyak akan timbulkan rasa tidak nyaman dengan pers," kata Irjen Tito di kantor detikcom.
"Kalau sampai menimbulkan rasa takut itu sudah masuk pada ranah pidana, sudah urusan polisi. Tugas polisi melindungi pers. Pers yang bebas dari tekanan," tegas mantan Kapolda Papua ini.
AJI Jakarta mengecam keras tindakan massa yang menamakan dirinya Gerakan #LawanAhok yang mendatangi kantor redaksi detikcom siang tadi. Tindakan tersebut dinilai mengancam kebebasan pers dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers.
"Menyerukan kepada semua pihak, kelompok masyarakat, perorangan, lembaga negara dan swasta, untuk menggunakan mekanisme yang diatur UU Pers dalam menyelesaikan masalah pemberitaan yakni dengan mengajukan hak jawab dan hak koreksi," demikian pernyataan resmi AJI Jakarta yang disampaikan Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim, melalui siaran pers, Jumat (28/8/2015).
Massa Gerakan #LawanAhok menyatakan protes terkait pemberitaan bahwa sampah berserakan di sekitar lokasi. AJI Jakarta menyatakan ada 50 orang yang mendatangi kantor redaksi detikcom. Ada sekitar 10 orang berupaya masuk ke ruang redaksi detikcom sembari berteriak-teriak mencari-cari reporter yang menulis berita tersebut.
Para demonstran menyatakan telah membersihkan sampah tersebut dengan menunjukkan foto-foto mereka membersihkan sampah dan membawa dua kantong besar sampah ke kantor redaksi detikcom. Para aktivis Gerakan #LawanAhok tersebut pun diterima dengan baik oleh redaksi detikcom. Persoalan ini terselesaikan dengan baik, mereka pun kemudian membubarkan diri.
Namun demikian AJI Jakarta tetap mengecam tindakan tersebut. Karena intimidasi semacam itu adalah preseden buruk bagi kebebasan pers.
"Meski masalah pemberitaan detikcom dianggap telah selesai dengan dilakukannya audiensi antara perwakilan massa dengan pimpinan detikcom dan pemuatan ralat, AJI Jakarta tetap mengecam penggerudukan ini. Peristiwa ini adalah preseden buruk bagi kebebasan pers di tanah air dan menambah daftar panjang intimidasi terhadap pers," kata Ahmad Nurhasim.
"Pers merupakan pilar ke empat demokrasi. Pers berfungsi kontrol sosial di masyarakat dan kontrol terhadap kekuasaan. Karena itu, tidak boleh ada tekanan dalam bentuk apapun terhadap pers," tegasnya.
Pasal 5 UU Pers mewajibkan media yang memberitakan tersebut wajib memuat hak jawab tersebut secara proporsional. Pasal 8 dengan jelas dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Selain itu, UU Pers menyatakan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pers, menurut Pasal 6, berperan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
"Adapun setiap orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi tugas pers terancam dipidana penjara maksimal dua tahun atau denda Rp 500 juta," ingatnya.
Peringatan senada sebelumnya juga disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian. Tito yang sempat menemui para demonstran meminta semua pihak untuk menghormati peran pers dalam berdemokrasi, utamanya sebagai pilar keempat demokrasi yang tidak boleh diintimidasi.
"Lakukan mekanisme yang ada, ada hak jawab, koreksi, dan sampai ke Dewan Pers. Kalau mau dialog enggak perlu ramai-ramai. Minta beberapa perwakilan orang untuk berdialog. Itu lebih elegan. Kalau banyak akan timbulkan rasa tidak nyaman dengan pers," kata Irjen Tito di kantor detikcom.
"Kalau sampai menimbulkan rasa takut itu sudah masuk pada ranah pidana, sudah urusan polisi. Tugas polisi melindungi pers. Pers yang bebas dari tekanan," tegas mantan Kapolda Papua ini.
Comments