Suryadharma Ali rupanya mengakomodir usulan sewa perumahan untuk jemaah haji Indonesia di Arab Saudi tahun 2010 melalui kader PPP bernama Mukhlisin. Padahal perumahan jemaah haji yang disodorkan, tidak memenuhi persyaratan.
Ini berawal dari tawaran Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin melalui Undang Syahroni, menyodorkan 4 rumah di Syare' Mansyur dan Thandabawi, Makkah kepada Tim Penyewaan Perumahan Haji pada April 2010.
Cholid Abdul Latief menjanjikan akan memberikan fee sejumlah Saudi Riyal (SR) 25 per jemaah kepada Undang Syahroni atau orang lain yang berhasil meloloskan 4 rumah yang ditawarkan menjadi perumahan jemaah haji.
Tapi 4 rumah yang ditawarkan ditolak setelah tim penyewaan perumahan melakukan klarifikasi. Alasannya perumahan tersebut tidak memenuhi persyaratan seperti daerah yang tidak familiar dengan jemaah haji Indonesia, rawan kriminalitas dan tidak memiliki fasilitas yang memadai.
"Atas penolakan tersebut, Cholid Abdul Latief meminta bantuan Mukhlisin yang merupakan kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk menawarkan kembali kepada Tim Penyewaan Perumahan atas 4 rumah yang pernah ditawarkan sebelumnya," papar Jaksa Penuntut Umum pada KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Senin (31/8/2015).
Mukhlisin lantas menghubungi Suryadharma dan meminta agar Suryadharma menerima rumah-rumah yang ditawarkan Cholid Abdul Latief. Atas permintaan tersebut, Suryadharma memerintahkan Mukhlisin untuk menyerahkan berkas-berkas perumahan yang ditawarkan oleh Cholid Abdul Latief Sodiq Saefuddin kepada Tim Penyewaan Perumahan untuk diproses.
Tapi berkas penawaran kembali ditolak Tim Penyewaan Perumahan dengan penjelasan rumah-rumah yang ditawarkan tidak memenuhi persyaratan. Mukhlisin menghubungi lagi Suryadharma meminta bantuan agar rumah-rumah yang ditawarkan dapat disewa untuk perumahan jemaah haji.
"Untuk itu terdakwa menghubungi Zainal Abidin Supi selaku Ketua Tim Penyewaan Perumahan dan memerintahkan untuk menerima rumah-rumah yang ditawarkan oleh Mukhlisin sebagai perumahaan jemaah haji Indonesia. Padahal terdakwa mengetahui rumah-rumah dimaksud tidak memenuhi persyaratan, harga sewa yang ditawarkan lebih tinggi dari harga sewa pada umumnya bahkan terdapat harga sewa yang melampaui harga plafon yang ditetapkan pemerintah RI," ujar Jaksa KPK membeberkan penyimpangan pada sewa perumahan haji.
Akhirnya pada tanggal 25 April 2010, Mohammad Syairozi Dimyathi selaku Konsul Haji menandatangani beberapa kontrak pendahuluan penyewaan rumah pemondokan jemaah haji Indonesia di Makkah yang berlokasi di Syare' Mansyur dan Thandabawi yang merupakan kontrak 4 rumah tawaran Mukhlisin.
Berdasarkan kontrak tersebut, Mohammad Syairozi Dimyathi melakukan pembayaran kepada Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin dan Fuad Ibrahim Atsani yang seluruhnya SR 7.187.550. Padahal sesuai dengan harga pasar hanya sejumlah SR 4.720.000.
"Sehingga pembayaran tersebut terjadi kemahalan harga sejumlah SR 2.467.550," sebut Jaksa KPK.
Dari kemahalan harga tersebut, Fuad Ibrahim Atsani mendapat bagian sejumlah SR 791.300 sedangkan Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin sejumlah SR 1.676.250. "Bagian yang diperoleh Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin kemudian diberikan kepada Mukhlisin sejumlah SR 20.690.
"Selanjutnya bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 2010, terdakwa menerima pemberian berupa potongan kain penutup ka'bah (kiswah) dari Mukhlisin dan Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin sebagai imbalan karena telah membantu meloloskan rumah-rumah yang ditawarkan oleh Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin melalui Mukhlisin," ujar Jaksa KPK.
Suryadharma didakwa secara bersama-sama dengan Mukhlisin, Hasrul Azwar, Ermalena, dan Mulyanah, melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.
Suryadharma mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj yang tidak sesuai ketentuan. Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini didakwa menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukkannya.
"Mengarahkan Tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perumahan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi tidak sesuai dengan ketentuan, dan memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas," papar Jaksa KPK membeberkan penyimpangan yang dilakukan Suryadharma.
Total kerugian negara akibat pidana korupsi yang dilakukan Suryadharma secara bersama-sama ini mencapai Rp 27.283.090.068 dan SR 17.967.405 (Saudi Riyal). Ada banyak orang serta korporasi yang diperkaya karena tindak pidana yang dilakukan Suryadharma.
Perbuatan Suryadharma diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Ini berawal dari tawaran Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin melalui Undang Syahroni, menyodorkan 4 rumah di Syare' Mansyur dan Thandabawi, Makkah kepada Tim Penyewaan Perumahan Haji pada April 2010.
Cholid Abdul Latief menjanjikan akan memberikan fee sejumlah Saudi Riyal (SR) 25 per jemaah kepada Undang Syahroni atau orang lain yang berhasil meloloskan 4 rumah yang ditawarkan menjadi perumahan jemaah haji.
Tapi 4 rumah yang ditawarkan ditolak setelah tim penyewaan perumahan melakukan klarifikasi. Alasannya perumahan tersebut tidak memenuhi persyaratan seperti daerah yang tidak familiar dengan jemaah haji Indonesia, rawan kriminalitas dan tidak memiliki fasilitas yang memadai.
"Atas penolakan tersebut, Cholid Abdul Latief meminta bantuan Mukhlisin yang merupakan kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk menawarkan kembali kepada Tim Penyewaan Perumahan atas 4 rumah yang pernah ditawarkan sebelumnya," papar Jaksa Penuntut Umum pada KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Senin (31/8/2015).
Mukhlisin lantas menghubungi Suryadharma dan meminta agar Suryadharma menerima rumah-rumah yang ditawarkan Cholid Abdul Latief. Atas permintaan tersebut, Suryadharma memerintahkan Mukhlisin untuk menyerahkan berkas-berkas perumahan yang ditawarkan oleh Cholid Abdul Latief Sodiq Saefuddin kepada Tim Penyewaan Perumahan untuk diproses.
Tapi berkas penawaran kembali ditolak Tim Penyewaan Perumahan dengan penjelasan rumah-rumah yang ditawarkan tidak memenuhi persyaratan. Mukhlisin menghubungi lagi Suryadharma meminta bantuan agar rumah-rumah yang ditawarkan dapat disewa untuk perumahan jemaah haji.
"Untuk itu terdakwa menghubungi Zainal Abidin Supi selaku Ketua Tim Penyewaan Perumahan dan memerintahkan untuk menerima rumah-rumah yang ditawarkan oleh Mukhlisin sebagai perumahaan jemaah haji Indonesia. Padahal terdakwa mengetahui rumah-rumah dimaksud tidak memenuhi persyaratan, harga sewa yang ditawarkan lebih tinggi dari harga sewa pada umumnya bahkan terdapat harga sewa yang melampaui harga plafon yang ditetapkan pemerintah RI," ujar Jaksa KPK membeberkan penyimpangan pada sewa perumahan haji.
Akhirnya pada tanggal 25 April 2010, Mohammad Syairozi Dimyathi selaku Konsul Haji menandatangani beberapa kontrak pendahuluan penyewaan rumah pemondokan jemaah haji Indonesia di Makkah yang berlokasi di Syare' Mansyur dan Thandabawi yang merupakan kontrak 4 rumah tawaran Mukhlisin.
Berdasarkan kontrak tersebut, Mohammad Syairozi Dimyathi melakukan pembayaran kepada Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin dan Fuad Ibrahim Atsani yang seluruhnya SR 7.187.550. Padahal sesuai dengan harga pasar hanya sejumlah SR 4.720.000.
"Sehingga pembayaran tersebut terjadi kemahalan harga sejumlah SR 2.467.550," sebut Jaksa KPK.
Dari kemahalan harga tersebut, Fuad Ibrahim Atsani mendapat bagian sejumlah SR 791.300 sedangkan Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin sejumlah SR 1.676.250. "Bagian yang diperoleh Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin kemudian diberikan kepada Mukhlisin sejumlah SR 20.690.
"Selanjutnya bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 2010, terdakwa menerima pemberian berupa potongan kain penutup ka'bah (kiswah) dari Mukhlisin dan Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin sebagai imbalan karena telah membantu meloloskan rumah-rumah yang ditawarkan oleh Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin melalui Mukhlisin," ujar Jaksa KPK.
Suryadharma didakwa secara bersama-sama dengan Mukhlisin, Hasrul Azwar, Ermalena, dan Mulyanah, melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.
Suryadharma mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj yang tidak sesuai ketentuan. Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini didakwa menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukkannya.
"Mengarahkan Tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perumahan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi tidak sesuai dengan ketentuan, dan memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas," papar Jaksa KPK membeberkan penyimpangan yang dilakukan Suryadharma.
Total kerugian negara akibat pidana korupsi yang dilakukan Suryadharma secara bersama-sama ini mencapai Rp 27.283.090.068 dan SR 17.967.405 (Saudi Riyal). Ada banyak orang serta korporasi yang diperkaya karena tindak pidana yang dilakukan Suryadharma.
Perbuatan Suryadharma diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Comments