Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif menilai, sejumlah masalah dihadapi warga pasca-pembongkaran Kampung Pulo. Masalah tersebut berkaitan dengan pembagian unit di Rusunawa Jatinegara Barat yang dinilai kurang ideal.
"Menurut info warga saat sosialisasi, semua KK korban penggusuran akan dipaksa satu pilihan bahwa semua warga akan dapat rusunawa, padahal di situ ada 927 KK, sementara yang disasar penertiban cuma 520 peta bidang atau rumah, berarti ada sekitar 400 KK yang tercecer belum terselesaikan," ujar Syarif kepada Kompas.com, Senin (31/8/2015).
Syarif juga mempertanyakan mengapa pembagian rusun ditentukan berdasarkan peta bidang dan bukan berdasarkan KK. Menurut dia, hal ini menunjukkan bahwa perencanaan relokasi belum dilakukan secara matang. Hal ini menyebabkan masalah baru kembali muncul setelah pembongkaran.
Terkait warga yang belum mendapat unit rusun ideal, ada kemungkinan ditempatkan di rusun lain. Jika demikian, menurut Sofyan, janji Pemerintah Provinsi DKI untuk menempatkan mereka di rusun terdekat tidak terpenuhi. Kecuali, warga memang bersedia dengan sukarela tinggal di rusun yang jauh dari tempat asalnya.
"Jika sisanya ditampung di Rusun Cipinang Besar atau di tempat lain, berarti janji untuk relokasi terdekat tidak terwujud," ujar dia.
Menanggapi Syarif, Lurah Kampung Pulo Bambang Pangestu pernah mengatakan bahwa rusun telah dibangun terlebih dahulu sebelum mengetahui jumlah peta bidang. Berdasarkan saran ahli, jumlah tingkat rusun serta tower yang bisa dibangun di Jalan Jatinegara Barat maksimal adalah 16 lantai. Jika dijumlahkan, total unit yang tersedia adalah 520 unit.
"Kebetulan jumlahnya sama dengan jumlah peta bidang," ujar dia.
Belum ada solusi jitu
Kompleksitas permasalahan yang timbul pasca-pembongkaran juga disadari oleh Pemerintah Provinsi DKI. Permasalahan kecil yang mendasar ini menjadi perhatian penuh dan masih dicari solusinya oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Sekarang begini, unit rusun yang dibuat di Rusun Jatinegara Barat ekuivalen dengan bidang tanah di Kampung Pulo. Unit rusunnya ada 520, tetapi jumlah KK ada 916. Hampir dua kali lipat. Memang belum semua penuh, masih sisa 60 unit. Tetapi, kalau masing-masing diberi satu unit, pasti tidak akan cukup," kata Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta Ika Lestari Aji kepada Kompas.com, Sabtu (29/8/2015).
Ika mengatakan, hingga saat ini, pihaknya belum menentukan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Salah satu yang kemungkinan menjadi opsi adalah memasukkan semua warga Kampung Pulo terlebih dahulu ke Rusun Jatinegara Barat. Dengan demikian, kemungkinan ada satu unit rusun yang akan ditempati oleh lebih dari satu KK. Langkah ini dianggap merupakan jalan keluar terbaik meski Pemprov DKI punya unit rusun di tempat lain yang bisa diberikan untuk warga Kampung Pulo, seperti Rusun Pulo Gebang dan Rusun Cipinang Besar Selatan. Namun, hal itu tidak menjadi pilihan karena masih banyak warga penertiban dari wilayah lain yang harus menempati unit rusun di sana.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Syarif meminta Pemerintah Provinsi DKI untuk melakukan perencanaan dengan matang terhadap kegiatan pembongkaran wilayah di waktu mendatang. Proses relokasi warga Kampung Pulo yang berlangsung ricuh harus dijadikan evaluasi bagi Pemprov untuk melakukan pembongkaran lagi nantinya.
"Ini harus jadi cermin dan pelajaran di kemudian hari, perencanaannya harus tepat, eksekusi yang tepat dan penanganan pasca-eksekusi juga harus tepat," ujar Syarif kepada Kompas.com, Senin (31/8/2015).
Syarif mengatakan, dia sesungguhnya mendukung penuh kegiatan normalisasi Kali Ciliwung yang saat ini sedang dilakukan Pemprov DKI. Akan tetapi, kegiatan pembongkaran untuk menyukseskan normalisasi tersebut juga harua dilakukan secara sistematis.
Dialog bersama warga tetap hal utama yang harus dilakukan. Syarif tidak ingin Pemprov DKI justru terlihat arogan di mata warga jika terburu-buru melakukan pembongkaran.
Selain itu, Syarif paham bahwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ingin proses normalisasi Kali Ciliwung berlangsung cepat. Akan tetapi, prosesnya tidak boleh merugikan masyarakat.
"Gubernurnya harus mau dengar saran bawahannya sendiri juga masyarakat umum," ujar dia.
Setelah Kampung Pulo, beberapa kawasan yang akan dibongkar demi normalisasi Kali Ciliwung adalah Bidara Cina dan Bukit Duri. Wali kota masing-masing wilayah sedang melakukan sosialisasi kepada warga.
Saat penertiban Kampung Pulo beberapa waktu lalu, memang terjadi kericuhan antara petugas dengan sejumlah warga. Saat itu, warga melempar batu kepada aparat keamanan dan aparat menembakkan gas air mata.
Petugas terus merangsek memukul mundur warga Kampung Pulo. Sebanyak 10 warga Kampung Pulo diamankan ke Mapolsek Jatinegara saat itu.
"Menurut info warga saat sosialisasi, semua KK korban penggusuran akan dipaksa satu pilihan bahwa semua warga akan dapat rusunawa, padahal di situ ada 927 KK, sementara yang disasar penertiban cuma 520 peta bidang atau rumah, berarti ada sekitar 400 KK yang tercecer belum terselesaikan," ujar Syarif kepada Kompas.com, Senin (31/8/2015).
Syarif juga mempertanyakan mengapa pembagian rusun ditentukan berdasarkan peta bidang dan bukan berdasarkan KK. Menurut dia, hal ini menunjukkan bahwa perencanaan relokasi belum dilakukan secara matang. Hal ini menyebabkan masalah baru kembali muncul setelah pembongkaran.
Terkait warga yang belum mendapat unit rusun ideal, ada kemungkinan ditempatkan di rusun lain. Jika demikian, menurut Sofyan, janji Pemerintah Provinsi DKI untuk menempatkan mereka di rusun terdekat tidak terpenuhi. Kecuali, warga memang bersedia dengan sukarela tinggal di rusun yang jauh dari tempat asalnya.
"Jika sisanya ditampung di Rusun Cipinang Besar atau di tempat lain, berarti janji untuk relokasi terdekat tidak terwujud," ujar dia.
Menanggapi Syarif, Lurah Kampung Pulo Bambang Pangestu pernah mengatakan bahwa rusun telah dibangun terlebih dahulu sebelum mengetahui jumlah peta bidang. Berdasarkan saran ahli, jumlah tingkat rusun serta tower yang bisa dibangun di Jalan Jatinegara Barat maksimal adalah 16 lantai. Jika dijumlahkan, total unit yang tersedia adalah 520 unit.
"Kebetulan jumlahnya sama dengan jumlah peta bidang," ujar dia.
Belum ada solusi jitu
Kompleksitas permasalahan yang timbul pasca-pembongkaran juga disadari oleh Pemerintah Provinsi DKI. Permasalahan kecil yang mendasar ini menjadi perhatian penuh dan masih dicari solusinya oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Sekarang begini, unit rusun yang dibuat di Rusun Jatinegara Barat ekuivalen dengan bidang tanah di Kampung Pulo. Unit rusunnya ada 520, tetapi jumlah KK ada 916. Hampir dua kali lipat. Memang belum semua penuh, masih sisa 60 unit. Tetapi, kalau masing-masing diberi satu unit, pasti tidak akan cukup," kata Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta Ika Lestari Aji kepada Kompas.com, Sabtu (29/8/2015).
Ika mengatakan, hingga saat ini, pihaknya belum menentukan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Salah satu yang kemungkinan menjadi opsi adalah memasukkan semua warga Kampung Pulo terlebih dahulu ke Rusun Jatinegara Barat. Dengan demikian, kemungkinan ada satu unit rusun yang akan ditempati oleh lebih dari satu KK. Langkah ini dianggap merupakan jalan keluar terbaik meski Pemprov DKI punya unit rusun di tempat lain yang bisa diberikan untuk warga Kampung Pulo, seperti Rusun Pulo Gebang dan Rusun Cipinang Besar Selatan. Namun, hal itu tidak menjadi pilihan karena masih banyak warga penertiban dari wilayah lain yang harus menempati unit rusun di sana.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI Syarif meminta Pemerintah Provinsi DKI untuk melakukan perencanaan dengan matang terhadap kegiatan pembongkaran wilayah di waktu mendatang. Proses relokasi warga Kampung Pulo yang berlangsung ricuh harus dijadikan evaluasi bagi Pemprov untuk melakukan pembongkaran lagi nantinya.
"Ini harus jadi cermin dan pelajaran di kemudian hari, perencanaannya harus tepat, eksekusi yang tepat dan penanganan pasca-eksekusi juga harus tepat," ujar Syarif kepada Kompas.com, Senin (31/8/2015).
Syarif mengatakan, dia sesungguhnya mendukung penuh kegiatan normalisasi Kali Ciliwung yang saat ini sedang dilakukan Pemprov DKI. Akan tetapi, kegiatan pembongkaran untuk menyukseskan normalisasi tersebut juga harua dilakukan secara sistematis.
Dialog bersama warga tetap hal utama yang harus dilakukan. Syarif tidak ingin Pemprov DKI justru terlihat arogan di mata warga jika terburu-buru melakukan pembongkaran.
Selain itu, Syarif paham bahwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ingin proses normalisasi Kali Ciliwung berlangsung cepat. Akan tetapi, prosesnya tidak boleh merugikan masyarakat.
"Gubernurnya harus mau dengar saran bawahannya sendiri juga masyarakat umum," ujar dia.
Setelah Kampung Pulo, beberapa kawasan yang akan dibongkar demi normalisasi Kali Ciliwung adalah Bidara Cina dan Bukit Duri. Wali kota masing-masing wilayah sedang melakukan sosialisasi kepada warga.
Saat penertiban Kampung Pulo beberapa waktu lalu, memang terjadi kericuhan antara petugas dengan sejumlah warga. Saat itu, warga melempar batu kepada aparat keamanan dan aparat menembakkan gas air mata.
Petugas terus merangsek memukul mundur warga Kampung Pulo. Sebanyak 10 warga Kampung Pulo diamankan ke Mapolsek Jatinegara saat itu.
Comments