Sejumlah anggota Komisi III DPR melakukan studi banding ke Inggris terkait RUU KUHP. Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Mahesa memberikan penjelasan soal pemilihan studi banding ke Inggris.
"Kan ada dua hal, harus kita bicarakan dalam sistem hukum sekarang yaitu ke Belanda dan Inggris. Ke Inggris itu kan untuk mendalami sistem hukum Anglo Saxon," kata Desmond saat dihubungi, Senin (31/8/2015).
Desmond pun mengatakan apabila ada kalangan seperti pengamat yang mempertanyakan tujuan studi banding maka akan diundang Komisi III.
"Kalau pengamatnya siapa yang mempertanyakan nanti akan kita undang. Kita sudah rapat, seperti kenapa kita ke Belanda? Karena ada catatan-catatan yang harus ditindak lanjuti," tutur Desmond.
"Setelah Pak Muladi, Amir Hamzah kan sudah agak lama, ini kan perlu dikroscek lagi, ini tujuan ke Belanda beberapa waktu lalu. Misalnya cyber crime atau kejahatan lain. Ini yang perlu dilakukan kroscek langsung," sebut politisi Gerindra itu.
Lanjutnya, dalam sistem hukum perlu tinjauan langsung ke Belanda dan Inggris. Dia tak ingin studi banding ini dinilai macam-macam oleh publik. Pasalnya, Komisi III DPR serius ingin membahas RUU KUHP.
"Besok setelah paripurna, kita ada RDP dengan pakar hukum. Bahas RUU KUHP. Kita sudah siapkan pembahasan raker dari pemerintah, pengamat," tuturnya.
Kunjungan kerja Komisi III DPR ke Inggris diikuti oleh 9 orang anggota Panja RUU KUHP. Kunjungan itu untuk belajar tentang hukum adat.
"Sembilan orang anggota komisi III yang duduk di panja KUHP lakukan kunker ke Inggris," kata anggota Komisi III Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (31/8/2015).
Kunjungan ke negara Ratu Elizabeth itu dilakukan pada tanggal 22-26 Agustus 2015. Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin memimpin rombongan tersebut.
Alasan pemilihan Inggris sebagai negara tujuan adalah karena negara itu telah lebih dahulu menerapkan sistem hukum pemidanaan perbuatan berdasar hukum yang hidup di masyarakat (the living law). Prinsip itu diadopsi di RUU KUHP yang mengenal hukum adat.
"Temuan kita, di Inggris justru sekarang bergeser. Mereka meninggalkan hukum kebiasaan, hukum adat. Kita kebalikannya," ucap politikus PPP ini.
Ditanya tentang anggaran dari kunjungan kerja ini, Arsul mengaku tidak tahu. Namun, dia menegaskan bahwa para anggota komisi hukum tidak jalan-jalan di sana.
"Biaya itu semua yang atur sekretariat Komisi III. Saya tidak tahu biaya," ujarnya.
Berikut adalah 9 nama anggota Komisi III yang mengikuti kunjungan kerja ke Inggris:
1. Aziz Syamsuddin (Golkar - Ketua Komisi III)
2. John Kennedy Aziz (Golkar)
3. Dwi Ria Latifa (PDIP)
4. Iwan Kurniawan (Gerindra)
5. Didik Mukriyanto (PD)
6. Daeng Muhammad (PAN)
7. Nassir Djamil (PKS)
8. Bahrudin Nasori (PKB)
9. Arsul Sani (PPP)
Sembilan anggota Komisi III DPR studi banding ke Inggris untuk memperdalam materi RUU KUHP. Padahal, semangat RUU KUHP adalah nuansa lokal seperti anti kumpul kebo dan pasal santet. Tapi mengapa malah studi banding ke negara pro kumpul kebo?
Sebagaimana dikutip detikcom dari RUU KUHP, Senin (31/8/2015), RUU KUHP menolak budaya Barat, salah satunya kumpul kebo.
"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda Kategori II," demikian bunyi pasal 488.
Selain itu, RUU KUHP juga mengancam orang yang mengaku bisa menyantet orang lain dengan ancaman pidana penjara. Dalam pasal 295 disebutkan:
Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
"Soal Pasal Santet, kita bingung, studi bandingnya ke mana? Kalau itu jadi, kita takut implementasinya kurang optimal. Mengapa? Karena kita tidak tahu harus studi banding ke negara mana?" kata Kabiro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur pada Maret 2013 silam.
Tidak hanya itu, RUU KUHP juga membuang jauh standar moral orang Belanda yang tertuang dalam KUHP. Banyak norma baru yang ditemui dalam RUU KUHP dan bertolak belakang dengan KUHP cita rasa masyarakat Barat.
Salah satu contohnya adalah ancaman bagi orang yang memaksa pasangan perempuannya untuk melakukan oral seks. Tak hanya itu, pemaksaan anal seks dan menggunakan alat bantu dalam berhubungan seks juga merupakan delik kejahatan. Alat bantu yang dimasukkan ke vagina tanpa persetujuan perempuan juga sebuah kejahatan. Semua kriteria di atas dimasukkan dalam kategori kejahatan pemerkosaan.
"Dipidana karena melakukan tindak pidana perkosaan dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun," demikian bunyi ancaman pidana dalam Pasal 491 RUU KUHP.
Meski RUU KUHP sangat bernuansa ketimuran, tetapi 9 anggota DPR memilih melakukan studi banding ke Inggris. Sebuah negara yang membolehkan kumpul kebo dan tidak mengenal pidana santet.
"Kita ke Inggris, 6 hari sama perjalanan. Lima harilah di Inggris. Dari 22 Agustus - 26 Agustus 2015. Belanda sudah di masa sidang lalu tapi diwakili pimpinan. Ini jangan ditulis jalan-jalan loh ya. Ini beneran kunjungan kerja," kata anggota Panja RUU KUHP, Arsul Sani.
Kalau mau belajar hukum adat, mengapa DPR tidak kunjungan kerja ke Bali, Dayak, Banten, Suku Anak Dalam, Aceh, Asmat dan sebagainya?
Komisi III DPR pernah melakukan studi banding tentang pasal santet dalam RUU KUHP ke Perancis, Rusia, Belanda dan Inggris pada 2013. Anehnya, komisi serupa mengulangi lagi studi banding tersebut ke Inggris untuk pendalaman RUU KUHP.
Dalam catatan detikcom, Senin (31/8/2015), DPR periode 2009-2014 melakukan studi banding keliling Eropa untuk studi banding RUU KUHP. Pada April 2013, para anggota dewan berkunjung ke Perancis, Rusia, Belanda dan Inggris. Meski sudah pernah melakukan studi banding, DPR kini kembali mengulanginya lagi dengan melakukan kunjungan serupa.
"Kita ke Inggris, 6 hari sama perjalanan. Lima hari lah di Inggris. Dari 22 Agustus - 26 Agustus 2015. Belanda sudah di masa sidang lalu tapi diwakili pimpinan. Ini jangan ditulis jalan-jalan loh ya. Ini beneran kunjungan kerja" kata salah satu peserta studi banding, Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2015).
Apakah ini studi banding kedua? Ternyata tidak. Dalam mempersiapkan RUU KUHP ini, telah berulang kali ahli, perumus dan pakar diberangkatkan ke berbagai penjuru dunia. Usaha menyusun KUHP baru dapat dimulai tahun 1964 dan diperbaharui hingga 2015 atau lebih dari 51 tahun. Namun, usaha itu belum membuahkan hasil apa pun.
Berikut sebagian kronologi revisi KUHP yang hingga saat ini belum selesai:
1964
Pemerintah kala itu sudah menggagas dibuatnya KUHP baru, menumbangkan KUHP rasa kolonial Belanda.
1980
Prof Soedarto membuat Tim di BPHN untuk mengkaji penyusunan KUHP Nasional. Duduk dalam tim ini Prof Oemar Seno Adji, Prof Ruslan Saleh dan J.E.Sahetapy.
1982
Tim diperluas dengan menambah anggota seperti Mardjono Reksodiputro, Andi Hamzah, Muladi, Barda Nawawi, Zulkarnaen Yunus. Tim sepakat untuk tidak membuat KUHP dari nol tetapi akan melakukan rekodifikasi KUHP Hindia Belanda
1986
Prof Soedarto wafat dan ketua tim diganti Prof Roeslan Saleh.
1987-1993
Ketua Tim dipegang oleh Mardjono Reksodiputro. Setelah itu tim perumus selalu berganti.
Tahun 1998
Menteri Kehakiman Muladi kembali mencoba mengajukan RKUHP ini ke Sekretariat Negara untuk dikirim dengan Nota Presiden ke DPR.
2012
Menkum HAM di era Amir Syamsuddin kembali menggodok RUU KUHP.
April 2013
DPR kunjungan kerja ke Perancis, Inggris, Belanda dan Rusia.
Awal 2015
Presiden Joko Widodo menyodorkan naskah RUU KUHP dan KUHAP ke DPR.
Agustus 2015
DPR studi banding ke Inggris.
Lalu kapan KUHP baru disahkan jika pekerjaannya studi banding terus menerus?
"Kan ada dua hal, harus kita bicarakan dalam sistem hukum sekarang yaitu ke Belanda dan Inggris. Ke Inggris itu kan untuk mendalami sistem hukum Anglo Saxon," kata Desmond saat dihubungi, Senin (31/8/2015).
Desmond pun mengatakan apabila ada kalangan seperti pengamat yang mempertanyakan tujuan studi banding maka akan diundang Komisi III.
"Kalau pengamatnya siapa yang mempertanyakan nanti akan kita undang. Kita sudah rapat, seperti kenapa kita ke Belanda? Karena ada catatan-catatan yang harus ditindak lanjuti," tutur Desmond.
"Setelah Pak Muladi, Amir Hamzah kan sudah agak lama, ini kan perlu dikroscek lagi, ini tujuan ke Belanda beberapa waktu lalu. Misalnya cyber crime atau kejahatan lain. Ini yang perlu dilakukan kroscek langsung," sebut politisi Gerindra itu.
Lanjutnya, dalam sistem hukum perlu tinjauan langsung ke Belanda dan Inggris. Dia tak ingin studi banding ini dinilai macam-macam oleh publik. Pasalnya, Komisi III DPR serius ingin membahas RUU KUHP.
"Besok setelah paripurna, kita ada RDP dengan pakar hukum. Bahas RUU KUHP. Kita sudah siapkan pembahasan raker dari pemerintah, pengamat," tuturnya.
Kunjungan kerja Komisi III DPR ke Inggris diikuti oleh 9 orang anggota Panja RUU KUHP. Kunjungan itu untuk belajar tentang hukum adat.
"Sembilan orang anggota komisi III yang duduk di panja KUHP lakukan kunker ke Inggris," kata anggota Komisi III Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (31/8/2015).
Kunjungan ke negara Ratu Elizabeth itu dilakukan pada tanggal 22-26 Agustus 2015. Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin memimpin rombongan tersebut.
Alasan pemilihan Inggris sebagai negara tujuan adalah karena negara itu telah lebih dahulu menerapkan sistem hukum pemidanaan perbuatan berdasar hukum yang hidup di masyarakat (the living law). Prinsip itu diadopsi di RUU KUHP yang mengenal hukum adat.
"Temuan kita, di Inggris justru sekarang bergeser. Mereka meninggalkan hukum kebiasaan, hukum adat. Kita kebalikannya," ucap politikus PPP ini.
Ditanya tentang anggaran dari kunjungan kerja ini, Arsul mengaku tidak tahu. Namun, dia menegaskan bahwa para anggota komisi hukum tidak jalan-jalan di sana.
"Biaya itu semua yang atur sekretariat Komisi III. Saya tidak tahu biaya," ujarnya.
Berikut adalah 9 nama anggota Komisi III yang mengikuti kunjungan kerja ke Inggris:
1. Aziz Syamsuddin (Golkar - Ketua Komisi III)
2. John Kennedy Aziz (Golkar)
3. Dwi Ria Latifa (PDIP)
4. Iwan Kurniawan (Gerindra)
5. Didik Mukriyanto (PD)
6. Daeng Muhammad (PAN)
7. Nassir Djamil (PKS)
8. Bahrudin Nasori (PKB)
9. Arsul Sani (PPP)
Sembilan anggota Komisi III DPR studi banding ke Inggris untuk memperdalam materi RUU KUHP. Padahal, semangat RUU KUHP adalah nuansa lokal seperti anti kumpul kebo dan pasal santet. Tapi mengapa malah studi banding ke negara pro kumpul kebo?
Sebagaimana dikutip detikcom dari RUU KUHP, Senin (31/8/2015), RUU KUHP menolak budaya Barat, salah satunya kumpul kebo.
"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda Kategori II," demikian bunyi pasal 488.
Selain itu, RUU KUHP juga mengancam orang yang mengaku bisa menyantet orang lain dengan ancaman pidana penjara. Dalam pasal 295 disebutkan:
Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
"Soal Pasal Santet, kita bingung, studi bandingnya ke mana? Kalau itu jadi, kita takut implementasinya kurang optimal. Mengapa? Karena kita tidak tahu harus studi banding ke negara mana?" kata Kabiro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur pada Maret 2013 silam.
Tidak hanya itu, RUU KUHP juga membuang jauh standar moral orang Belanda yang tertuang dalam KUHP. Banyak norma baru yang ditemui dalam RUU KUHP dan bertolak belakang dengan KUHP cita rasa masyarakat Barat.
Salah satu contohnya adalah ancaman bagi orang yang memaksa pasangan perempuannya untuk melakukan oral seks. Tak hanya itu, pemaksaan anal seks dan menggunakan alat bantu dalam berhubungan seks juga merupakan delik kejahatan. Alat bantu yang dimasukkan ke vagina tanpa persetujuan perempuan juga sebuah kejahatan. Semua kriteria di atas dimasukkan dalam kategori kejahatan pemerkosaan.
"Dipidana karena melakukan tindak pidana perkosaan dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun," demikian bunyi ancaman pidana dalam Pasal 491 RUU KUHP.
Meski RUU KUHP sangat bernuansa ketimuran, tetapi 9 anggota DPR memilih melakukan studi banding ke Inggris. Sebuah negara yang membolehkan kumpul kebo dan tidak mengenal pidana santet.
"Kita ke Inggris, 6 hari sama perjalanan. Lima harilah di Inggris. Dari 22 Agustus - 26 Agustus 2015. Belanda sudah di masa sidang lalu tapi diwakili pimpinan. Ini jangan ditulis jalan-jalan loh ya. Ini beneran kunjungan kerja," kata anggota Panja RUU KUHP, Arsul Sani.
Kalau mau belajar hukum adat, mengapa DPR tidak kunjungan kerja ke Bali, Dayak, Banten, Suku Anak Dalam, Aceh, Asmat dan sebagainya?
Komisi III DPR pernah melakukan studi banding tentang pasal santet dalam RUU KUHP ke Perancis, Rusia, Belanda dan Inggris pada 2013. Anehnya, komisi serupa mengulangi lagi studi banding tersebut ke Inggris untuk pendalaman RUU KUHP.
Dalam catatan detikcom, Senin (31/8/2015), DPR periode 2009-2014 melakukan studi banding keliling Eropa untuk studi banding RUU KUHP. Pada April 2013, para anggota dewan berkunjung ke Perancis, Rusia, Belanda dan Inggris. Meski sudah pernah melakukan studi banding, DPR kini kembali mengulanginya lagi dengan melakukan kunjungan serupa.
"Kita ke Inggris, 6 hari sama perjalanan. Lima hari lah di Inggris. Dari 22 Agustus - 26 Agustus 2015. Belanda sudah di masa sidang lalu tapi diwakili pimpinan. Ini jangan ditulis jalan-jalan loh ya. Ini beneran kunjungan kerja" kata salah satu peserta studi banding, Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2015).
Apakah ini studi banding kedua? Ternyata tidak. Dalam mempersiapkan RUU KUHP ini, telah berulang kali ahli, perumus dan pakar diberangkatkan ke berbagai penjuru dunia. Usaha menyusun KUHP baru dapat dimulai tahun 1964 dan diperbaharui hingga 2015 atau lebih dari 51 tahun. Namun, usaha itu belum membuahkan hasil apa pun.
Berikut sebagian kronologi revisi KUHP yang hingga saat ini belum selesai:
1964
Pemerintah kala itu sudah menggagas dibuatnya KUHP baru, menumbangkan KUHP rasa kolonial Belanda.
1980
Prof Soedarto membuat Tim di BPHN untuk mengkaji penyusunan KUHP Nasional. Duduk dalam tim ini Prof Oemar Seno Adji, Prof Ruslan Saleh dan J.E.Sahetapy.
1982
Tim diperluas dengan menambah anggota seperti Mardjono Reksodiputro, Andi Hamzah, Muladi, Barda Nawawi, Zulkarnaen Yunus. Tim sepakat untuk tidak membuat KUHP dari nol tetapi akan melakukan rekodifikasi KUHP Hindia Belanda
1986
Prof Soedarto wafat dan ketua tim diganti Prof Roeslan Saleh.
1987-1993
Ketua Tim dipegang oleh Mardjono Reksodiputro. Setelah itu tim perumus selalu berganti.
Tahun 1998
Menteri Kehakiman Muladi kembali mencoba mengajukan RKUHP ini ke Sekretariat Negara untuk dikirim dengan Nota Presiden ke DPR.
2012
Menkum HAM di era Amir Syamsuddin kembali menggodok RUU KUHP.
April 2013
DPR kunjungan kerja ke Perancis, Inggris, Belanda dan Rusia.
Awal 2015
Presiden Joko Widodo menyodorkan naskah RUU KUHP dan KUHAP ke DPR.
Agustus 2015
DPR studi banding ke Inggris.
Lalu kapan KUHP baru disahkan jika pekerjaannya studi banding terus menerus?
Comments