Dir Tipid Eksus Bareskrim Polri menggeledah kantor Pelindo II di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara perihal dugaan kasus korupsi pengadaan 10 unit mobil crane. Salah satu ruangan yang diperiksa merupakan ruangan Dirut Pelindo II RJ Lino.
"Saya langsung yang geledah di ruangan beliau (Dirut Pelindo II), dia sempat menghalangi untuk masuk. Ada 26 bandel (buku) kita ambil," kata Dir Tipid Eksus Brigjen Viktor E Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/8/2015).
"Tentu akan kita periksa," sambungnya saat ditanya apakah akan memeriksa Dirut Pelindo II.
Viktor menjelaskan, 26 bundel itu di antara berisi dokumen terkait perencanaan, berkas pemeriksaan dari audiotor terkait pengadaan mobil crane.
"Kemudian ada seperti berkas pemeriksaan dari auditor, dimana disitu disebutkan satu per satu kesalahan masing-masing pribadi, kita sita," ujarnya.
"Ini akan kita klarifikasi kepada yang bersangkutan tentang data-data ini. Dan ada beberapa hal yang akan kita tanyakan terkait pengadaan mobile crane tahun 2013, yang sampai sekarang masih mangkrak di tempat itu," sambungnya.
Viktor mengatakan, seharusnya 10 mobil crane itu dikirim ke 8 pelabuhan di beberapa daerah di Indonesia. Seperti bengkulu, Jambi, Teluk Bayur Padang, Palembang, Banten, dan pontianak. Namun yang menjadi pertanyaan polisi, mengapa hingga kini 2015 mobil crane itu belum juga dikirim.
"Kemudian kita selidiki di beberapa pelabuhan itu. Pelabuhan itu ternyata mengatakan mereka tidak butuh (mobil crane). Nah, Kenapa kalau tidak butuh itu dibeli, tentu simulator juga tidak dibutuhkan. Ini yang perlu kita telisik," ucapnya.
Viktor menyatakan sebenarnya sudah ada tersangka pada kasus ini. Namun Viktor masih enggan membeberkan siapa nama atau inisial tersangka tersebut.
"Untuk apa geledah kalau belum ada tersangka. Ini menguatkan saja. Kita sudah punya alat bukti cukup. Penyelidikan sudah 2 bulan, Minggu depan kita periksa," katanya.
Menurut Viktor, pihaknya belum dapat menentukan jumlah kerugian negara dalam kasus ini.
"Belum bisa menentukan berapa, karena menyangkut divisi, simulator mobile, simulator kapalnya, proyek total sekitar Rp 5 Triliun tentu kita akan melihat berapa kerugian. Akan diaudit BPK," pungkasnya.
"Saya langsung yang geledah di ruangan beliau (Dirut Pelindo II), dia sempat menghalangi untuk masuk. Ada 26 bandel (buku) kita ambil," kata Dir Tipid Eksus Brigjen Viktor E Simanjuntak di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (28/8/2015).
"Tentu akan kita periksa," sambungnya saat ditanya apakah akan memeriksa Dirut Pelindo II.
Viktor menjelaskan, 26 bundel itu di antara berisi dokumen terkait perencanaan, berkas pemeriksaan dari audiotor terkait pengadaan mobil crane.
"Kemudian ada seperti berkas pemeriksaan dari auditor, dimana disitu disebutkan satu per satu kesalahan masing-masing pribadi, kita sita," ujarnya.
"Ini akan kita klarifikasi kepada yang bersangkutan tentang data-data ini. Dan ada beberapa hal yang akan kita tanyakan terkait pengadaan mobile crane tahun 2013, yang sampai sekarang masih mangkrak di tempat itu," sambungnya.
Viktor mengatakan, seharusnya 10 mobil crane itu dikirim ke 8 pelabuhan di beberapa daerah di Indonesia. Seperti bengkulu, Jambi, Teluk Bayur Padang, Palembang, Banten, dan pontianak. Namun yang menjadi pertanyaan polisi, mengapa hingga kini 2015 mobil crane itu belum juga dikirim.
"Kemudian kita selidiki di beberapa pelabuhan itu. Pelabuhan itu ternyata mengatakan mereka tidak butuh (mobil crane). Nah, Kenapa kalau tidak butuh itu dibeli, tentu simulator juga tidak dibutuhkan. Ini yang perlu kita telisik," ucapnya.
Viktor menyatakan sebenarnya sudah ada tersangka pada kasus ini. Namun Viktor masih enggan membeberkan siapa nama atau inisial tersangka tersebut.
"Untuk apa geledah kalau belum ada tersangka. Ini menguatkan saja. Kita sudah punya alat bukti cukup. Penyelidikan sudah 2 bulan, Minggu depan kita periksa," katanya.
Menurut Viktor, pihaknya belum dapat menentukan jumlah kerugian negara dalam kasus ini.
"Belum bisa menentukan berapa, karena menyangkut divisi, simulator mobile, simulator kapalnya, proyek total sekitar Rp 5 Triliun tentu kita akan melihat berapa kerugian. Akan diaudit BPK," pungkasnya.
Comments