Dampak krisis global yang mengancam perekonomian Indonesia semakin mengkhawatirkan. Kekhawatiran itu juga dirasakan oleh mantan Presiden RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. (Baca: Ekonomi Dianggap Dinamis, SBY Tak Mau Salahkan Jokowi)
Kondisi ini membuat SBY terdorong untuk berbagi pengalaman, menyumbang saran konstruktif kepada pemerintahan PresidenJoko Widodo. SBY mengatakan, dampak krisis global semakin terasa nyata untuk Indonesia, meski tidak sama persis dengan krisis 1998 atau 2008. Indikatornya adalah menurunnya pertumbuhan ekonomi, terpuruknya rupiah, terpukulnya sektor riil, mismatch dalam APBN, pelaku bisnis menjadi cemas dan menahan investasi, harga kebutuhan pokok melonjak, serta PHK mulai terjadi sehingga rentan menimbulkan dampak sosial.
Ia berharap pemerintah menyadari hal ini dan tidak terlambat menentukan langkah.
"Kenapa kita selamat dari krisis 2008? Itu karena antisipasi kita tidak telat," kata SBY, di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/8/2015) malam.
Berdasarkan pengalaman menghadapi krisis 2008, SBY memberikan enam saran untuk pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya krisis. Enam saran itu adalah menjaga pertumbuhan ekonomi, menstabilkan harga kebutuhan pokok, menghentikan pengurasan pajak melalui pemberian insentif, menjaga nilai tukar rupiah, cermat memanfaatkan ruang fiskal, dan menjaga kepercayaan publik.
Atas situasi yang terjadi saat ini, kata SBY, pemerintah tidak perlu berkecil hati, apalagi merasa bersalah. Menurut dia, ekonomi sangat dinamis dan ancaman krisis bisa datang pada era kepemimpinan siapa pun.
Akan tetapi, SBY meminta pemerintah tetap waspada terhadap cara membuat paket kebijakan penanganan krisis. Ia berpendapat, pemerintah melakukan kesalahan besar jika mengetahui ada masalah, tetapi tidak mengakui dan tidak bertindak untuk menyelesaikannya.
Menurut SBY, pemerintah tidak perlu khawatir dengan pro dan kontra yang muncul dari kebijakan yang diambil. Ia sepakat bahwa suatu kebijakan tidak akan memuaskan semua pihak. Yang paling penting, pemerintah bertindak dan mau menyempurnakan kebijakan yang diambil.
"Yang penting realistis, jalankan. Perihal di jalan ada yang tidak pas, perbaiki lagi. Do it, jangan tidur. Kantor menteri boleh mati, kantor Presiden harus tetap nyala, terus bekerja," ujarnya.
SBY mengungkapkan, semua pendapat dan masukannya ini tidak dimaksudkan untuk menggurui pemerintah, tetapi untuk berbagi pengalaman. Pernyataan SBY juga menegaskan posisi Partai Demokrat sebagai partai penyeimbang yang kritis dan konstruktif.
Sebelum menyampaikan hal ini kepada publik, SBY lebih dulu berdiskusi dengan pimpinan media massa terkait gejolak ekonomi yang terjadi. Pertemuan itu juga dihadiri para mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu, seperti Sudi Silalahi, Dipo Alam, Roy Suryo, dan Amir Syamsuddin.
SBY mengaku selalu menjaga hubungan baik dengan Jokowi. Komunikasi keduanya tetap berjalan walau hanya melalui sambungan telepon atau utusan Presiden yang menemui SBY. Ia berharap pemerintah terbuka pada masalah yang dihadapi, kemudian menentukan solusi, dan mengambil tindakan konkret.
"Saya mengatakan, negara kita belum krisis, waktu masih ada. Akan tetapi, perlu ada langkah jitu. Jika ada sesuatu yang terjadi, kita sudah siap," kata SBY.
Kondisi ini membuat SBY terdorong untuk berbagi pengalaman, menyumbang saran konstruktif kepada pemerintahan PresidenJoko Widodo. SBY mengatakan, dampak krisis global semakin terasa nyata untuk Indonesia, meski tidak sama persis dengan krisis 1998 atau 2008. Indikatornya adalah menurunnya pertumbuhan ekonomi, terpuruknya rupiah, terpukulnya sektor riil, mismatch dalam APBN, pelaku bisnis menjadi cemas dan menahan investasi, harga kebutuhan pokok melonjak, serta PHK mulai terjadi sehingga rentan menimbulkan dampak sosial.
Ia berharap pemerintah menyadari hal ini dan tidak terlambat menentukan langkah.
"Kenapa kita selamat dari krisis 2008? Itu karena antisipasi kita tidak telat," kata SBY, di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/8/2015) malam.
Berdasarkan pengalaman menghadapi krisis 2008, SBY memberikan enam saran untuk pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya krisis. Enam saran itu adalah menjaga pertumbuhan ekonomi, menstabilkan harga kebutuhan pokok, menghentikan pengurasan pajak melalui pemberian insentif, menjaga nilai tukar rupiah, cermat memanfaatkan ruang fiskal, dan menjaga kepercayaan publik.
Atas situasi yang terjadi saat ini, kata SBY, pemerintah tidak perlu berkecil hati, apalagi merasa bersalah. Menurut dia, ekonomi sangat dinamis dan ancaman krisis bisa datang pada era kepemimpinan siapa pun.
Akan tetapi, SBY meminta pemerintah tetap waspada terhadap cara membuat paket kebijakan penanganan krisis. Ia berpendapat, pemerintah melakukan kesalahan besar jika mengetahui ada masalah, tetapi tidak mengakui dan tidak bertindak untuk menyelesaikannya.
Menurut SBY, pemerintah tidak perlu khawatir dengan pro dan kontra yang muncul dari kebijakan yang diambil. Ia sepakat bahwa suatu kebijakan tidak akan memuaskan semua pihak. Yang paling penting, pemerintah bertindak dan mau menyempurnakan kebijakan yang diambil.
"Yang penting realistis, jalankan. Perihal di jalan ada yang tidak pas, perbaiki lagi. Do it, jangan tidur. Kantor menteri boleh mati, kantor Presiden harus tetap nyala, terus bekerja," ujarnya.
SBY mengungkapkan, semua pendapat dan masukannya ini tidak dimaksudkan untuk menggurui pemerintah, tetapi untuk berbagi pengalaman. Pernyataan SBY juga menegaskan posisi Partai Demokrat sebagai partai penyeimbang yang kritis dan konstruktif.
Sebelum menyampaikan hal ini kepada publik, SBY lebih dulu berdiskusi dengan pimpinan media massa terkait gejolak ekonomi yang terjadi. Pertemuan itu juga dihadiri para mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu, seperti Sudi Silalahi, Dipo Alam, Roy Suryo, dan Amir Syamsuddin.
SBY mengaku selalu menjaga hubungan baik dengan Jokowi. Komunikasi keduanya tetap berjalan walau hanya melalui sambungan telepon atau utusan Presiden yang menemui SBY. Ia berharap pemerintah terbuka pada masalah yang dihadapi, kemudian menentukan solusi, dan mengambil tindakan konkret.
"Saya mengatakan, negara kita belum krisis, waktu masih ada. Akan tetapi, perlu ada langkah jitu. Jika ada sesuatu yang terjadi, kita sudah siap," kata SBY.
Comments