Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat membuat suasana trotoar dan sebagian badan jalan semrawut. Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) akan kembali menertibkan dan merapikannya lagi.
"Ya harus dipaksa minimal tengah kosong dulu didorong. Kita lagi siapin tanah yang di Jalan Cengkeh-Jalan Tongkol (Jakarta Barat) itu kita mau bangun. Harus dorong, yang penting bersih tengah sudah bersih sekarang. Tinggal yang di pinggir semrawut kita atur lagi," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (28/8/2015).
Mantan Bupati Belitung Timur itu mencurigai PKL yang di pinggir kawasan Kota Tua bukanlah mereka yang memiliki KTP DKI Jakarta. Untuk itu Ahok pun akan segera melakukan penertiban dalam waktu dekat.
"Kita lacak lagi kebanyakan itu bukan KTP DKI. Itu banyak preman yang jual lapak ke non DKI. Kita akan sikat!" tegasnya.
Ahok pun akan jalin kerjasama dengan Polda Metro Jaya untuk menertibkan PKL. "Makanya kita mau keluarkan duit kepada Polda supaya kita tertibkan lima tertib ini," tutup Ahok.
Diduga kesemrawutan ini terjadi penerapan zonasi pedagang itu membuat sejumlah pemilik rumah dan perkantoran yang berada di Jalan Kali Besar Timur kesal. Pasalnya setiap hari ratusan pegadang kaki lima dengan tenda berwarna biru memenuhi akses jalan dan membuat kotor.
Sebelumnya, salah satu pemilik Rumah Akar di jalan tersebut, Ella Ubaidi mengatakan pemindahan PKL dari zona Fatahillah ke lingkar luar di sepanjang ruas Jalan Kali Besar Timur jelas salah kaprah. Sebab, banyaknya para PKL di daerah yang banyak bangunan cagar budaya itu mengganggu akses jalan perkantoran yang mulai aktif beroperasi.
Akses jalan yang seharusnya menjadi fasilitas umum setiap Pukul 17.00 WIB dipenuhi oleh para PKL. Membuat para pejalan kaki sulit melintas dan itu menyalahi aturan ketertiban umum.
"Sebenarnya, konsep pariwisata yang seperti apa sih yang mau ditunjukkan oleh pemerintah, kalau memang kelas PKL, ya ditata dengan baik dong. Bukan malah jadi kumuh dan bau pesing kayak gini. Karena yang kita jual dari bangunan heritage ini kan estetika dan keindahannya. Bukan malah ditutupi dengan tenda-tenda PKL," terang Ella kepada wartawan, Kamis (27/8) sore.
Ella mengatakan, kesemerawutan PKL saat ini sudah menjadi buah bibir pemilik bangunan cagar budaya, diantaranya Banda Graha Reksa, dan PT. Jasa Raharja. Jadi bukan tidak mungkin konservasi bangunan tua menuju World Heritage yang diakui UNESCO tahun 2017 nanti akan gagal.
"Kita sudah sepakat bakal menemui Gubernur, karena kalau kumuh begitu, mana mungkin investor akan tertarik," kata Mantan Executive Vice President Heritage Conservation and Architecture Design PT. Kereta Api Indonesia itu.
Ella menambahkan, penataan PKL di kawasan Kota Tua itu sebenarnya mudah dilakukan. Asalkan, pemerintah bisa berlaku tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan PKL.
"Ya harus dipaksa minimal tengah kosong dulu didorong. Kita lagi siapin tanah yang di Jalan Cengkeh-Jalan Tongkol (Jakarta Barat) itu kita mau bangun. Harus dorong, yang penting bersih tengah sudah bersih sekarang. Tinggal yang di pinggir semrawut kita atur lagi," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (28/8/2015).
Mantan Bupati Belitung Timur itu mencurigai PKL yang di pinggir kawasan Kota Tua bukanlah mereka yang memiliki KTP DKI Jakarta. Untuk itu Ahok pun akan segera melakukan penertiban dalam waktu dekat.
"Kita lacak lagi kebanyakan itu bukan KTP DKI. Itu banyak preman yang jual lapak ke non DKI. Kita akan sikat!" tegasnya.
Ahok pun akan jalin kerjasama dengan Polda Metro Jaya untuk menertibkan PKL. "Makanya kita mau keluarkan duit kepada Polda supaya kita tertibkan lima tertib ini," tutup Ahok.
Diduga kesemrawutan ini terjadi penerapan zonasi pedagang itu membuat sejumlah pemilik rumah dan perkantoran yang berada di Jalan Kali Besar Timur kesal. Pasalnya setiap hari ratusan pegadang kaki lima dengan tenda berwarna biru memenuhi akses jalan dan membuat kotor.
Sebelumnya, salah satu pemilik Rumah Akar di jalan tersebut, Ella Ubaidi mengatakan pemindahan PKL dari zona Fatahillah ke lingkar luar di sepanjang ruas Jalan Kali Besar Timur jelas salah kaprah. Sebab, banyaknya para PKL di daerah yang banyak bangunan cagar budaya itu mengganggu akses jalan perkantoran yang mulai aktif beroperasi.
Akses jalan yang seharusnya menjadi fasilitas umum setiap Pukul 17.00 WIB dipenuhi oleh para PKL. Membuat para pejalan kaki sulit melintas dan itu menyalahi aturan ketertiban umum.
"Sebenarnya, konsep pariwisata yang seperti apa sih yang mau ditunjukkan oleh pemerintah, kalau memang kelas PKL, ya ditata dengan baik dong. Bukan malah jadi kumuh dan bau pesing kayak gini. Karena yang kita jual dari bangunan heritage ini kan estetika dan keindahannya. Bukan malah ditutupi dengan tenda-tenda PKL," terang Ella kepada wartawan, Kamis (27/8) sore.
Ella mengatakan, kesemerawutan PKL saat ini sudah menjadi buah bibir pemilik bangunan cagar budaya, diantaranya Banda Graha Reksa, dan PT. Jasa Raharja. Jadi bukan tidak mungkin konservasi bangunan tua menuju World Heritage yang diakui UNESCO tahun 2017 nanti akan gagal.
"Kita sudah sepakat bakal menemui Gubernur, karena kalau kumuh begitu, mana mungkin investor akan tertarik," kata Mantan Executive Vice President Heritage Conservation and Architecture Design PT. Kereta Api Indonesia itu.
Ella menambahkan, penataan PKL di kawasan Kota Tua itu sebenarnya mudah dilakukan. Asalkan, pemerintah bisa berlaku tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan PKL.
Comments