Untuk meminimalisir penggunaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan menagih kewajiban pengembang serta kontribusi. Jika pengembang tidak memberi kontribusi, Basuki tidak akan menerbitkan izin bagi mereka.
Pria yang akrab disapa Ahok itu menyebutnya sebagai kebijakan palang pintu. Palang pintu merupakan kesenian khas Betawi untuk membuka penghalang seseorang masuk daerah tertentu. Seseorang itu harus melakukan berbagai cara yang disyaratkan tuan rumah agar penghalang terbuka.
"Orang bilang, (kebijakan) ini preman. Tapi saya menyebutnya ini budaya palang pintu," kata Ahok, beberapa waktu lalu.
Ahok mencontohkan, jika ada pengembang yang ingin menaikkan koefisien lantai bangunan (KLB) mereka, harus membayar kewajiban. Seperti contohnya Mori Building Company yang ingin menaikkan KLB mereka.
Pemprov DKI Jakarta meminta perusahaan tersebut membangun tambahan jalan layang di Semanggi. Jika kewajiban dalam bentuk fasos fasum tidak dibangun, maka Pemprov DKI Jakarta tidak menerbitkan sertifikat layak fungsi atau SLF.
"Kalau mau ngeruk laut DKI juga boleh, asal kontribusi 15 persen dari nilai jual objek pajaknya, Bos," kata Ahok.
Ahok juga menginginkan pemilik properti atau pengembang bertanggungjawab atas trotoar yang ada di depan gedung perkantoran mereka. Pemprov DKI Jakarta membutuhkan waktu dan biaya tinggi untuk dapat membereskan 2.600 kilometer trotoar.
"Tiap tahun butuh Rp 100 miliar dan butuh 25 tahun memperbaiki semua trotoar di Jakarta," kata Basuki.
Seluruh kewajiban pengembang itu dikembalikan dalam bentuk fasilitas publik, bukan dengan uang. Sementara APBD DKI Jakarta akan difokuskan untuk pelayanan pendidikan, kesehatan, dan transportasi.
"Saya ingin setiap hari ada operasi pasar di Jakarta. Warga Jakarta harus bisa dilayani dari pendidikan, agama, budaya, kesehatan, sampai kantong atau dompetnya," kata Basuki.
Comments