Wakil Ketua Komisi III Sufmi Dasco Ahmad menyebut Gubernur DKI Ahok harus bisa lebih bijak menyikapi soal penolakan sejumlah RT / RW terhadap aplikasi Qlue. Ada dua hal yang seharusnya diperhatikan oleh Ahok
"Yang pertama, Ahok jangan memperlakukan RT dan RW seperti bawahannya. Walau bagaimanapun RT dan RW bukanlah karyawan Pemprov DKI dan uang kehormatan yang mereka terima tiap bulan sebenarnya tidak dapat disebut gaji," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/5).
Secara filosofis, RT dan RW adalah tokoh yang dipercaya dan dipilih masyarakat setempat untuk mengurus persoalan administrasi sederhana dan interaksi diantara mereka, jadi hubungannya sangat kekeluargaan, bukan hubungan kerja.
Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 5 Tahun 2007 secara garis besar menjelaskan bahwa Rukun Tetangga, adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat .
"Yang kedua, kebanyakan RT dan RW adalah warga senior yang telah pensiun. Mereka bersedia menjadi RT dan RW karena punya waktu yang luang. Dari segi usia sangat wajar jika sebagian mereka gagap teknologi dan sulit menguasai aplikasi Qlue," jelas dia.
Disisi lain para Ketua RT dan RW haruslah bisa bersikap bijak , tidak perlu mereka memboikot Pilgub kalau tidak suka dipaksa memakai aplikasi Qlue.
"Justru kalau tidak suka dengan pemimpin yang kerap memaksakan kehendak mereka harus bisa memastikan struktur RT dan RW tidak disalahgunakan untuk pencalonan kembali pemimpin tersebut. Mereka juga harus jeli dan waspada agar jangan sampai ada warga mereka yang KTP di klaim sebagai pendukung pencalonan independen," tandasnya.
Sebelumnya, rombongan Ketua Rukun Warga (RW) dan Rukun Tangga (RT) di Jakarta melakukan protes atas SK Gubernur No. 903 tentang pelaporan melalui aplikasi Qule.
Dalam SK tersebut mewajibkan RT/RW melaporkan kondisi lingkungan mereka sebanyak 90 kali dalam sebulan atau minimal 3 laporan dalam sehari. Jika tidak mencapai target, maka uang operasional untuk pengurus RT/RW tidak bisa dicairkan.
"Yang pertama, Ahok jangan memperlakukan RT dan RW seperti bawahannya. Walau bagaimanapun RT dan RW bukanlah karyawan Pemprov DKI dan uang kehormatan yang mereka terima tiap bulan sebenarnya tidak dapat disebut gaji," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/5).
Secara filosofis, RT dan RW adalah tokoh yang dipercaya dan dipilih masyarakat setempat untuk mengurus persoalan administrasi sederhana dan interaksi diantara mereka, jadi hubungannya sangat kekeluargaan, bukan hubungan kerja.
Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 5 Tahun 2007 secara garis besar menjelaskan bahwa Rukun Tetangga, adalah lembaga yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat .
"Yang kedua, kebanyakan RT dan RW adalah warga senior yang telah pensiun. Mereka bersedia menjadi RT dan RW karena punya waktu yang luang. Dari segi usia sangat wajar jika sebagian mereka gagap teknologi dan sulit menguasai aplikasi Qlue," jelas dia.
Disisi lain para Ketua RT dan RW haruslah bisa bersikap bijak , tidak perlu mereka memboikot Pilgub kalau tidak suka dipaksa memakai aplikasi Qlue.
"Justru kalau tidak suka dengan pemimpin yang kerap memaksakan kehendak mereka harus bisa memastikan struktur RT dan RW tidak disalahgunakan untuk pencalonan kembali pemimpin tersebut. Mereka juga harus jeli dan waspada agar jangan sampai ada warga mereka yang KTP di klaim sebagai pendukung pencalonan independen," tandasnya.
Sebelumnya, rombongan Ketua Rukun Warga (RW) dan Rukun Tangga (RT) di Jakarta melakukan protes atas SK Gubernur No. 903 tentang pelaporan melalui aplikasi Qule.
Dalam SK tersebut mewajibkan RT/RW melaporkan kondisi lingkungan mereka sebanyak 90 kali dalam sebulan atau minimal 3 laporan dalam sehari. Jika tidak mencapai target, maka uang operasional untuk pengurus RT/RW tidak bisa dicairkan.
Comments