Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberi sambutan dalam lokakarya tentang penggunaan bahasa Indonesia. Lokakarya itu guna memastikan bahasa Indonesia diterapkan secara baik.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud memaparkan bahasa Indonesia tidak diterapkan secara baik dan melanggar UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Contoh sederhana yang dipaparkan dan luput dari perhatian adalah soal penamaan hotel atau apartemen. Lalu soal tayangan-tayangan iklan yang dipajang di jalan, banyak yang tak berbahasa Indonesia yang baik. Pemprov DKI diharapkan bisa memperbaiki hal itu.
Namun, Ahok menilai sangat sulit menerapkan bahasa Indonesia yang baik, apalagi di ibu kota DKI yang merupakan kota metropolitan. Ahok mencontohkan beberapa kasus di mana bahasa Indonesia pada faktanya tak diterapkan dengan baik.
"Secara fakta susah dilaksanakan di lapangan. Saya masih ingat tahun berapa gitu ketika Pak Harto mewajibkan semua mall diubah (jadi bahasa Indonesia). Jadi Plaza Indonesia diganti plasa, pakai 's'. Saya kira itu teknik bahasa yang buruk," ucap Ahok.
Hal itu disampaikan Ahok dalam lokakarya bertema 'berbahasa dengan cermat, apik dan santun untuk peradaban bangsa' di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Ahok mengatakan penggunaan bahasa Indonesia saat ini banyak bercampur dengan bahasa Inggris, Arab bahkan kadang ke dalam bahasa agama, seperti ungkapan salam yang tiap agama berbeda-beda.
"Pemimpin-pemimpin kita dari awal sampai merdeka, sampai jamannya Bung Karno, Pak Harto pun baru tahun 80an, tidak pernah menggunakan salam agama dalam setiap pidato. Kalau kita mau pelajari secara jujur dan ketat," kata Ahok yang mengawali sambutannya dengan 'assalamu'alaikum' dan 'selamat pagi'.
"Saya menggunakan bahasa Indoensia sebaik mungkin, banyak orang menonjolkan kemampuan bahasa inggrisnya. Pidato dicampur-campur juga saya kira tidak betul. Kalau di forum internasional silakan bahasa Inggris," lanjutnya.
Bahkan untuk contoh kasus yang lebih sensitif lagi kata Ahok, dia pernah diminta membacakan pidato menteri dalam sebuah acara yang isinya banyak ayat-ayat dalam al-quran, sementara Ahok tak bisa membaca ayat tersebut.
"Saya nggak bisa baca, kalau Wabillahi Taufik Walhidayah saya masih oke. Itu bukan NU, kalau NU lebih panjang lagi," terang Ahok sedikit kelakar.
"Jadi bisa bayangkan seorang menteri minta seluruh gubernur wali kota membacakan pidato, dia pasang keyakinan, doanya di sana. Saya kira nggak bisa. Kita nggak ada negara mayoritas dan minoritas, ini dasar undang-undang. Kalau bicara lebih ketat," imbuhnya.
"Misalnya boleh nggak saya minta wali kota atau kepala dinas bacakan pidato, saya masukan doa saya, 'dalam nama Tuhan Yesus Kristus juru selamat saya', lalu amin, dia bacakan? Nggak boleh," tambahnya lagi.
Karena itu menurut Ahok secara teknis di lapangan penggunaan bahasa Indonesia yang baik sulit diterapkan apalagi di Jakarta. Dalam bahasa Ahok, negara ini 'kacau balau' soal penerapan bahasa Indonesia.
Belum lagi banyak pejabat Indonesia yang kerap menyelipkan bahasa Inggris dalam pidato-pidatonya. Tak sampai situ, contoh lain yang dipaparkan Ahok peggunaan bahasa Indonesia oleh media. Di antaranya penyiar radio yang menyampaikan 'stay tuned' sebelum jeda, atau stasiun televisi menggunakan 'live' yang seharusnya siaran langsung.
Kemudian media yang menggunakan 'impeachment' yang seharusnya pemakzulan, dan 'incumbent' yang seharusnya petahana dalam bahasa Indonesia. Belum lagi soal tayangan iklan-iklan baik dari perusahaan lokal maupun asing yang menggunakan bahasa Inggris.
"Jadi kalau menurut saya nggak gampang. Sebagai kota metropolitian kita nggak bisa. Misalnya 'delivery service', untuk orang asing ini kota metropolitan. Kita nggak bisa memaksa semua orang asing harus membaca semua iklan dalam bahasa Indonesia," ucap Ahok.
"Jadi saya berpikir kalau anda mau gunakan bahasa Indonesia, harus gunakan bahasa Indonesia yang benar saja deh. Jangan ditempel yang aneh-aneh," imbuhnya.
Ahok mempersilakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud untuk berdiskusi dan mencarikan solusi yang baik. Paparan Ahok di atas hanya sekelumit pemikiran soal bahasa Indonesia.
"Saya sampaikan apa yang ada di pikiran saya, kondisi sehari-hari yang kami hadapi. Tentu kami berharap melalui lokakarya ini Pemprov DKI bisa dapat masukan, solusi untuk atasi pergumulan batin kami yang susah," ucap Ahok santai.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud memaparkan bahasa Indonesia tidak diterapkan secara baik dan melanggar UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Contoh sederhana yang dipaparkan dan luput dari perhatian adalah soal penamaan hotel atau apartemen. Lalu soal tayangan-tayangan iklan yang dipajang di jalan, banyak yang tak berbahasa Indonesia yang baik. Pemprov DKI diharapkan bisa memperbaiki hal itu.
Namun, Ahok menilai sangat sulit menerapkan bahasa Indonesia yang baik, apalagi di ibu kota DKI yang merupakan kota metropolitan. Ahok mencontohkan beberapa kasus di mana bahasa Indonesia pada faktanya tak diterapkan dengan baik.
"Secara fakta susah dilaksanakan di lapangan. Saya masih ingat tahun berapa gitu ketika Pak Harto mewajibkan semua mall diubah (jadi bahasa Indonesia). Jadi Plaza Indonesia diganti plasa, pakai 's'. Saya kira itu teknik bahasa yang buruk," ucap Ahok.
Hal itu disampaikan Ahok dalam lokakarya bertema 'berbahasa dengan cermat, apik dan santun untuk peradaban bangsa' di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (27/5/2016).
Ahok mengatakan penggunaan bahasa Indonesia saat ini banyak bercampur dengan bahasa Inggris, Arab bahkan kadang ke dalam bahasa agama, seperti ungkapan salam yang tiap agama berbeda-beda.
"Pemimpin-pemimpin kita dari awal sampai merdeka, sampai jamannya Bung Karno, Pak Harto pun baru tahun 80an, tidak pernah menggunakan salam agama dalam setiap pidato. Kalau kita mau pelajari secara jujur dan ketat," kata Ahok yang mengawali sambutannya dengan 'assalamu'alaikum' dan 'selamat pagi'.
"Saya menggunakan bahasa Indoensia sebaik mungkin, banyak orang menonjolkan kemampuan bahasa inggrisnya. Pidato dicampur-campur juga saya kira tidak betul. Kalau di forum internasional silakan bahasa Inggris," lanjutnya.
Bahkan untuk contoh kasus yang lebih sensitif lagi kata Ahok, dia pernah diminta membacakan pidato menteri dalam sebuah acara yang isinya banyak ayat-ayat dalam al-quran, sementara Ahok tak bisa membaca ayat tersebut.
"Saya nggak bisa baca, kalau Wabillahi Taufik Walhidayah saya masih oke. Itu bukan NU, kalau NU lebih panjang lagi," terang Ahok sedikit kelakar.
"Jadi bisa bayangkan seorang menteri minta seluruh gubernur wali kota membacakan pidato, dia pasang keyakinan, doanya di sana. Saya kira nggak bisa. Kita nggak ada negara mayoritas dan minoritas, ini dasar undang-undang. Kalau bicara lebih ketat," imbuhnya.
"Misalnya boleh nggak saya minta wali kota atau kepala dinas bacakan pidato, saya masukan doa saya, 'dalam nama Tuhan Yesus Kristus juru selamat saya', lalu amin, dia bacakan? Nggak boleh," tambahnya lagi.
Karena itu menurut Ahok secara teknis di lapangan penggunaan bahasa Indonesia yang baik sulit diterapkan apalagi di Jakarta. Dalam bahasa Ahok, negara ini 'kacau balau' soal penerapan bahasa Indonesia.
Belum lagi banyak pejabat Indonesia yang kerap menyelipkan bahasa Inggris dalam pidato-pidatonya. Tak sampai situ, contoh lain yang dipaparkan Ahok peggunaan bahasa Indonesia oleh media. Di antaranya penyiar radio yang menyampaikan 'stay tuned' sebelum jeda, atau stasiun televisi menggunakan 'live' yang seharusnya siaran langsung.
Kemudian media yang menggunakan 'impeachment' yang seharusnya pemakzulan, dan 'incumbent' yang seharusnya petahana dalam bahasa Indonesia. Belum lagi soal tayangan iklan-iklan baik dari perusahaan lokal maupun asing yang menggunakan bahasa Inggris.
"Jadi kalau menurut saya nggak gampang. Sebagai kota metropolitian kita nggak bisa. Misalnya 'delivery service', untuk orang asing ini kota metropolitan. Kita nggak bisa memaksa semua orang asing harus membaca semua iklan dalam bahasa Indonesia," ucap Ahok.
"Jadi saya berpikir kalau anda mau gunakan bahasa Indonesia, harus gunakan bahasa Indonesia yang benar saja deh. Jangan ditempel yang aneh-aneh," imbuhnya.
Ahok mempersilakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud untuk berdiskusi dan mencarikan solusi yang baik. Paparan Ahok di atas hanya sekelumit pemikiran soal bahasa Indonesia.
"Saya sampaikan apa yang ada di pikiran saya, kondisi sehari-hari yang kami hadapi. Tentu kami berharap melalui lokakarya ini Pemprov DKI bisa dapat masukan, solusi untuk atasi pergumulan batin kami yang susah," ucap Ahok santai.
Comments