Hubungan Wakil Ketua DPRD DKI Abraham 'Lulung' Lunggana dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bagaikan air dan minyak. Lulung semangat menjadi inisiator pemanggilan Ahok untuk 2 kasus korupsi. Aksi Lulung malah membuat Ahok tertawa.
Terbaru, Lulung akan meminta penjelasan Ahok untuk dua kasus korupsi di masa pemerintahan Ahok yakni kasus dugaan pengadaan Uniterruptible Power Supply (UPS) menggunakan APBD-P 2014 dan dugaan korupsi pengadaan printer dan scanner di 25 SMAN/SMKN Jakarta Barat. Lulung bahkan sebelumnya menyebut Ahok pantas ditetapkan sebagai tersangka karena tidak dapat mencegah terjadinya korupsi.
Menghadapi serangan Lulung, Ahok justru adem ayem. Ia siap datang memenuhi panggilan DPRD DKI Jakarta asalkan sesuai prosedur. Ahok juga melontarkan kelakar saat Lulung menganggapnya pantas menjadi tersangka kasus korupsi. Kata Ahok, Lulung bukanlah seorang Kabareskrim yang dapat menetapkan seseorang menjadi tersangka atau tidak.
Berikut 3 kisah Lulung dan Ahok:
DPRD DKI berencana memanggil Ahok untuk diminta keterangan terkait beberapa kasus korupsi yang terjadi selama pemerintahannya. Pemanggilan tersebut akan diinisiasi oleh Lulung dalam waktu dekat.
"Saya akan menjadi inisiator (pemanggilan Gubernur). Ini karena sudah ada dua kasus korupsi yang terjadi di masa Ahok. Kita akan minta penjelasannya," kata Lulung di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (30/7/2015).
Politisi PPP tersebut bersama pimpinan dewan lainnya tengah menggagas surat pemanggilan untuk Ahok. Dirinya berharap bisa segera dilayangkan kepada mantan Bupati Belitung Timur itu dalam waktu dekat agar didapat keterangan lebih lanjut.
"Ini sekarang kami akan rapat. Pokoknya secepatnya akan kita panggil," lanjutnya.
Kasus korupsi yang dimaksud Lulung antara lain terjadi saat pengadaan Uniterruptible Power Supply (UPS) menggunakan APBD-P 2014. Bareskrim telah menetapkan dua tersangka dari eksekutif, yaitu Alex Usman selaku Kasie Sarpras Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Zaenal soleman sebagai Kasi Sarpras Pendidikan Menengah Jakarta Pusat pada 2014 lalu.
Selain kasus UPS, Bareskrim juga saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan printer dan scanner di 25 SMAN/SMKN Jakarta Barat. Diduga terjadi mark up dalam harga pembelian printer dan scanner.
Lulung berpendapat Ahok semestinya menjadi tersangka karena tidak pernah memberantas korupsi.
"Mestinya Ahok jadi tersangka menurut saya karena Ahok itu tidak pernah memberantas korupsi. Sebaliknya, korupsi ada di eksekutif," ujar Lulung di kantornya, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2015).
"Kalau dia tidak mencegah, berarti dia melakukan pembiaran," imbuhnya.
Menurut politisi PPP itu, pemegang tanggung jawab utama penggunaan APBD-P 2014 ada di tangan eksekutif dan semestinya Ahok tahu persis setiap penggunaan itu. "Penggunaan anggaran itu kan eksekutif, kalau mekanisme pembahasan APBD itu tanggung jawab DPRD. Menyangkut kasus UPS, harusnya eksekusi terakhir dilakukan oleh unit masing-masing dan yang bertanggung jawab itu Gubernur," terang Lulung.
Dia menilai Ahok telah lalai dengan meloloskan proyek pengadaan UPS sehingga korupsi tidak sampai terjadi. "Kalau gubernur waspada sebenarnya ini tidak mungkin terjadi. Kalau ini terjadi, berarti ada pembiaran dari gubernur," lanjutnya.
Ahok menyambut baik rencana Lulung yang akan memanggilnya untuk meminta penjelasan kasus korupsi yang terjadi di masa pemerintahannya.
"Kalau DPRD prosedurnya manggil, sesuai prosedur ya kita harus datang. Kalau soal UPS (Uninterruptible Power Supply) ya saya ketawa saja DPRD panggil saya," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (31/7/2015).
Ahok menganggap lucu apabila benar pemanggilan tersebut untuk membicarakan UPS. Sebab, menurutnya ini bisa jadi 'bom waktu' bagi dewan. Terlebih setelah dia meminta Kepala Inspektorat DKI Lasro Marbun mencoret anggaran sekitar Rp 3,4 triliun yang sempat muncul dalam susunan APBD-P 2014.
"Nah kasus UPS, dalam nota kesepahaman kan sudah saya coret di 2014 awal, Pak Lasro mencoret ada Rp 3,4 triliun atau berapa itu. Lalu ada MoU soal KUA dan PPAS dengan Ketua DPRD saat itu Pak Ferryal. Mana (program Pemprov) yang prioritas?" kata dia.
"Di situ disebutkan apa yang prioritas di DKI sampai harus membuat APBD Perubahan. Disebutkan satu soal lingkungan. Artinya, apa sampah, alat berat dan truk. Lalu transportasi saya nggak mau naikin harga tiket bus, maka kita kasih PSO. Kita bayarin selisih yang harus ditanggung pengelola TransJakarta," sambungnya.
Ahok mempertanyakan mengapa UPS bisa muncul tiba-tiba dalam APBD-P 2014. Padahal, kata Ahok, tidak ada program pendidikan yang diprioritaskan dalam anggaran tahun itu. "Ada nggak pendidikan? Enggak ada. Jadi sebetulnya APBD-P tiba-tiba muncul dianggap hal yang mendesak atau hal unggulan itu dari mana? Dari mana UPS masuk? DPRD nggak mau mengakui kalau mereka yang masukin karena nggak ada e-budgeting," terang Ahok.
"Makanya saya tunggu APBD 2015. Terbukti kan akhirnya di 2015 ada KUA dan PPAS juga, ada nggak nyebutin UPS? Enggak ada. Pemerintah DKI anggarkan UPS? Enggak juga. Tapi DPRD menuduh APBD saya yang bodong, punya mereka yang asli versi DPRD ada UPS? Ada ternyata," lanjutnya.
Soal pernyataan Lulung dirinya layak menjadi tersangka, Ahok menanggapi hal itu sambil berkelakar. "Memangnya Dia Bareskrim? Kalau (saya) lalai berarti semua presiden lalai dong selama ini karena banyak korupsi di Indonesia," kata Ahok santai kepada wartawan di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Rabu (29/7/2015).
"Makanya sayang saja Haji Lulung itu bukan polisi. Kalau dia bintang dua atau tiga nih, sudah aku usulin ke Pak Jokowi ganti Pak Buwas (Kabareskrim Komjen Budi Waseso)," lanjutnya sambil berkelakar.
Terbaru, Lulung akan meminta penjelasan Ahok untuk dua kasus korupsi di masa pemerintahan Ahok yakni kasus dugaan pengadaan Uniterruptible Power Supply (UPS) menggunakan APBD-P 2014 dan dugaan korupsi pengadaan printer dan scanner di 25 SMAN/SMKN Jakarta Barat. Lulung bahkan sebelumnya menyebut Ahok pantas ditetapkan sebagai tersangka karena tidak dapat mencegah terjadinya korupsi.
Menghadapi serangan Lulung, Ahok justru adem ayem. Ia siap datang memenuhi panggilan DPRD DKI Jakarta asalkan sesuai prosedur. Ahok juga melontarkan kelakar saat Lulung menganggapnya pantas menjadi tersangka kasus korupsi. Kata Ahok, Lulung bukanlah seorang Kabareskrim yang dapat menetapkan seseorang menjadi tersangka atau tidak.
Berikut 3 kisah Lulung dan Ahok:
DPRD DKI berencana memanggil Ahok untuk diminta keterangan terkait beberapa kasus korupsi yang terjadi selama pemerintahannya. Pemanggilan tersebut akan diinisiasi oleh Lulung dalam waktu dekat.
"Saya akan menjadi inisiator (pemanggilan Gubernur). Ini karena sudah ada dua kasus korupsi yang terjadi di masa Ahok. Kita akan minta penjelasannya," kata Lulung di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (30/7/2015).
Politisi PPP tersebut bersama pimpinan dewan lainnya tengah menggagas surat pemanggilan untuk Ahok. Dirinya berharap bisa segera dilayangkan kepada mantan Bupati Belitung Timur itu dalam waktu dekat agar didapat keterangan lebih lanjut.
"Ini sekarang kami akan rapat. Pokoknya secepatnya akan kita panggil," lanjutnya.
Kasus korupsi yang dimaksud Lulung antara lain terjadi saat pengadaan Uniterruptible Power Supply (UPS) menggunakan APBD-P 2014. Bareskrim telah menetapkan dua tersangka dari eksekutif, yaitu Alex Usman selaku Kasie Sarpras Pendidikan Menengah Jakarta Barat dan Zaenal soleman sebagai Kasi Sarpras Pendidikan Menengah Jakarta Pusat pada 2014 lalu.
Selain kasus UPS, Bareskrim juga saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan printer dan scanner di 25 SMAN/SMKN Jakarta Barat. Diduga terjadi mark up dalam harga pembelian printer dan scanner.
Lulung berpendapat Ahok semestinya menjadi tersangka karena tidak pernah memberantas korupsi.
"Mestinya Ahok jadi tersangka menurut saya karena Ahok itu tidak pernah memberantas korupsi. Sebaliknya, korupsi ada di eksekutif," ujar Lulung di kantornya, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2015).
"Kalau dia tidak mencegah, berarti dia melakukan pembiaran," imbuhnya.
Menurut politisi PPP itu, pemegang tanggung jawab utama penggunaan APBD-P 2014 ada di tangan eksekutif dan semestinya Ahok tahu persis setiap penggunaan itu. "Penggunaan anggaran itu kan eksekutif, kalau mekanisme pembahasan APBD itu tanggung jawab DPRD. Menyangkut kasus UPS, harusnya eksekusi terakhir dilakukan oleh unit masing-masing dan yang bertanggung jawab itu Gubernur," terang Lulung.
Dia menilai Ahok telah lalai dengan meloloskan proyek pengadaan UPS sehingga korupsi tidak sampai terjadi. "Kalau gubernur waspada sebenarnya ini tidak mungkin terjadi. Kalau ini terjadi, berarti ada pembiaran dari gubernur," lanjutnya.
Ahok menyambut baik rencana Lulung yang akan memanggilnya untuk meminta penjelasan kasus korupsi yang terjadi di masa pemerintahannya.
"Kalau DPRD prosedurnya manggil, sesuai prosedur ya kita harus datang. Kalau soal UPS (Uninterruptible Power Supply) ya saya ketawa saja DPRD panggil saya," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (31/7/2015).
Ahok menganggap lucu apabila benar pemanggilan tersebut untuk membicarakan UPS. Sebab, menurutnya ini bisa jadi 'bom waktu' bagi dewan. Terlebih setelah dia meminta Kepala Inspektorat DKI Lasro Marbun mencoret anggaran sekitar Rp 3,4 triliun yang sempat muncul dalam susunan APBD-P 2014.
"Nah kasus UPS, dalam nota kesepahaman kan sudah saya coret di 2014 awal, Pak Lasro mencoret ada Rp 3,4 triliun atau berapa itu. Lalu ada MoU soal KUA dan PPAS dengan Ketua DPRD saat itu Pak Ferryal. Mana (program Pemprov) yang prioritas?" kata dia.
"Di situ disebutkan apa yang prioritas di DKI sampai harus membuat APBD Perubahan. Disebutkan satu soal lingkungan. Artinya, apa sampah, alat berat dan truk. Lalu transportasi saya nggak mau naikin harga tiket bus, maka kita kasih PSO. Kita bayarin selisih yang harus ditanggung pengelola TransJakarta," sambungnya.
Ahok mempertanyakan mengapa UPS bisa muncul tiba-tiba dalam APBD-P 2014. Padahal, kata Ahok, tidak ada program pendidikan yang diprioritaskan dalam anggaran tahun itu. "Ada nggak pendidikan? Enggak ada. Jadi sebetulnya APBD-P tiba-tiba muncul dianggap hal yang mendesak atau hal unggulan itu dari mana? Dari mana UPS masuk? DPRD nggak mau mengakui kalau mereka yang masukin karena nggak ada e-budgeting," terang Ahok.
"Makanya saya tunggu APBD 2015. Terbukti kan akhirnya di 2015 ada KUA dan PPAS juga, ada nggak nyebutin UPS? Enggak ada. Pemerintah DKI anggarkan UPS? Enggak juga. Tapi DPRD menuduh APBD saya yang bodong, punya mereka yang asli versi DPRD ada UPS? Ada ternyata," lanjutnya.
Soal pernyataan Lulung dirinya layak menjadi tersangka, Ahok menanggapi hal itu sambil berkelakar. "Memangnya Dia Bareskrim? Kalau (saya) lalai berarti semua presiden lalai dong selama ini karena banyak korupsi di Indonesia," kata Ahok santai kepada wartawan di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Rabu (29/7/2015).
"Makanya sayang saja Haji Lulung itu bukan polisi. Kalau dia bintang dua atau tiga nih, sudah aku usulin ke Pak Jokowi ganti Pak Buwas (Kabareskrim Komjen Budi Waseso)," lanjutnya sambil berkelakar.
Comments