Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bakal menerapkan sistemparking on street per Sabtu, 1 Agustus 2015. Pemerintah ingin memaksimalkan pemasukan dari sektor parkir sekaligus mengurai kemacetan di ruas-ruas jalan protokol di Ibu Kota.
"(Sistem) parkir ini bukan semata perkara uang, tapi bagaimana membuat pengendara tak lama-lama berada di satu lokasi," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Jumat, 31 Juli 2015.
Ahok berujar dengan sistem parking on street, pengendara bakal berpikir ulang untuk masuk ke tengah kota Jakarta. Penerapan kebijakan ini akan dibarengi dengan penambahan moda bus tingkat gratis yang bisa mengantar warga ke beberapa titik di tengah kota. "Nanti kalau semua masuk ke Jakarta, lalu lintas bakal macet," dia berujar.
Kepala Unit Pelaksana Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sunardi Sinaga, menjelaskanparking on street merupakan kebijakan transisi sebelum mesin Terminal Parkir Elektronik (TPE) dipasang di 375 ruas jalan Ibu Kota. Sistemnya, kata dia, pengendara dikenakan tarif datar sebesar Rp 5 ribu untuk mobil, Rp 2 ribu untuk motor, dan Rp 1 ribu untuk sepeda.
"Pengendara akan menerima karcis dan disarankan untuk membayar sesuai dengan yang tertera di karcis itu," Sunardi menjelaskan.
Bila nanti mesin TPE sudah terpasang, maka parking on street dengan karcis dan tarif datar akan hilang. Sebagai gantinya, pengendara dikenakan tarif progresif tiap jam. "Semakin lama parkir, maka tarifnya akan makin berlipat ganda," dia berujar.
Sunardi menambahkan, tujuan parking on street ialah memaksimalkan potensi pendapatan daerah dari sektor perparkiran. Sebab, pendapatan dari sektor ini hanya sekitar Rp 20 miliar per tahun. Padahal ada potensi pemasukan sebesar Rp 1,8 triliun dari parkir saja. "Kebijakan ini memang untuk menekan kebocoran parkir," kata dia.
Pelaksanaan parking on street besok, kata dia, bakal dibantu oleh juru parkir yang biasa bertugas di ruas jalan. Mereka merupakan petugas yang sudah bekerja mengatur parkir di 375 ruas jalan.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak mau kompromi pada orang tua yang menyelewengkan dana Kartu Jakarta Pintar (KJP). Dia menyatakan sudah menggandeng Kepolisian Metro Jaya untuk melacak transaksi mencurigakan dari pemilik KJP.
"Saya tak mau mereka sekadar dijerat pasal tindak pidana ringan, tapi sudah masuk kejahatan perbankan," kata Ahok, di Balai Kota, Jumat, 31 Juli 2015.
Dia menambahkan, Bank DKI sudah memasang sistem transaksi yang menutup peluang orang tua mengambil seluruh duit KJP ketika cair. Siswa SD, Ahok berujar, hanya bisa mengambil uang sebanyak Rp 50 ribu dalam kurun dua pekan. Sementara siswa SMP dan SMA bisa mencairkan duit tiap sepekan sebanyak Rp 50 ribu.
Ahok tak peduli bila gelombang protes dari orang tua bertubi-tubi datang kepadanya soal dana KJP. Menurut dia, orang tua yang protes tak paham peraturan baru yang dia buat soal cara pengambilan uang KJP. "Mereka itu biasa menguras duit anaknya di ATM, sekarang jadi enggak bisa lagi dan protes kalau tabungannya kosong," dia berujar. Padahal, Ahok menambahkan, bila orang tua mau mengecek, saldo dalam ATM itu masih menyisakan jatah uang KJP selama satu tahun anggaran.
Hanya saja, Ahok mulai khawatir dengan fasilitas pengambilan uang tunai yang disediakan minimarket. Pemegang kartu ATM bisa mencairkan saldo rekeningnya dengan berbelanja dengan nominal tertentu. "Saya minta Bank DKI awasi transaksi ini, orang tua tak boleh mentransfer saldo rekening KJP ke rekening lain," dia menambahkan.
"(Sistem) parkir ini bukan semata perkara uang, tapi bagaimana membuat pengendara tak lama-lama berada di satu lokasi," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Jumat, 31 Juli 2015.
Ahok berujar dengan sistem parking on street, pengendara bakal berpikir ulang untuk masuk ke tengah kota Jakarta. Penerapan kebijakan ini akan dibarengi dengan penambahan moda bus tingkat gratis yang bisa mengantar warga ke beberapa titik di tengah kota. "Nanti kalau semua masuk ke Jakarta, lalu lintas bakal macet," dia berujar.
Kepala Unit Pelaksana Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sunardi Sinaga, menjelaskanparking on street merupakan kebijakan transisi sebelum mesin Terminal Parkir Elektronik (TPE) dipasang di 375 ruas jalan Ibu Kota. Sistemnya, kata dia, pengendara dikenakan tarif datar sebesar Rp 5 ribu untuk mobil, Rp 2 ribu untuk motor, dan Rp 1 ribu untuk sepeda.
"Pengendara akan menerima karcis dan disarankan untuk membayar sesuai dengan yang tertera di karcis itu," Sunardi menjelaskan.
Bila nanti mesin TPE sudah terpasang, maka parking on street dengan karcis dan tarif datar akan hilang. Sebagai gantinya, pengendara dikenakan tarif progresif tiap jam. "Semakin lama parkir, maka tarifnya akan makin berlipat ganda," dia berujar.
Sunardi menambahkan, tujuan parking on street ialah memaksimalkan potensi pendapatan daerah dari sektor perparkiran. Sebab, pendapatan dari sektor ini hanya sekitar Rp 20 miliar per tahun. Padahal ada potensi pemasukan sebesar Rp 1,8 triliun dari parkir saja. "Kebijakan ini memang untuk menekan kebocoran parkir," kata dia.
Pelaksanaan parking on street besok, kata dia, bakal dibantu oleh juru parkir yang biasa bertugas di ruas jalan. Mereka merupakan petugas yang sudah bekerja mengatur parkir di 375 ruas jalan.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak mau kompromi pada orang tua yang menyelewengkan dana Kartu Jakarta Pintar (KJP). Dia menyatakan sudah menggandeng Kepolisian Metro Jaya untuk melacak transaksi mencurigakan dari pemilik KJP.
"Saya tak mau mereka sekadar dijerat pasal tindak pidana ringan, tapi sudah masuk kejahatan perbankan," kata Ahok, di Balai Kota, Jumat, 31 Juli 2015.
Dia menambahkan, Bank DKI sudah memasang sistem transaksi yang menutup peluang orang tua mengambil seluruh duit KJP ketika cair. Siswa SD, Ahok berujar, hanya bisa mengambil uang sebanyak Rp 50 ribu dalam kurun dua pekan. Sementara siswa SMP dan SMA bisa mencairkan duit tiap sepekan sebanyak Rp 50 ribu.
Ahok tak peduli bila gelombang protes dari orang tua bertubi-tubi datang kepadanya soal dana KJP. Menurut dia, orang tua yang protes tak paham peraturan baru yang dia buat soal cara pengambilan uang KJP. "Mereka itu biasa menguras duit anaknya di ATM, sekarang jadi enggak bisa lagi dan protes kalau tabungannya kosong," dia berujar. Padahal, Ahok menambahkan, bila orang tua mau mengecek, saldo dalam ATM itu masih menyisakan jatah uang KJP selama satu tahun anggaran.
Hanya saja, Ahok mulai khawatir dengan fasilitas pengambilan uang tunai yang disediakan minimarket. Pemegang kartu ATM bisa mencairkan saldo rekeningnya dengan berbelanja dengan nominal tertentu. "Saya minta Bank DKI awasi transaksi ini, orang tua tak boleh mentransfer saldo rekening KJP ke rekening lain," dia menambahkan.
Comments