Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengakui jalur Mass Rapid Transit (MRT) terkendala pembebasan lahan. Hal tersebut lantaran harga jual tanah dipatok tinggi.
Maka dari itu Ahok meminta bantuan Pengadilan Negeri untuk mengurusnya. Terkait ganti rugi, nantinya menjadi urusan pemilik tanah dengan pengadilan.
"Ya, sudah saya daftarin ke Pengadilan Negeri, begitu ketok palu, saya bongkar rumah Anda. Lalu ganti duitnya gimana? Ambil saja sendiri ke pengadilan. Nah prosedurnya seperti itu," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (31/7).
Ahok menerangkan bahwa Pengadilan Negeri bisa melobi menurunkan harga tanah. Hal tersebut berdasarkan ketentuan kebutuhan bagi MRT yaitu untuk kepentingan umum.
"Jadi harganya appraisal, kita minta persetujuan pengadilan negeri, kalau uangnya mau kita titipkan ke sana. Nggak mungkin proyek ini berhenti atau belok-belok kan," tuturnya.
Setelah ada kesepakatan dengan pengadilan, barulah Ahok beserta jajaran bisa lekas mengeksekusi lahan. Dengan bantuan appraisal dari pengadilan, pembebasan lahan bisa membuat biaya ganti rugi sesuai dengan taksir harga aset.
"Nah kalau pengadilan negeri menyetujui, kita bongkar," tegasnya.
Sebelumnya memang Ahok mengakui jika pembebasan lahan terkendala karena permintaan di atas nilai appraisal. Lantas Ahok menuding bahwa hal semacam itu merupakan bentuk pemerasan.
"Kamu punya tanah nih, saya mau nego harga appraiser terus kamu ngotot maunya harga di atas appraiser namanya meras dong," imbuhnya.
Seperti diketahui sebelumnya Direktur Utama PT MRT Jakarta Dono Boestami mengungkapkan, ada dua lokasi yang sampai saat ini belum selesai pembebasan lahannya. Dua lokasi tersebut akan dibangun di Stasiun Cipete dan Stasiun Haji Nawi. "Lahan nggak banyak yang di Stasiun Cipete dan Haji Nawi. Kalau Lebak Bulus sudah tuntas. Untuk persediaan lahan, kami bekerja sama dengan Pemprov DKI," jelasnya.
Maka dari itu Ahok meminta bantuan Pengadilan Negeri untuk mengurusnya. Terkait ganti rugi, nantinya menjadi urusan pemilik tanah dengan pengadilan.
"Ya, sudah saya daftarin ke Pengadilan Negeri, begitu ketok palu, saya bongkar rumah Anda. Lalu ganti duitnya gimana? Ambil saja sendiri ke pengadilan. Nah prosedurnya seperti itu," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (31/7).
Ahok menerangkan bahwa Pengadilan Negeri bisa melobi menurunkan harga tanah. Hal tersebut berdasarkan ketentuan kebutuhan bagi MRT yaitu untuk kepentingan umum.
"Jadi harganya appraisal, kita minta persetujuan pengadilan negeri, kalau uangnya mau kita titipkan ke sana. Nggak mungkin proyek ini berhenti atau belok-belok kan," tuturnya.
Setelah ada kesepakatan dengan pengadilan, barulah Ahok beserta jajaran bisa lekas mengeksekusi lahan. Dengan bantuan appraisal dari pengadilan, pembebasan lahan bisa membuat biaya ganti rugi sesuai dengan taksir harga aset.
"Nah kalau pengadilan negeri menyetujui, kita bongkar," tegasnya.
Sebelumnya memang Ahok mengakui jika pembebasan lahan terkendala karena permintaan di atas nilai appraisal. Lantas Ahok menuding bahwa hal semacam itu merupakan bentuk pemerasan.
"Kamu punya tanah nih, saya mau nego harga appraiser terus kamu ngotot maunya harga di atas appraiser namanya meras dong," imbuhnya.
Seperti diketahui sebelumnya Direktur Utama PT MRT Jakarta Dono Boestami mengungkapkan, ada dua lokasi yang sampai saat ini belum selesai pembebasan lahannya. Dua lokasi tersebut akan dibangun di Stasiun Cipete dan Stasiun Haji Nawi. "Lahan nggak banyak yang di Stasiun Cipete dan Haji Nawi. Kalau Lebak Bulus sudah tuntas. Untuk persediaan lahan, kami bekerja sama dengan Pemprov DKI," jelasnya.
Comments